“Tolong cabut paku di kepala kami! Tolong! Argh sakit!”
“Tolong aku! Paku ini menusuk otak hingga menembus batang tenggorokan ku! Tolong!”
Laila baru saja dimutasi ke wilayah pelosok. Dia menempati rumah dinas bekas bidan Juleha.
Belum ada dua puluh empat jam, hal aneh sudah menghampiri – membuat bulu kuduk merinding, dan dirinya kesulitan tidur.
Rintihan kesakitan menghantuinya, meminta tolong. Bukan cuma satu suara, tetapi beriringan.
Laila ketakutan, namun rasa penasarannya membumbung tinggi, dan suara itu mengoyak jiwa sosialnya.
Apa yang akan dilakukan oleh Laila? Memilih mengabaikan, atau maju mengungkap tabir misterius?
Siapa sebenarnya sosok bidan Laila?
Tanpa Laila tahu, sesungguhnya sesuatu mengerikan – menantinya di ujung jalan.
***
Instagram Author ~ Li_Cublik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong : 08
‘Siapa dia? Mengapa bisa mengetahui statusku?’
Laila tersenyum tipis, dia sama sekali tidak merasa terintimidasi apalagi kerdil. Paham akan maksud pertanyaan bernada nyaring menarik perhatian itu. “Betul, suster Sujar. Apa hal tersebut membuat Anda risih? Mengapa saya melihat ekspresi meledek di wajahmu? Bukankah wajar bila seorang istri menjadi janda setelah suaminya meninggal dunia?”
Maksud hati ingin mempermalukan, tetapi malah dia yang mulai diserang, dipermalukan. “Tentu saja tidak. Aku cuma kasihan, masih muda tapi sudah menjanda. Kalau disini, status itu dipandang sebelah mata. Bila dikarenakan perceraian, maka akan dianggap tak becus mengurus suami, dan tak patut dijadikan contoh sebab dia bukan wanita baik-baik. Namun, kalau dipisahkan oleh kematian – bisa jadi si istri pembawa sial.”
Laila bersedekap tangan, menatap biasa saja pada wanita yang mencoba memprovokasinya.
“Lalu bagaimana dengan para wanita tua yang ditinggal mati suaminya dikarenakan batas umur di dunia telah habis? Apa mau dianggap pembawa sial juga kah? Kalau iya – bukankah hal itu juga berlaku kepada ibu mu suster, Sujar? Atau jangan-jangan kau tak memiliki orang tua, sehingga enteng betul berucap hal seperti tadi.”
Tubuh Sujar menegang, ekor matanya melirik dua orang perawat yang saling berbisik. “Anda kelewatan bidan Laila! Aku cuma mengungkapkan fakta yang terjadi di sini, mengapa jadi membawa orang tuaku?”
“Jangan berekspresi berlebihan suster Sujar. Anda yang memulai duluan, mengapa kini seolah menjadi seorang korban? Atau memang begini cara Anda menyambut kehadiran tenaga medis baru? Ingat satu hal! Di sini, status saya lebih tinggi darimu – tolong jaga sikap! Jangan sampai hal tak mengenakan ini sampai kedinas kesehatan tingkat kabupaten!”
Laila mundur agar bisa melihat nakes lainnya. “Saya disini untuk mengabdi – memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat. Bukan mencari musuh ataupun mau bersaing dengan siapapun itu!”
“Tolong tunjukkan dimana ruangan saya!” Netranya memindai empat orang suster termasuk sujar dan Ratih.
“Mari saya antar, bu Bidan.” Perawat bernama Lasmi berjalan duluan, dia membuka pintu kamar rawat diperuntukkan bagi bidan baru yang sekaligus menjadi ruangan pemeriksaan ibu hamil.
Laila berjalan tegak dengan dagu terangkat. Dia sama sekali tidak takut akan mendapatkan kesulitan dikemudian hari. Dan dimanapun ia berada, asal benar maka akan melawan saat diperlakukan semena-mena.
“Terima kasih, suster _”
“Panggil saja Lasmi, bu Bidan.” Tangannya terulur duluan, ia tersenyum ramah.
Laila menyambut dan langsung melepaskan jabat tangan itu.
“Anda berani sekali menantang putri angkat pak lurah, bu Bidan. Saya sampai takjub dibuatnya.”
“Siapa yang putri angkat pak Lurah?” Laila meletakkan tasnya di atas meja.
Sebelum menjawab, Lasmi terlebih dahulu melihat pada pintu terbuka. Saat di rasa aman, dia mendekati Laila, lalu berbisik lirih. “Suster Sujar itu putri angkatnya pak lurah Karsa. Makanya sifat dan tabiat nya seperti itu – sombong. Apalagi kalau ada anggota medis baru, dia merasa sok berkuasa.”
‘Pantas saja dia tahu soal statusku. Ternyata anak pungut orang berkuasa di sini. Sungguh murahan sekali caranya ingin mengintimidasi.’
Sekarang Laila paham dari mana Sujar mengetahui kalau dirinya seorang janda. Sebelum menuju ke rumah dinas, Laila terlebih dahulu melapor ke kantor lurah. Menyerahkan berkas kepindahannya lengkap dengan foto copy data diri.
“Satu hal lagi yang wajib Anda ketahui bu Bidan. Agar tak terulang kejadian seperti tadi – suster Sujar itu menyukai juragan Pramudya. Sudah sedari almarhum istri sang juragan meninggal dunia,” Lasmi bagaikan seorang wartawan pemburu berita, memiliki banyak informasi.
‘Jadi pria tempo hari yang beraura misterius itu seorang duda?’
Laila tetap menjaga rautnya. “Terima kasih banyak atas informasi berharga ini suster Lasmi. Akan saya ingat pesan Anda.”
Ekspresi Lasmi terlihat kecewa, dia kira akan mendapatkan kata-kata lebih dari terima kasih. Seperti pujian misalnya, atau pengajuan pertanyaan lainnya.
‘Ternyata bidan satu ini bukan tipe penggosip’ Diapun keluar ruangan dengan wajah kembali ceria.
‘Dasar bermuka dua, tukang penjilat. Aku tahu maksudmu memberikan informasi cuma-cuma, demi mengamankan diri agar pekerjaanmu lancar jaya,’ dalam hati ia mengatai Lasmi.
Dibalik sikap penakut dan ceroboh nya – Laila pintar membaca gesture dan ekspresi seseorang. Terlebih sewaktu indera ke-enam nya belum di segel.
***
Setelah drama penyambutan tak mengenakan tadi, Laila mulai melakukan tugasnya sebagai seorang bidan. Memeriksa kandungan, dan memberikan pemahaman perihal kehamilan.
Dalam diam, dia mencoba mencari petunjuk. Mempelajari karakter rekannya, dan berusaha menggali informasi tentang wilayah desa dari mulut ibu hamil ataupun suaminya yang sedang menemani sang istri periksa kandungan.
“Bu, saat musim panas seperti ini – dedek bayi nya jangan dipakaikan baju yang tidak menyerap keringat. Apalagi bahan renda-renda seperti ini, agar keringat buntet (biang keringat) nya tidak bertambah banyak.” Laila melepaskan rok tutu yang dikenakan bayi berumur 6 bulan.
“Terima kasih, Bu Bidan.” Sang ibu menggendong bayinya yang telah diperiksa. “Memang sekarang cuacanya panas sekali. Sudah sebulan lebih belum ada hujan.”
Laila merespon ringan. “Enaknya kalau seperti ini mandi di sungai apalagi air terjun ya, Bu? Pasti rasanya segar sekali.”
“Betul itu, bu Bidan. Sayangnya air terjunnya cuma ada dibelakang rumah juragan Pramudya. Andai saja di tempat lain, pasti sudah diserbu,” ucap ibu muda tadi.
Jemari Laila terhenti saat menuliskan resep obat. “Bayar ya bu kalau mau mandi di air terjun itu? Sehingga tak ada yang mau kesana?”
“Bukan Bu. Cuma kami tak ada yang berani! Selain tempat pribadi – konon katanya disana angker.”
“Oh ….” Laila menatap biasa saja, lalu menyerahkan kertas terdapat tulisan tangannya.
***
“Suster Sujar, tolong carikan berkas rekam medis yang ditangani oleh Bidan sebelumnya! Saya ingin mempelajari tentang keluhan penyakit yang biasa menjangkit para ibu hamil maupun bayi mereka.”
Sepanjang menemani Laila, wajah Sujar terus bermuram durja. Dia berjalan lebar keluar dari ruang pemeriksaan.
“Apa dia pelakunya? Tidak-tidak, aku tak boleh terlalu dini menyimpulkan.” Laila menggelengkan kepalanya. “Tapi air terjun itu cuma ada di belakang rumahnya.”
“Ini!” berkas lumayan tebal itu sedikit dibanting di atas meja. Tanpa permisi dia langsung keluar, jam sudah menunjukkan waktunya makan siang.
Laila tidak sudi mengucapkan terima kasih kepada orang seperti Sujar. Dia buka jejak pekerjaan bidan Juleha, menyingkirkan tiga nama bidan sebelumnya.
Tidak ada yang mencurigakan, semua yang tertulis tentang nama pasien baik balita dan ibu hamil, serta keluhan penyakit yang didera.
‘Tunggu!’ Dia menutup berkas tadi. ‘Bidan Juleha dan keluarganya – rutin berkabar setiap bulan. Lantas, kemana dua surat yang seharusnya dikirim dari Pekanbaru?’
Tok.
Tok.
"Maaf bu Bidan. Pak lurah Karsa mengajak makan bersama – sebagai bentuk penyambutan bu Bidan Laila mengabdi di kelurahan Sumberejo." Lasmi berdiri di batas pintu.
Laila berdiri, mengambil dompet di dalam tas dan mengantonginya. Dia berjalan di samping Lasmi menuju warung makan seberang jalan bersebelahan dengan kantor kelurahan.
"Oh ini yang namanya bidan Laila, selamat bergabung. maaf beberapa hari yang lalu saat kedatangan Anda. Saya sedang ada tugas diluar."
Sesaat Laila tertegun, matanya sedikit menyipit kala melihat benda tertanam di sudut bibir pak lurah.
'Ternyata ....'
.
.
Bersambung.
iya kah?
tapi kalau g dibaca malah penasaran
Smoga Fram dan Laila jodoh ya. 😆
di tunggu kelanjutan intan paok ya ka
salah satunya antisipasi untuk hal seperti ini.
bahkan kita sendiri kadang tidak tahu weton kita apa,karena ditakutkan kita akan sembarangan bicara dengan orang lain.
waspada dan berhati hati itu sangat di perlukan .
tapi di zaman digital sekarang ,orang orang malah pada pamer weton kelahirannya sendiri🤣
aciye ciyeeeee si juragan udh kesemsem sama janda perawan
Thor lagi donk