NovelToon NovelToon
Hanya Sebuah Balas Dendam

Hanya Sebuah Balas Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hazelnutz

Wu Lan Cho, adalah sebuah Negeri yang sangat penuh dengan misteri, pertumpahan darah, perebutan kekuasaan. salah satu kekaisaran yang bernama Negeri Naga yang di pimpin oleh seorang Kaisar yang sangat kejam dan bengis, yang ingin menguasai Negeri tersebut.

Pada saat ini dia sedang mencari penerusnya untuk melanjutkan tekadnya, dia pun menikahi 6 wanita berbeda dari klan yang mendukung kekaisarannya. dan menikahi satu wanita yang dia selamatkan pada saat perang di suatu wilayah, dan memiliki masing-masing satu anak dari setiap istrinya.

Cerita ini akan berfokus kepada anak ketujuh, yang mereka sebut anak dengan darah kotor, karena ibunya yang bukan seorang bangsawan. Namanya Wēi Qiao, seorang putri dengan darah gabungan yang akan menaklukan seluruh negeri dengan kekuatannya dan menjadi seorang Empress yang Hebat dan tidak ada tandingannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ujian Tahap Pertama

Setelah sang Kaisar meninggalkan lapangan utama, suasana yang tadinya penuh wibawa berubah menjadi riuh rendah. Para calon murid saling berbicara, membentuk kelompok-kelompok kecil, membicarakan ujian, dan sesekali melirik satu sama lain untuk mengukur lawan yang akan mereka hadapi selama di Kastil Kaki Naga langit.

Di atas pendopo, Penjaga Kedua seorang pria bertubuh tinggi besar dengan tatapan tajam bagai mata elang melangkah masuk kembali. Langkah kakinya begitu berat, namun penuh irama, seolah setiap hentakan menyampaikan tekanan yang membuat udara di lapangan menjadi lebih pekat. Begitu dia berdiri di tengah pendopo, ia membiarkan pandangannya menyapu seluruh lapangan.

Raut wajahnya tiba-tiba berubah dingin. Aura mengerikan terpancar dari tubuhnya, begitu kuat hingga sebagian besar murid tanpa sadar menegakkan tubuh. Kemudian ia mengaum, suaranya memecah udara seperti gelegar petir:

“BISAKAH KALIAN BERDIRI DENGAN BENAR!”

Seketika, semua obrolan terhenti. Keheningan menyeruak. Angin yang berhembus pun seolah menahan diri.

Mata Penjaga Kedua akhirnya terhenti pada sosok yang berdiri sendirian di bagian paling belakang lapangan Wēi Qiao. Tidak ada klan yang mau berdiri di dekatnya, tidak ada kelompok yang menerima kehadirannya. Seolah dia adalah sosok yang harus dijauhi. Penjaga Kedua menatapnya tajam, dan di dalam hati ia bergumam sinis:

"Lihat itu… anak haram Kaisar."

Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum tipis penuh makna.

"Tahun ini… sepertinya akan menarik."

Penjaga Kedua menatap kembali ke arah semua calon murid, lalu berkata dengan suara lantang namun dingin:

“Saya hanya akan mengatakan ini sekali. Jadi dengarkan baik-baik!”

Suasana lapangan semakin tegang. Sebagian murid bahkan terlihat menelan ludah. Ada yang menunduk, ada pula yang memaksakan diri tetap menatapnya walau mata mereka bergetar.

“Kalian akan menghabiskan empat tahun di dalam kastil ini untuk menempuh ilmu bela diri. Dalam empat tahun itu, akan ada enam tahapan ujian yang harus kalian lalui.”

Bisik-bisik kembali terdengar di antara para murid.

Wajah Penjaga Kedua langsung mengeras. Dengan gerakan cepat, ia mencabut pedang di pinggangnya dan mengayunkannya ke udara. Teriakan serangannya menggema:

“Pedang Api Pembelah Langit!”

Seketika, dari tebasan itu muncul lidah-lidah api yang menyala terang di udara, membelah awan tipis di atas kepala mereka. Panasnya terasa hingga ke barisan paling belakang. Semua murid langsung terdiam, mata mereka membesar menyaksikan kekuatan itu.

Dengan nada yang kembali dingin, ia melanjutkan:

“Setiap kali kalian lolos dari satu tahapan ujian, kalian akan mendapatkan tiga keuntungan besar.”

Tangannya terangkat, satu jari menunjuk ke atas.

“Pertama Pil Air Mata Naga.”

Sekelompok murid di depan Wēi Qiao saling berbisik dengan nada kagum.

"Kamu tahu? Pil itu bisa memberimu tenaga dalam setara dua puluh tahun latihan."

Yang lain membalas cepat, hampir berteriak karena terkejut:

"Kau gila? Mereka akan memberikannya setiap kali kita lolos satu tahapan, dan ada enam tahapan! Itu berarti… enam pil!"

Suara temannya semakin bersemangat:

"Kalau begitu, kita akan punya kekuatan tenaga dalam yang luar biasa!"

Mendengar itu, Wēi Qiao menunduk sedikit. Dalam hatinya ia bergumam:

"Kalau aku ingin bertahan di sini… aku harus lolos setiap tahapan dan mendapatkan semua pil itu."

Penjaga Kedua mengangkat dua jarinya.

“Kedua, akses ke perpustakaan kastil, yang menyimpan semua kitab ilmu bela diri. Setiap tahapan akan membuka satu lantai. Tapi…”

Matanya menyipit tajam, suaranya merendah namun penuh penghinaan.

“…jangan berharap bisa mencapai lantai kelima. Kalian hanyalah cecunguk yang tidak berguna.”

Ucapannya membuat wajah banyak murid memerah, termasuk beberapa anak Kaisar yang tidak terima direndahkan begitu. Namun, tidak ada yang berani membalas.

Wēi Qiao sendiri terdiam. Matanya sedikit memejam, pikirannya berputar mencari cara untuk melewati semua tahapan. Di dalam hatinya, ia tahu… selama ini enam klan utama melarangnya berlatih tenaga dalam bukan tanpa alasan mereka ingin ia gagal di sini.

Penjaga Kedua mengangkat tiga jarinya.

“Ketiga, kesempatan menjadi pemimpin kelompok.”

Di antara kerumunan, Wēi Jianhua, kakak kedua Wēi Qiao, mendengus pelan. Dalam hatinya ia berkata:

"Jadi ini alasannya sejak kecil kita tidak pernah diizinkan memimpin. Mereka menyaringnya di sini. Hanya yang terkuat yang akan bertahan."

Sementara itu, tangan Wēi Qiao mengepal erat. Amarah mendidih dalam dadanya. Ia memaki enam klan utama dalam hati, memikirkan semua perlakuan yang pernah ia terima sejak kecil.

Ketika pikirannya masih tenggelam dalam kemarahan, suara Penjaga Kedua kembali menggema:

“Karena kalian sudah membuatku kesal…”

Nada suaranya berubah menjadi licik, senyumnya kejam.

“…kita akan mengadakan ujian tahap pertama SEKARANG juga. Ujian ini akan menentukan asrama dan ketua kelompok kalian.”

Suasana langsung meledak.

"Apa? Sekarang?!"

"Bukannya kita harus belajar dulu?"

"Ini tidak adil!"

Riuh rendah memenuhi lapangan. Namun Penjaga Kedua tidak peduli. Ia hanya menatap mereka seperti seekor serigala yang baru saja melihat sekumpulan domba ketakutan.

Di sudut lapangan, Wēi Qiao tetap diam. Tatapannya kosong, namun pikirannya berputar liar.

"Apa yang harus kulakukan? Aku tidak pernah belajar bela diri… tidak pernah berlatih tenaga dalam… bahkan dasar pun aku tidak punya."

Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Tapi saat matanya bertemu dengan tatapan Wēi Xiaolan, kakak keempatnya, yang tersenyum mengejek ke arahnya, amarahnya kembali muncul. Namun kali ini, ia menahannya.

"Tidak… aku tidak boleh terpancing. Aku harus memikirkan cara… bertahan… dan menang."

Sementara itu, Penjaga Kedua melangkah turun dari pendopo, setiap langkahnya membuat tanah seperti bergetar.

“Baiklah, murid-murid tak berguna… mari kita lihat siapa yang akan jatuh lebih dulu.”

Dan ujian tahap pertama… akan segera dimulai.

"LEPASKAN PARA TAHANAN!"

Suara lantang Penjaga Kedua bergema di seluruh pelataran Kastil Kaki Naga Langit, membuat semua peserta merinding.

Serentak, para guru membuka jeruji besi dengan suara kraakkk berat. Beberapa kereta besar yang dipenuhi tahanan perang perlahan digiring ke tengah lapangan. Rantai mereka berderit, kaki mereka menyeret di tanah berbatu, dan di dada masing-masing tergantung lembaran kertas tipis berisi angka—tiket menuju kelulusan.

Mata para tahanan itu kosong… tetapi di balik kekosongan itu ada bara dendam yang membara. Tubuh mereka kurus namun penuh bekas luka dan otot yang mengeras karena bertahun-tahun bertahan hidup di medan perang.

Penjaga Kedua kembali berteriak, suaranya seperti guntur yang menghantam dada setiap peserta.

"Setiap peserta yang bisa merebut seratus kertas dari para tahanan… akan dianggap LULUS ujian tahap pertama!"

Beberapa peserta mulai menelan ludah, yang lain justru menyeringai penuh percaya diri. Terutama anak-anak dari Enam Klan Utama yang sudah terbiasa melihat darah.

“BUKA JERUCI MEREKA!!”

Suara lantang Penjaga Kedua bergema, memantul di dinding-dinding batu megah Kastil Kaki Naga Langit. Gema itu disusul oleh bunyi gedebuk! besi berkarat yang terbuka paksa. Engsel pintu jeruji menjerit seperti naga tua yang terbangun dari tidurnya.

Seketika, udara berubah. Bau keringat, darah kering, dan debu tua menyeruak dari balik jeruji. Ratusan tahanan perang keluar, mata mereka memerah, liar, dan tanpa secercah harapan hidup. Wajah-wajah kurus mereka seperti ukiran dendam yang sudah mengakar. Setiap langkah kaki terdengar berat, tetapi gerakannya meledak dengan agresi begitu pandangan mereka tertuju pada para peserta ujian.

Teriakan pertama terdengar.

Seorang peserta dari klan bawah di barisan belakang jatuh tersungkur, darah memancar dari bahunya. Tahanan yang menyerangnya mencabut belatinya dengan tatapan dingin, lalu berlari mencari korban berikutnya.

Bising memenuhi lapangan:

Benturan logam menghantam logam.

Pukulan menghajar daging.

Jeritan kesakitan bercampur dengan sorakan kemenangan.

Bagi enam klan utama, ini hanyalah pemanasan. Mereka bergerak seperti angin badai—serangan presisi, langkah ringan, dan tubuh yang memantul seperti bayangan di antara darah dan debu. Klan menengah dan atas pun masih mampu mengimbangi, meski dengan napas terengah-engah. Namun bagi peserta dari klan bawah, ujian ini adalah neraka yang nyata.

Di tengah kekacauan itu, Wēi Qiao berdiri mematung sepersekian detik. Jantungnya berdentum seperti genderang perang. Tangannya bergetar di sisi tubuh, bukan karena takut, tapi karena tekanan untuk menahan diri.

"Jika aku menggunakan bela diri… jika mereka tahu… janji Ibu pada Kaisar akan hancur," batinnya menggema.

Sebuah suara pelan, dingin namun teratur, muncul di kepalanya:

“Target di kiri… tiga langkah… hindari serangan atas… condong ke kanan…”

Itu adalah micro bots penasihat sunyi yang menuntunnya tanpa seorang pun menyadari.

Wēi Qiao menarik napas tajam. Dia bergerak terlalu terburu-buru. Seorang tahanan bertubuh besar meluncur dari samping dengan teriakan seperti binatang buas. Belatinya berkilat, mengarah tepat ke tulang rusuknya.

Srekk!

Ujung pedang itu menembus kulitnya, darah hangat mengalir di bawah baju. Napasnya tercekat, pandangannya sempat kabur.

“Luka tembus ringan… peringatan: pergerakan melambat 7%… izinkan perawatan?”

“Tidak! Jangan obati!” bisik Wēi Qiao dalam hati, geram. “Kalau aku sembuh terlalu cepat, mereka akan curiga!”

Dia memaksa tubuhnya bergerak. Sepakan kakinya meleset dari target, membuatnya terhuyung. Tahanan itu terkekeh, mencoba menebas lagi, tapi Wēi Qiao memiringkan tubuhnya, membiarkan goresan pedang berikutnya menyayat lengan kanannya. Perihnya seperti dibakar.

Suara micro bots kembali:

“Jangan hadapi frontal. Gunakan kerumunan. Gerak memutar. Gunakan tahanan lain sebagai tameng.”

Dia menurut. Melangkah ke belakang seorang peserta klan menengah yang sedang bertarung, Wēi Qiao memanfaatkan momen ketika seorang tahanan menyerang dari sisi yang berlawanan. Dia mendorong sedikit peserta itu, membuat tahanan terpukul mundur, lalu menyambar kertas dari dada tahanan dengan cepat.

Satu kertas.

Tinggal sembilan puluh sembilan lagi.

Pertempuran semakin memanas. Debu mengepul seperti kabut perang. Suara teriakan bercampur dengan denting senjata. Tahanan-tahanan yang awalnya kacau kini mulai bergerak berkelompok, menyerang peserta ujian dengan strategi yang mengejutkan. Beberapa peserta mulai jatuh satu per satu.

Wēi Qiao melangkah cepat di antara bayangan tubuh yang bertarung. Ia tidak bisa bergerak seperti para ahli bela diri—gerakannya sedikit ceroboh, kakinya beberapa kali terpeleset di tanah yang licin darah. Tapi arahan micro bots membuatnya selalu selangkah dari maut.

Sampai sebuah suara peringatan muncul lagi:

“Ancaman di belakang, tinggi dua meter, kecepatan tinggi.”

Refleksnya terlambat. Wuuusshh! Sebilah tombak melintas, ujungnya menyayat pinggang kirinya. Darahnya makin banyak, tubuhnya mulai lemas. Tapi matanya tetap menyala.

"Aku harus lolos… Ini cuma tahap pertama… Aku tidak akan tumbang di sini…"

Dengan nafas memburu, dia membiarkan dirinya terlihat kewalahan seolah menjadi target empuk. Ketika tiga tahanan mengepungnya, dia menunduk, berguling di tanah, dan meraih tiga kertas sekaligus di tengah kekacauan itu. Sakitnya luar biasa, tapi rasa puas membuatnya tersenyum tipis.

Waktu berjalan seperti arus deras. Napasnya semakin berat. Tubuhnya penuh luka tusukan di rusuk, goresan di lengan, sayatan di pinggang. Bajunya compang-camping, bercampur merah darah dan cokelat debu.

“Suhu tubuh menurun. Detak jantung meningkat. Risiko pendarahan internal.”

“Diam! Jangan obati… sampai semua selesai…”

Suara micro bots terdiam, hanya mengawasi.

Ketika jumlah kertas di tangannya mencapai angka tujuh puluh, rasa lelah mulai memeluk seluruh persendiannya. Tapi setiap kali hampir tumbang, teriakan, benturan, dan darah di sekitarnya mengingatkannya bahwa ini bukan sekadar ujian—ini adalah medan perang kecil yang menentukan siapa yang layak hidup.

Akhirnya, di bawah sorotan matahari yang mulai condong, dengan tubuhnya yang hampir roboh, Wēi Qiao berhasil meraih kertas ke-100. Tangannya bergetar saat menggenggamnya. Dia menatap langit sebentar, lalu menunduk, menyembunyikan ekspresi kemenangan di balik wajah lelah dan terluka.

Ujian tahap pertama telah mengubah lapangan menjadi lautan tubuh terkapar beberapa pingsan, beberapa tak lagi bernyawa. Sorak sorai pemenang bercampur dengan isak kekalahan.

Dan di antara semua itu, Wēi Qiao berdiri terhuyung, berdarah, namun tetap hidup… dan tak seorang pun tahu, ia baru saja melewati neraka dengan bantuan suara sunyi di kepalanya.

Di puncak atap pendopo, di bawah langit kelam yang mulai menyelimuti Kastil Kaki Naga Langit, sosok penjaga ketiga berdiri tegap. Matanya yang tajam memantau setiap gerak-gerik di lapangan luas di bawahnya dengan penuh kewaspadaan. Suaranya bergema dalam benaknya, meski tanpa suara, hanya pikiran yang terucap:

“Anak itu... menarik.”

Tatapan matanya menyelidik, menimbang-nimbang. “Tanpa bela diri, tanpa tenaga dalam, dia berhasil melewati ujian yang layaknya medan perang ini. Sesuatu yang tak pernah kulihat sebelumnya.”

Angin dingin menyapu wajahnya, namun sorot mata penjaga ketiga tetap fokus pada sosok yang kini berdiri terpincang-pincang di tengah lapangan: Wēi Qiao.

Sementara itu, Wēi Xiaolán berdiri dengan dada yang berdebar. Matanya membara oleh amarah yang tidak bisa disembunyikan. Wajahnya memerah, bukan hanya oleh lelah atau udara dingin, melainkan oleh rasa kesal yang menggelegak.

“Anak haram berdarah kotor itu...” gumamnya dengan suara rendah, nyaris menggeram, “masih belum mati juga.”

Kepalan tangannya mengepal erat di samping tubuhnya, kuku yang menekan kulit hingga hampir memutih. Tatapan matanya dipenuhi dendam dan kebencian yang pekat.

Di tengah keramaian lapangan, tubuh Wēi Qiao yang penuh luka mulai bergoyang pelan. Sebuah senyum tipis muncul di bibirnya, meski lelah mengerogoti setiap sudut wajahnya yang penuh debu dan darah.

“Ini baru permulaan...” bisiknya dengan suara serak, penuh tekad membara.

Namun, tubuhnya yang rapuh itu tidak kuat lagi menahan lelah dan rasa sakit yang terus menumpuk. Perlahan, matanya mulai terpejam, nafasnya melambat, dan tanpa peringatan, Wēi Qiao tumbang ke tanah.

Semua kekuatan yang bersemayam di dalam dirinya terkuras habis, dan tubuhnya yang lemah itu akhirnya menyerah pada kegelapan—pingsan.

Di atas atap, penjaga ketiga menurunkan pandangannya, wajahnya tetap tenang namun penuh arti. Ia tahu perjalanan Wēi Qiao masih panjang dan berbahaya.

“Medan perang ini hanya awal. Pertarungan sesungguhnya baru saja dimulai.”

Langit yang mulai gelap menutupi sisa cahaya sore itu, seakan menyelimuti nasib sang putri berdarah kotor itu yang kini terbaring tak berdaya, namun penuh tekad dan ambisi yang membara.

Sebuah babak baru di Kastil Kaki Naga Langit baru saja dimulai.

1
aurel
hai kak aku udah mampir yuk mampir juga di karya aku
Nanabrum
Gila sejauh ini gw baca, makin kompleks ceritanya,

Lanjuuuuutttt
Mii_Chan
Ihhh Lanjuuuuutttt
Shina_Chan
Lanjuttt
Nanabrum
LANJUUUT THOOOR
Nanabrum
Uwihhh Gilaaa banget
Shina_Chan
Bagus, Tapi harus aku mau tunggu tamat baru mau bilang bagus banget
Gerry
karya nya keren, di chapter awal-awal udah bagus banget, semoga authornya bisa makin rajin mengupload chapter-yang bagus juga kedepannya
Gerry
Sumpaaah kereeeeen
Gerry
Gilaaakk
Teguh Aja
mampir bang di novel terbaruku 😁🙏🏼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!