Novel ini menceritakan kisah perjalanan cinta seorang perempuan yang bernama Syajia, nama panggilanya Jia.
Seorang perempuan yang sangat sederhana ini mampu menarik perhatian seorang laki-laki dari anak ketua yayasan di kampusnya dan seorang pemilik kafe tempat ia bekerja.
Tentu keduanya mempunyai cara tersendiri untuk bisa mendapatkan Jia. Namun Jia sudah terlanjur menaruh hatinya pada anak ketua yayasan itu.
Sayangnya perjalanan cinta tidak selalu lurus dan mulus. Banyak sekali lika-liku bahkan jalan yang sangat curam dalam kisah cinta Jia.
Apakah Jia mampu melewati Kisah Perjalanan Cinta nya? Dan siapakah yang akan mendapatkan Jia seutuhnya? Ikuti terus kisahnya di dalam novel ini yang mampu membawamu terjun kedalam Kisah Perjalanan Cinta Syajia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Geamul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Doa Seorang Sahabat
Keesokan harinya di kampus, saat jam istirahat. Jia yang sedang membaca buku di perpustakaan dihampiri oleh Bima. Bima pun duduk di samping Jia.
“Hai Ji,” ucap Bima menyapa.
“Eh Bima, ada apa Bim?” sahut Jia melirik ke arah Bima lalu kembali membaca buku.
“Kamu udah baikan kan sama Al?”
Mendengar pertanyaan Bima, Jia langsung menutup bukunya lalu memandang wajah Bima dengan ekspresi kebingungan.
“Udah, emangnya kenapa Bim?”
“Maafin aku ya Ji, selama ini aku udah memaksa kamu untuk bisa menerimna perasaan aku. Padahal aku tahu, kamu gak akan pernah bisa menerima itu. Tapi dengan keegoisanku, aku jadi membuat orang sakit hati,” ucap Bima berusaha meluruskan semuanya.
“Kamu, mau kan maafin aku?” Tanya Bima memastikan.
“Sebelum kamu minta maaf, aku udah maafin kamu kok Bim,” jawab Jia tersenyum.
“Makasih banyak ya Ji, kamu sangat baik,” ucap Bima tersenyum lega.
“Kalau gitu, aku pergi ya,” sambung Bima, lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan Jia di perpustakaan.
Tak lama kemudian, Nana datang ke perpustakan sembari celingak-celinguk mencari Jia, lalu matanya pun tertuju pada orang yang sedang membaca buku di pojok perpustakaan.
“Jia ... aku cari kemana-mana, ternyata ada disini,” ucap Nana menggerutu.
“Lah, aku kan tadi sempet bilang mau ke perpustakaan,” sahut Jia.
“Oh ya? kok aku gak denger ya?”
“Makanya, kalau orang lagi ngobrol tuh dengerin, jangan main hp terus!!” ucap Jia mengomel.
“Sorry, aku kan lagi fokus main game,” sahut Nana membela diri.
“Oh ya Na, aku mau cerita nih,” Jia memulai semua cerita tentang dirinya dan Al.
Semua kejadian, Jia ceritakan pada sahabatnya. Dan Nana pun sangat merespon dengan cerita Jia. Ia sangat senang mendengar kabar bahwa Jia dan Al sudah berbaikan kembali.
Dan Nana pun mendengarkan semua cerita Jia tanpa mengedipkan matanya. Ia sangat menghargai ketika Jia sedang curhat dengannya, Nana pun berharap Jia bisa mendapatkan orang yang selama ini dia sukai.
Jia sangat beruntung mempunyai seorang sahabat yang satu pemikiran dengannya. Ia pun lebih mudah untuk bercerita dan tidak perlu banyak bahasa untuk mengartikan semuanya.
Kadang, dengan saling bertatapan atau dengan saling mengkode seakan mereka paham maksud yang disampaikan satu sama lain.
“Kamu udah bilang kan perasaan kamu sama Al?” tanya Nana.
“Enggak segampang itulah Na.”
“Loh kenapa? Kalian kan sekarang udah baikan.”
“Iya, tapi aku lagi cari waktu yang pas aja. Dan aku yakin kok, kalau Al jodoh aku, kita gak akan terpisahkan.”
“Kalau bukan jodoh?” sambar Nana. Jia menatap tajam sahabatnya itu.
“Ya, kamu doainlah biar Al itu jodohku,” sahut Jia.
“Iya-iya, pasti aku doain kok,” Nana merangkul pundak Jia berusaha menyemangati Jia.
***
Saat pulang kuliah, Al dan Bima tidak langsung pulang. Mereka pun sedang mengobrol di dekat gerbang kampus dan duduk di kursi dekat pos satpam.
“Gue minta maaf ya, waktu mama lo meninggal, gue gak dateng dan gak bisa nemenin lo,” ucap Bima meresa menyesal.
“Gak apa-apa, gue juga ngerti kok keadaan lo,” jawab Al ringan.
“Oh iya, gimana hubungan lo sama Jia?”
“Aman-aman aja kok.”
“Syukur deh, kalau sampe ada yang ganggu bilang aja ke gue.”
“Emangnya, mau lo apain?”
“Mau gue, ajak tanding basket,” jawab Bima tertawa geli. Al pun ikut menertawakan perkataan sahabatnya itu.
Sesekali, mereka mengobrol sangat serius sampai mengobrol sampai tertawa lepas tak henti-henti. Seperti sudah sangat lama mereka tak bertemu, padahal selama ini mereka dekat, hanya saja hati dan pikiran mereka sangat jauh.
Keduanya pun selalu menghabiskan waktunya hanya sekedar untuk bercerita bahkan bercerita yang tidak penting. Namun, mereka tidak peduli. Yang mereka pedulikan kini adalah kebersamaan yang sempat terpisahkan sangat jauh.
“Jangan sampai lo kehilangan Jia lagi ya!” ucap Bima
“Gak akan-lah, lo doain aja,” sahut Al.
“Lo juga doain dong biar gue cepet dapet cewek!”
“Gak mau ah, biarin aja lo jomblo terus,” Al tertawa lepas, meledek sahabatnya itu.
Bima memasang wajah kesal, “Tega banget sih lo,” Bima menonjok perut Al pelan.
Al pun tak berhenti tertawa melihat wajah Bima yang cemberut. Al pun terus meledek Bima yang sedang kesal, lalu Bima pun semakin kesal dengan tingkah laku Al. Akhirnya, keduanya pun saling meledek satu sama lain.
Tertawa, menangis, marah, itu sangat biasa dalam hubungan persahabatan. Dan hari ini, Al dan Bima dapat merasakan semuanya.
Seperti bumbu yang sudah lengkap dan tinggal dimasukan kedalam masakan. Persahabatannya pun semakin lengkap.
Saat sedang asik berbincang dan bercanda, Jia datang dan menuju gerbang kampus. Mereka pun seketika langsung terdiam, dan memperhatikan langkah Jia menuju gerbang.
“Eh Jia udah datang tuh, gue cabut ya,” Bima menepuk pundak Al.
“Oke, hati-hati bro,” Al pun menepuk kembali bahu Bima sebelum Bima beranjak pergi.
Lalu semakin dekat Jia menghampiri gerbang, Al pun langsung menghampiri Jia dengan membawa motornya lebih dekat.
“Haii Ji, kamu mau pulang kan?” tanya Al.
“Haii, aku mau ke tempat kerja Al,” jawab Jia.
“Oh ... kalau gitu, aku antar ya!”
Jia tak langsung menjawab, ia melirik ke sekelilingnya untuk memastikan tidak ada angkutan umum sehingga ia bisa pergi ke kafe dengan Al.
“Ya udah, yuk!” Jia pun langsung menaiki motornya Al, dan Al memberikan helm yang biasa Jia pakai.
Mereka menembus udara sejuk di sore hari, dan nampaknya senja hari ini sangatlah indah sekali. Cahayanya mampu menyinari mereka dalam perjalanannya.
Meskipun jalanan sangat ramai seperti biasanya, namun perjalanan mereka merasa sangat nyaman dan tenang. Kedunya pun merasakan hal yang sama.
Al melihat wajah Jia dari kaca spionnya, terlihat sangat jelas di raut wajah Jia yang sangat manis dan semakin manis ketika ia sedang tersenyummembuat Al tidak bisa berpaling darinya. Al pun sesekali mencuri pandangannya lewat kaca spion.
“Kamu kenapa Al, liatin kaca spion terus?” Jia menangkap Al yang terus menerus melihat kaca spion.
“Eng ... enggak kok, tadi aku cuma liat kendaraan di belakang,” sahut Al gugup. Ia merasa malu karena tertangkap basah kalau Al selalu melihat kaca spion motornya.
Sesampainya di kafe, Jia pun langsung memasuki tempat kerjanya. Sadangkan Al, ia langung menancapkan gasnya lagi untuk pulang.
Dan malam hari pun sudah tiba, Al berniat untuk menjemput Jia tanpa memberitahu sebelumnya pada Jia. Al langsung bergegas untuk pergi ke kafe. Sesampainya di kafe, Al melihat-lihat sekeliling kafe namun kafenya pun sudah tutup.
Dan ternyata, hari ini Jia pulang lebih awal. Jia pun langsung di antar pulang oleh Surya dan setelah beberapa menit Jia pergi, lalu Al datang ke kafe singgah. Sehingga, Al pun sedikit terlambat untuk menjemput Jia.