Mengisahkan kehidupan seorang siswa laki-laki yang telah mengalami patah hati setelah sekian lamanya mengejar cinta pertamanya. Namun, setelah dia berhenti ada begitu banyak kejadian yang membuatnya terlibat dengan gadis-gadis lain. Apakah dia akan kembali ke cinta pertamanya, atau akankah gadis lain berhasil merebut hatinya?
Ini adalah kisah yang dimulai setelah merasakan patah hati 💔
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Katsumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3 : Masakan Istri Masa Depanmu
...[POV 1 MIKA]...
Akhirnya... aku resmi tinggal di rumah Darling.
Dengan pelan, aku merapikan barang-barangku yang tadi sempat berhamburan karena koper malang itu dibuka secara paksa. Yah... meskipun sempat ada insiden "celana dalam", tapi untungnya Darling gak lihat terlalu lama... atau mungkin dia sengaja ngelirik? Hmph.
Tanganku mulai melipat baju-baju yang kupunya, sebagian kususun rapi dalam lemari yang tadi katanya kosong, punyanya Darling tapi belum pernah dipakai. Aku jadi heran, kenapa bisa kosong? Apa dia nggak pernah bener-bener punya barang banyak? Atau... memang dia tipe yang nggak peduli tempat?
Saat aku masuk ke kamar Darling, rasanya... aneh. Bukan karena suasananya dingin atau berantakan, justru sebaliknya. Kamarnya rapi banget, mungkin terlalu rapi untuk ukuran cowok seusianya.
Aku sempat melirik sekeliling.
Ada rak buku di sudut ruangan, sebagian besar berisi komik dan novel. Judul-judulnya familiar... ternyata selera bacanya gak berubah sejak kecil.
Aku senyum sendiri, jemariku sempat menyentuh salah satu punggung komik yang tersusun rapi.
Mataku lalu terhenti pada sebuah meja belajar. Di atasnya ada buku terbuka dan sebuah pena, sepertinya catatan. Tapi aku memutuskan untuk nggak menyentuhnya. Itu barang pribadinya. Aku bukan tipe gadis yang asal mengutak-atik barang orang yang kusukai. Walau... rasa penasaranku cukup tinggi sih.
Setelah semua pakaianku masuk ke dalam lemari dan koper kusimpan di bawah tempat tidur, aku duduk sebentar di sisi ranjangnya. Ranjang ini keras... tapi hangat. Mungkin karena ini tempat Darling tidur?
Aku memeluk bantalnya sebentar, lalu tertawa kecil sendiri.
"Akhirnya... setelah sekian lama, aku bisa berada di sampingmu lagi, Darling." ucapku lirih.
Kebersamaan ini... mungkin cuma awal. Tapi aku akan memanfaatkan setiap detik yang kupunya. Karena... aku ingin dia mengingatku kembali. Bukan hanya di pikiran, tapi juga di hatinya. Seperti dulu.
Aku, Mika... tunanganmu dan teman masa kecilmu yang gak pernah berhenti mencintaimu, bahkan setelah semua ingatanmu tentangku menghilang.
.
.
.
Setelah semua barang-barangku rapi, koper sudah tersimpan di bawah tempat tidur, dan lemari sudah kutempati, aku menghela napas lega. Rasanya seperti… rumah. Entah kenapa, kamar ini terasa nyaman walau baru saja kutinggali.
Aku berdiri dan melangkah keluar kamar. Suasana rumahnya hening, hanya suara kipas angin yang berputar pelan dan... dentingan plastik?
Aku mengikuti sumber suara itu menuju dapur, dan saat sampai di sana, aku menahan tawa.
Darling sedang jongkok di depan rak dapur, menata bungkus-bungkus mie instan seperti sedang membangun benteng kecil dari mie rasa soto, kari ayam, rendang, dan entah apa lagi. Sementara itu, camilan dan minuman kalengan ia susun rapi di pintu kulkas. Wajahnya serius banget, kayak lagi ngurus proyek negara.
Tanpa sadar aku nyeletuk,
"Apa Darling cuma makan mie aja sehari-hari?"
Darling sontak kaget. Hampir saja bungkus mie yang satu lagi di tangannya jatuh.
"Eh!? M-Mika? Nggak, maksudku... ya, kadang-kadang aja sih, hehe..." jawabnya canggung, jelas kelihatan bohong.
Aku melipat tangan di depan dada, menatapnya tajam sambil mendekat.
"Kamu bohong, ya?" ucapku tegas.
Ia langsung mengalihkan pandangannya, panik.
Aku menghela napas pelan, lalu tersenyum.
"Mulai sekarang aku yang bakal bertanggung jawab soal makanan Darling."
Darling tampak kaget, "Hah? Eh… nggak usah repot-repot—"
Aku langsung menunjuk wajahnya dengan senyum penuh tekad.
"Besok, setelah pulang sekolah, kita belanja bahan makanan. Titik. Aku mau Darling makan makanan sehat, bukan mie instan lima rasa bertumpuk!"
Wajahnya memerah, mungkin karena malu, mungkin juga karena pasrah.
"Y-ya deh..." jawabnya pelan, seperti anak kecil yang ketahuan nyemil sebelum makan malam.
Aku tertawa kecil dan mendekatinya, lalu mengelus kepalanya pelan.
"Good boy~"
Dia langsung mundur satu langkah sambil mengusap kepalanya sendiri, wajahnya makin merah.
Haha, gemas banget reaksinya.
"Duh... kenapa rasanya menyenangkan banget bisa ngurusin kamu lagi, Darling..." batinku, sambil ikut duduk di lantai dapur dan membantu merapikan camilan.
"Darling tunggu di ruang tamu aja, biar aku urus sisanya," ucapku.
Kemudian aku membuka kulkas dan mengecek bahan-bahan yang tadi sempat kubeli sebelum ke rumah Darling. Lumayan, masih ada beberapa kentang, tempe, bumbu dapur, dan... dua bungkus mie goreng. Yah, cukup lah buat malam ini.
"Aku bakal masak buat malam ini, mumpung masih ada sisa bahan waktu aku beli sebelum ke rumah Darling tadi siang," ucapku sambil menggulung lengan baju.
Darling yang duduk di sofa hanya mengangguk pelan. "Iya... terserah kamu aja..." jawabnya lemas, seperti sudah menyerah sama kehadiranku. Lucu juga sih lihat wajah pasrah gitu.
Aku mulai sibuk di dapur, mengupas dan memotong kentang, lalu mengiris tempe. Panas dari wajan mulai menyambut saat minyak sudah siap, dan suara kriuk dari gorengan mulai terdengar.
"Wangi ya~" gumamku senang sendiri.
Aku menambahkan sambal tumis buat kentang dan tempe goreng itu. Sambil menunggu, aku rebus dua bungkus mie goreng dan ceplok telur buat masing-masing. Nggak ada nasi? Gampang, mie bisa jadi pengganti.
Saat aku fokus di dapur, tiba-tiba terdengar suara Darling dari arah ruang tamu.
"Emang kamu sekolah di mana?"
Aku meliriknya sambil tetap mengaduk wajan. "Satu sekolah sama Darling, besok aku bakal pindah ke sana," jawabku santai.
"Hah?" dia kelihatan kaget, duduknya jadi lebih tegak.
Hehe... ya wajar sih, aku memang belum bilang soal itu. Tapi... aku punya alasan kok.
"Kok bisa—"
"Nanti aku ceritain," potongku sambil tersenyum. "Yang penting sekarang, kamu makan dulu, biar kuat ngadepin hidup yang penuh misteri ini."
Setelah beberapa menit, makanan siap. Aku menyajikannya di atas meja makan kecil yang ada di dekat dapur. Piring dengan mie goreng plus telur, dan satu piring lagi berisi tumisan kentang sambal dengan tempe goreng.
"Yosh! Makan malam siap~" seruku senang sambil memanggilnya.
Darling bangkit dan berjalan mendekat. "Wangi banget..." katanya pelan.
Aku tersenyum bangga, "Tentu saja. Ini masakan istri masa depanmu."
"Eh...!?" wajahnya langsung merah, dan dia tersedak udara.
Aku ngakak pelan, puas banget bisa menggoda dia.
Aku duduk di depan Darling dan meletakkan sendok di pinggir piring. Mie goreng telur dan kentang sambal tempe tampak menggoda. Dia menatap makanannya sejenak, lalu mulai mengambil sendoknya dan mulai makan.
Aku ikut menyuapkan ke mulut, dan... wah! Not bad! Aku juga kaget bisa bikin makanan seenak ini. Tapi lebih seneng lagi liat ekspresi Darling waktu dia makan.
"Enak?" tanyaku sambil nyengir.
Dia mengangguk pelan. "Iya... enak. Serius."
Senangnya... Hatiku hangat banget rasanya. Aku senyum lebar, tapi nggak mau terlalu keliatan girang, takut dibilang norak. Tapi jantungku kayak lagi nyanyi-nyanyi gitu.
Kami makan dalam diam untuk beberapa saat. Cuma suara sendok dan garpu yang saling berdenting sama piring, dan kadang suara krispi dari tempe yang dikunyah. Tapi tiba-tiba ekspresi wajah Darling berubah sedikit. Matanya seperti menerawang.
"Ada apa, Darling?" tanyaku, menghentikan suapan.
Dia kelihatan agak terkejut ditanya. "Ah... nggak. Cuma... Ini kayaknya kali kedua aku makan bareng sama orang... di rumah ini."
Aku menatapnya, lalu tersenyum... dan tiba-tiba menyipitkan mata curiga.
"Kamu lagi mikirin cewek lain ya?"
Dia langsung kelihatan panik, sendoknya hampir jatuh. "B-bukan! Maksudku bukan gitu!"
Aku menyilangkan tangan dan memasang wajah cemberut. "Hmph!"
Dia hanya tertawa kaku dan tersenyum canggung, gak berani ngelihat langsung ke mataku. "Hehe..."
Hah... dasar. Dalam hati aku ngerasa cemburu, tapi juga geli sendiri. Aku tahu Darling belum inget sepenuhnya soal aku. Tapi tetep aja... denger dia bilang pernah makan bareng cewek lain di rumah ini, rasanya... nyesss.
Aku mencubit pipinya pelan. "Darling nakal. Tapi gak apa-apa... nanti juga bakal inget siapa yang paling manis~"
Dia langsung merah dan malah tambah canggung.
Aku ketawa kecil sambil lanjut makan. Dalam hati, aku bikin janji. Pelan-pelan aja... tapi pasti. Aku bakal buat kamu inget semuanya, dan jatuh cinta padaku lagi dari awal.
kayaknya bertambah saingannya