NovelToon NovelToon
My Man

My Man

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Persahabatan / Romansa
Popularitas:10.8k
Nilai: 5
Nama Author: widyaas

Elizabeth bukanlah gadis yang anggun. Apa pun yang dilakukannya selalu mengikuti kata hati dan pikirannya, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya. Dan ya, akibat ulahnya itu, ia harus berurusan dengan Altezza Pamungkas—pria dengan sejuta pesona.

Meski tampan dan dipuja banyak wanita, Elizabeth sama sekali tidak tertarik pada Altezza. Sayangnya, pria itu selalu memiliki seribu cara agar membuat Elizabeth selalu berada dalam genggamannya.

"Aku hanya ingin berkenalan dengannya, kenapa tidak boleh?"

"Karena kamu adalah milikku, Elizabeth."

⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Nyatanya Altezza tidak istirahat sebentar. Bukan hanya Altezza, melainkan Elizabeth juga. Mereka berdua tidur di kamar yang ada di ruangan Altezza. Dan posisinya sudah berubah, Elizabeth berada di dalam pelukan Altezza.

Jam sudah menunjukkan pukul enam sore, di luar sedang hujan lebat—membuat Eliza semakin masuk ke dalam pelukan Altezza. Keduanya masih belum sadar karena sedang berada di alam mimpi.

Hingga suara gemuruh petir yang keras membuat Elizabeth tersentak dan Altezza membuka matanya.

Elizabeth terlihat terdiam mencerna apa yang terjadi, jantungnya berdetak kencang karena saking terkejutnya dia. Sampai saat hidungnya mencium aroma maskulin, Elizabeth mendongak menatap Altezza yang juga menatapnya.

"K–kamu—" Elizabeth buru-buru menjauh, tapi sayangnya Altezza kembali menarik pinggangnya hingga tubuh mereka semakin menempel.

"Tidur lagi," ujar Altezza dengan suara serak. Tangannya mendorong kepala Elizabeth agar bersandar di dadanya.

Mata Eliza menatap jam dinding yang menunjukkan pukul hampir tujuh malam. "Sudah malam. Aku takut mama khawatir nanti," ujar Eliza, dia mendorong dada Altezza tapi sia-sia, karena Altezza semakin mengeratkan pelukannya.

"Tidak akan."

Eliza tidak puas dengan jawaban Altezza, ia kembali memberontak. "Lebih baik kita pulang sekarang. Aku tidak mau menginap di sini, Al!"

Melihat Altezza yang hanya diam, Eliza merasa geram, dia tanpa ragu menggigit leher Altezza yang memang berada di depan wajahnya.

"Sshhh ... Elizabeth," desis Altezza. Dia memejamkan matanya saat gigitan Elizabeth semakin keras.

"Ayo pulang!" kesal Eliza setelah menjauhkan wajahnya dari leher Altezza. Tubuhnya benar-benar terkurung, hanya kepala yang bisa bergerak, sedangkan tangan dan kakinya didekap erat oleh Altezza.

Elizabeth terdiam saat melihat tatapan sendu Altezza. Tidak, bukan sendu yang sedih, tapi ... terlihat seperti menahan sesuatu. Mata Eliza beralih menatap leher Altezza yang memerah akibat gigitannya. Apakah pria itu marah karena dia gigit?

"M–maaf, aku— AKH!"

Eliza memekik saat Altezza tiba-tiba menggigit lehernya, tidak keras tapi mampu membuat dia terkejut.

"Altezza." Tangan Eliza menjambak rambut Altezza agar segera menjauh dari lehernya.

"S–sudah, sakit!" pekik Eliza semakin kesal, bahkan dia merasakan jika Altezza bukan hanya menggigit satu bagian, tapi di bagian lehernya yang lain juga.

Altezza tersenyum puas melihat hasil karyanya, Eliza semakin cantik jika seperti ini.

"Sakit!"

"Itu balasan dariku," balas Altezza.

"Aku ingin pulang!" Eliza beranjak duduk saat Altezza sudah tidak memeluknya.

"Di luar sedang hujan. Jalanan pasti licin dan bisa membuat kita kecelakaan. Memangnya kamu mau?"

Eliza cemberut, dia hanya ingin pulang! Berdua bersama pria di sampingnya ini membuat Eliza takut. Takut Altezza akan macam-macam.

"Aku tidak akan mengganggumu jika kamu diam dan patuh padaku, Elizabeth," ujar Altezza. Dia masih duduk di atas kasur, sedangkan Elizabeth berdiri di samping ranjang sambil mengelus lehernya yang terasa sakit.

"Bagaimana aku bisa percaya kalau dia saja seperti pria messum!" batin Eliza mencibir. Jangan dipikir, Eliza adalah wanita polos yang percaya begitu saja dengan ucapan Altezza.

"Kalau kamu tidak mau pulang, aku saja yang pulang sendiri," katanya lalu melangkah menuju pintu. Altezza hanya tersenyum melihat tingkah calon istrinya itu. Eliza sangat menggemaskan jika sedang kesal.

"Altezza!"

"Yes, my wife?"

"Buka pintunya!" Eliza menatap tajam Altezza, sebelah tangannya menunjuk pintu yang terkunci. Pantas saja Altezza tetap santai saat Elizabeth hendak ke luar, ternyata pintunya sudah di kunci. Dan sialnya lagi, pintu itu dikunci menggunakan sidik jari Altezza, jadi hanya Altezza yang bisa membukanya.

"Tidak akan," ujar Altezza. Dia menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dan menatap Eliza dengan senyum miring. Senyum yang sangat menyebalkan di mata Elizabeth.

Eliza benar-benar tidak habis pikir dengan tingkah bosnya ini. Sejak kapan dia jadi jahil seperti ini? Altezza benar-benar berubah!

"Kenapa?" tanya Eliza, nafasnya memburu karena menahan kesal terhadap pria di depannya.

"Di luar sedang hujan, Elizabeth. Jangan nakal," kata Altezza. Matanya menatap Eliza penuh peringatan.

Eliza memijat pelipisnya yang berdenyut. Pusing sekali rasanya menghadapi Altezza yang sangat keras kepala.

Padahal, keduanya sama-sama keras kepala.

"Kemarilah, aku tidak akan berbuat macam-macam denganmu." Altezza menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya, meminta Eliza agar mendekat.

"Kalau kamu tidak patuh denganku, aku tidak janji setelah ini kamu akan baik-baik saja," lanjutnya.

Eliza yang tadinya hendak menolak pun—mengurungkan niatnya. Dengan terpaksa dia melangkah mendekati Altezza. Ia hendak duduk di pinggiran ranjang, namun Altezza lebih dulu menariknya supaya duduk di sampingnya.

"Dingin?"

Elizabeth mengangguk menjawab pertanyaan itu. Dia juga diam saat Altezza memasangkan jas ke tubuhnya yang mungil. Jas milik Altezza tentu saja akan terlihat besar di tubuh Eliza.

Altezza menarik tangan Eliza agar merebahkan diri, namun, Eliza menahannya. Hal itu membuat Altezza menatapnya dengan tajam.

"Elizabeth," tegurnya.

"A–aku lapar," lirih Eliza dengan bibir melengkung ke bawah.

Wajah Altezza langsung berubah lembut, dia tersenyum kecil mendengar suara Eliza yang seperti anak kecil.

"Baiklah, kita pesan makanan."

"Tapi, di luar sedang hujan. Sepertinya tidak akan ada yang mau menerima orderan," ujar Eliza, tapi tak membuat Altezza berhenti menghubungi seseorang.

"Aku tidak akan membiarkanmu kelaparan."

Jantung Eliza berdetak kencang mendengar ucapan Altezza, bahkan dia sampai merinding, sedangkan si empu malah sibuk menghubungi seseorang.

"Mau makan apa?"

"Apa saja," jawab Eliza. Dia tidak mau neko-neko, ada yang mau mengantarkan makanan saja dia sudah bersyukur.

Tak sampai 15 menit, Altezza beranjak untuk membuka pintu ruangannya. Eliza hanya diam sambil mengeratkan selimut karena kedinginan. Padahal suhu AC nya tidak dingin, tapi tetap saja Eliza kedinginan.

"Siapa manusia gila yang mau mengantar makanan hujan-hujan begini," gumamnya.

Altezza kembali membawa dua kantong plastik besar dengan sebuah logo restoran ternama. Eliza menatap penuh minat ke arah dua benda tersebut.

"Apakah sangat dingin?" Telapak tangan Altezza menyentuh leher Eliza, detik itu juga keningnya mengerut.

"Kamu demam?" Altezza meletakkan plastik yang dia bawa ke lantai, setelahnya dia menangkup wajah Eliza yang terlihat pucat.

"Demam? Aku bahkan tidak merasakan pusing sama sekali, Al," jawab Eliza sembari menurunkan tangan Altezza dari kedua pipinya. "Tanganmu dingin," lanjutnya.

Altezza tak menjawab, dia segera mengambil makanan untuk Eliza.

"Makanlah, setelah itu minum obat." Dia menyodorkan sesuap makanan pada Elizabeth, dan diterima baik oleh gadis itu.

"Ada nasi juga di sini, kamu mau?"

Karena sangat lapar, Eliza pun mengangguk saja, ia membiarkan Altezza menyuapinya. Bosnya ini tampak perhatian dan lembut, Eliza sampai terpesona melihat wajah tampan yang sedikit ramah dari biasanya.

"Kamu tidak makan?" tanya Eliza.

"Habiskan makananmu dulu." Altezza mengusap sudut bibir Eliza yang terkena saos.

"Aku bisa makan sendiri, kamu—"

"Elizabeth."

Bibir Eliza terkatup rapat. Tangannya yang tadi terulur hendak mengambil alih kotak makan—kini dia masukkan kembali ke dalam selimut dan membiarkan Altezza menyuapinya kembali.

Setiap Altezza memanggil namanya dengan nada teguran, Eliza pasti akan terdiam. Apalagi ditambah tatapan tajam dari Altezza. Lebih baik menurut daripada kena amuk.

Bersambung...

1
Marnala Rotua
keren ceritanya
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣berkah buat Al 🤣🤣🤣🤣
yourheart
kawal sampe nikahhh🤭🤭
yourheart
luar biasa
vj'z tri
🏃🏃🏃🏃🏃🏃 kaborrrrr 🤣🤣🤣
vj'z tri
semalam aku mimpii mimpi buruk sekali ku takut berakibat buruk pula bagi nya ,kekasih ku tercinta yang kini di depan mata asekkk 💃💃💃
vj'z tri
walaupun sedikit kan judul nya tetap terpesona aku Ter pesona memandang memandang wajah mu yang ganteng 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
dyarryy
mumpung hari senin, yuk vote dulu🥰🥰
vj'z tri
jangan menilai dari cover nya pak bos 🤭🤭🤭
vj'z tri
byar koe ndok 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 gak boleh bawa contekan kah 🤗🤗🤗
vj'z tri
😅😅😅😅😅😅😅😅😅sabar sabar sabar
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aku hadir Thor bpembukaan yang kocak
yourheart
lanjutttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!