Perasaan mereka seolah terlarang, padahal untuk apa mereka bersama jika tidak bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Flaseona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Can We? Episode 27.
...« Mantan siapa sih? »...
Kedekatan Arasya dengan Gavan sudah tidak bisa diragukan lagi. Seperti anak itik mengikuti induknya. Arasya senantiasa ada di sekitar Gavan kemanapun lelaki itu pergi.
Menurut mata lain memandang, mungkin Arasya terlihat sangat merepotkan dan mengganggu. Tetapi menurut Gavan, tidak sama sekali. Justru Arasya yang bermanja padanya adalah hal yang ia cari-cari setelah bertahun-tahun hubungan mereka merenggang.
Perjuangan Gavan mendekati Arasya lagi sudah menjadi tontonan harian bagi keluarga Janala. Mami, Devan, serta Senaza selalu mendukung dan membantu pergerakan Gavan mendapatkan kembali atensi Arasya.
Karena hubungan keduanya semakin erat, Arasya sudah jarang sekali tidur di kamarnya. Hanya ketika Arasya mendadak ditinggal kerja Gavan, ia baru akan berleha-leha di kamarnya sendiri. Semua itu bermula setelah kepulangan mereka dari luar kota.
Gavan mengaku tidak bisa tidur jika tidak bersama Arasya, sehingga si empunya merasa kasihan dan akhirnya mau menginap di kamar Gavan sampai waktu yang tidak ditentukan. Apalagi ia sudah melihat bukti bahwa Gavan benar-benar memprihatinkan setelah pulang kerja sebelum acara arisan di mulai bulan lalu.
Hari ini, Arasya ada di rumahnya sendiri. Bersantai sambil menonton film kartun di televisi. Gavan sudah pamit dari kemarin bahwa dia akan sibuk bekerja, sehingga tidak bisa mengajak Arasya.
Gadis tersebut mengangguk, tidak terlalu mempermasalahkan. Toh, di sana Arasya juga akan sendirian karena Gavan duduk terpisah di ruang rapat.
“Dek Ara?”
“Kakak? Udah pulang? Sini-sini.” Arasya melambaikan tangannya, menyuruh Senaza untuk masuk dan duduk di sebelahnya.
“Udah, baru aja. Kakak lagi kesel sama Devan.” Senaza mencurahkan suasana hatinya setelah berhasil mendudukkan diri di sofa.
“Tuhkan. Emang Mas tuh ngeselin, Kakak. Eh, Kakak malah nikah sama Mas.” Bukannya meredakan api Senaza, Arasya justru menyiramnya dengan minyak tanah.
Tetapi untungnya api tidak membara lebih ganas. Senaza tahu Arasya hanya bercanda, atau... Tidak?
“Kesel kenapa, Kakak? Gapapa, jangan sedih karena Mas. Nanti aku bantuin bilang ke Mami biar Mas dimarahin, ya.” Ujar Arasya, ia maju memeluk Senaza.
Sang Kakak tersenyum, merasa hangat dengan sikap si kecil meski awalnya ia seperti tidak didukung. “Itu, Dek. Mantan Devan ada di rumah sekarang. Hih bikin emosi banget.”
Arasya terkejut bukan main. “Hah?! Mas Devan selingkuh sama mantannya, Kak?” teriaknya tidak percaya.
Senaza terkekeh pelan. “Bukan selingkuh, Dek. Mantannya itu lagi main ke rumah. Tahunya juga pas pulang tadi, tiba-tiba dia ada di depan pager nunggunya. Makanya Devan ajak ke dalem.”
“Ih! Kok gitu sih?!” Arasya ikut emosi. “Kenapa juga dia ke sini?! Emangnya dia gak tahu Mas Devan udah nikah sama Kakak?” tanyanya menggebu-gebu.
“Tahu kok. Dia jadi mantan Devan karena ternyata dia suka sama Mas Gavan. Devan langsung putusin pas ketahuan itu. Tapi dia tuh kayak percaya diri banget tahu, Dek. Sok kecantikan. Udah gak ada kabar bertahun-tahun eh tiba-tiba muncul.” Jelas Senaza secara perlahan-lahan. Memastikan Arasya mudah mencerna perkataannya.
“Kok gitu banget sih?” Arasya semakin merah padam.
“Tapi kayaknya sih sekarang mau incar Mas Gavan, Dek.” Bisik Senaza.
Arasya melebarkan matanya. “Terus Mas Gavan gimana?”
“Ya lagi ngobrol di rumah. Sama Devan. Makanya Kakak ke sini aja sama kamu.”
Arasya mengangguk-anggukkan kepalanya. “Yaudah di sini aja, Kakak.” Katanya sambil menarik Senaza supaya bisa saling berpelukan.
“Istriku~”
Sedang asik-asiknya menonton, suara Devan memanggil dari arah depan. Senaza tidak mengindahkannya, pun Arasya yang mendengus dengan mata memicing.
“Kakak tenang aja. Aku bisa lindungi Kakak dari Mas.” Ucap Arasya bak seorang ksatria melindungi permaisurinya.
“Wah, keren sih tuh cewek, Yang. Nyosor banget sama Mas Gavan.” Devan tanpa tahu situasi langsung mendudukkan diri di samping sang istri.
“Mas juga biasa aja lagi. Apa Mas udah meleleh kali ya, Yang?” ia bertanya-tanya sendiri. ”Dek, kamu gak cemburu Mas bakal di ambil orang?”
Akhirnya Devan menatap dua perempuan itu, ia mengernyit bingung ketika dirinya mendapat tatapan tak bersahabat dari Arasya. Sedangkan sang istri seperti tak menganggapnya ada.
“Perasaan aku gak ngapa-ngapain?” Devan mengangkat kedua tangannya. Berlagak seakan ia tertangkap aparat keamanan sebab telah melakukan pencurian.
“Yang? Kenapa deh? Aku gak aneh-aneh lho.” Bujuk Devan pada Senaza.
“Jangan sentuh-sentuh Kakak!” semprot Arasya. Ia menarik Senaza agar menjauh dari jangkauan Devan.
“Dek, jangan becanda ah. Gak lucu.” Ucap Devan memelas. Ia mencoba meraih Senaza, nyalinya menciut ketika sang istri tidak berkata apapun.
“Mas kenapa ke sini? Mantan Mas udah pulang kah?”
“Mantan? Mantan siapa, Adek? Enggak ada. Mas gak punya mantan. Mas pacaran sama Kakak aja, itu pun langsung nikah.” Jelas Devan.
“Bohong!” tuduh Arasya. Berlanjut mengomel dan mengatakan apa yang diceritakan oleh Senaza tadi.
“Ya ampun, Yang. Kamu mah salah paham, Yang. Beneran dulu aku sama dia temenan aja, enggak pacaran. Asli aku cuma bantu dia deketin Mas Gavan. Tapi dulu karena Mas Gavan sibuk sama perusahaannya, dia mutusin buat kerja juga, makanya baru muncul sekarang tuh setelah tahu Mas Gavan udah gak sesibuk dulu.” Devan berucap sambil mengacungkan dua jari tanda perdamaian.
“Kalau gak percaya tanya aja sama Mas Gavan deh. Dia masih di rumah tuh sama Mas Gavan. Ayo berdua, ikut sekalian biar tau aslinya.” Ajak Devan karena dua perempuan itu masih mengeluarkan tatapan curiga padanya.
“Ya ampun sakitnya hatiku. Mau pingsan aja deh. Aku udah gak kuat.” Ujar Devan lagi. Ia pura-pura pingsan dengan merebahkan diri ke belakang dan memejamkan mata.
Benar-benar seperti seorang aktor papan atas yang begitu mendalami perannya.
“Adek.” Yang menjadi topik hangat, Gavan, muncul dan memandang penuh selidik pada Devan. “Kamu ngapain, Dev? Jangan aneh-aneh. Sana pulang kalau cuma mau ganggu Adek aja.” Tutur Gavan sekaligus memfitnah.
“Kenapa ya dunia keras padaku hari ini? Padahal niat awal udah baik, tapi apa yang kudapatkan tidak setimpal.” Devan bergumam, masih di posisi yang sama.
Gavan menggelengkan kepalanya setelah tahu Devan sedang berakting. “Dek, ikut yuk. Temen Mas juga mau kenalan sama kamu. Sekalian jalan-jalan sama cari makan.”
Gavan mendekat pada Arasya, meraih tangan gadis tersebut dan menariknya agar beranjak.
“Aku gamau.” Tolakan dari Arasya membuat Gavan terkejut.
“Lho, kenapa?” tanya Gavan sambil mengusap pipi Arasya.
“Enggak mau. Soalnya Mas Gavan jalan sama mantannya Mas Devan. Kasihan Kakak tahu.”
“Ya ampun, Dek. Bukan mantan, Dek. Cuma temen. Mas Gav, coba bilangin mereka berdua.” Devan bangkit dari pingsannya.
Gavan tertawa, akhirnya tahu kenapa Devan seperti orang yang sangat tersakiti hari ini. “Bukan. Itu temen Mas, bukan Mantan Devan. Ayo Adek ikut, Sena juga, Mas kenalin kalian ke dia.”
...« Terima kasih sudah membaca »...