Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.10
Malam harinya, Evelin sudah bangun dan langsung diberitahu oleh Sekar. Awalnya, Sekar tidak ingin memberitahu. Namun, Satria menyuruhnya memberitahu semuanya tanpa ada yang ditutupi.
Evelin tidak marah, hanya menatap Kara dengan ekspresi dingin.
"Kamu disini aja, Kara. Mama akan kerumah sakit," kata Evelin.
"Tapi Ma..."
"Kara, Mama mohon menurut lah." Desis Evelin, Kara pun sedikit takut dan mengangguk setuju.
"Kenapa Evelin? Apa jangan-jangan gara-gara botol itu, ya? Aku harus cari tahu." Ucap Nada dalam hati, dia bisa merasakan ketakutan Kara.
"Bagus jadilah anak baik." Dia mengusap rambut sang anak.
Evelin pun menitipkan Kara pada Sekar, dan malam ini dia akan kerumah sakit. Malam semakin larut, saat semua orang sudah terlelap Kara masih membuka matanya.
Dia menunggu waktu yang pas untuk masuk ke kamar Evelin dan ini lah saatnya, Sekar, Satria dan Jayden sudah terlelap.
"Huh! Semoga aku menemukan botol itu. Beruntung rumah ini tidak ada cctv," kekeh Kara, dia yang berjiwa dewasa cukup berani tidak takut.
Kara membuka pintu dengan sangat pelan, dia menoleh ke belakang dan merasa aman. Saat masuk kedalam kamar, dia dibuat merinding. Kamar Evelin tidaklah terlalu banyak, seperti di kamarnya dulu bahkan skincare pun tidak ada.
"Bener-bener ya, lu Alfa. Buat Ibunya Kara susah, dasar mokondo." Cibir Kara.
Dia membuka satu persatu laci dan lemari. Dan dia menemukan brankas besi dan sulit dibuka. Kara pun mencoba membuka dengan tanggal lahirnya juga tanggal lahir Evelin. Namun, dia melupakan tanggal lahir Bagas karena tidak ada kesan dengan Bagas.
"Astaga, susah sekali ini milik siapa, ya? Evelin atau Alfa?" gumamnya menatap brankas yang tidak bisa di buka. Kara tidak melanjutkan bukan berarti menyerah tapi dia akan mencari tahu nanti.
Dia pun memilih merebahkan tubuhnya di kamar tersebut, tak lama Kara pun memejamkan mata karena merasa nyaman tidur di kamar sang Ibu.
****
Keesokan paginya, Evelin memutuskan pulang kerumah karena Alfa sudah tidur kembali karena pengaruh obat. Alfa pun sudah memberitahu, bahwa Kara yang mendorongnya walau Evelin pun merasa tak yakin jika sang anak berbuat jahat.
"Evelin, kamu sudah pulang? Bagaimana keadaan, Alfa?" tanya Sekar, saat keluar dari rumah Evelin untuk melihat Kara yang masih tidur.
"Baik dia sudah lebih baik, Mbak. Mungkin dua hari lagi bisa pulang dan tidak ada cedera serius." Kata Evelin, dijawab anggukan Sekar.
Sekar pun pamit untuk pulang, karena dia harus membereskan rumah dan menyiapkan sarapan. Evelin masuk dan mengunci pintu, rumah terasa sunyi dan dingin.
"Kara." Panggil Evelin. Namun, tidak ada jawaban.
Evelin pun memutuskan untuk mandi terlebih dulu, untuk sarapan dia akan membeli di depan kompleks saja. Saat membuka pintu, Evelin mendapati Kara yang terlelap memeluk guling milik Evelin.
"Sayang." Lirih Evelin mengusap rambut sang anak.
"Mama gak percaya kamu menjatuhkan, Alfa. Mama yakin kamu anak baik, Alfa pasti salah." Evelin menggeleng dengan pelan, matanya sudah berkaca-kaca.
Teringat dulu, Bagas sempat memarahi Kara karena tak sengaja menumpahkan teh di meja yang penuh dengan berkas penting. Tak tanggung Bagas memarahi Kara yang masih sangat kecil. Bahkan sampai Kara menangis, karena takut dengan Bagas.
"Jangan menangis, Ma." Bisik Kara, dia berdiri dan mengusap air mata Evelin dan memeluk Evelin.
"Maafkan aku, Mama. Aku gak sengaja, karena Om Alfa memaksa aku untuk membersihkan rumah." Jelas Kara, karena dia tidak mau disalahkan.
"Awas aja kamu, Alfa."
"Tidak apa-apa, kamu gak salah mungkin sudah takdir Om Alfa jatuh." Evelin mengusap punggung Kara yang bergetar.
"Sekarang Kara mandi, lalu kita beli sarapan di luar. Habis sarapan Mama akan kembali kerumah sakit, kamu gak apa-apa kan, sendiri dirumah?" tanya Evelin.
"Gak papa, Ma. Aku berani," balas Kara tersenyum pada Evelin, padahal dia akan menuju rumahnya yang ditempati oleh Rowman. Dia akan mendekati Hana, dan merebut semua miliknya.
Evelin pun memandikan Kara, walau Nada yang ada di tubuh Kara merasa risih. Tapi, dia harus ingat bahwa dia sekarang adalah anak kecil.
Huh!
*****
Sementara persiapan syukuran doa untuk Nada di panti, sedang dipersiapkan oleh Embun dan yang lainnya. Samudra memesan catering untuk makanan, dia juga membeli banyak cemilan dan mainan untuk anak-anak. Tak lupa, Samudra juga membeli kebutuhan bayi.
"Mas Samudra baik, ya!" kata Mbak Aida.
"Iyaa, dia baik sama seperti Nada." Balas Embun.
"Bun, kamu gak naksir sama Mas Samudra?" bisik Mbak Aida.
"Apaan sih, Mbak. Engga lah, kasta kita jauh berbeda bagai bumi dan langit."
"Ehh jangan gitu, siapa yang tahu hati. Bun, siapa tau kamu jadi istrinya Samudra." Celetuk Mbak Aida, Embun hanya tersenyum tipis. Bukannya tidak ingin menikah, dia hanya takut apa yang dialami Nada dia pun mengalami walau tidak semua lelaki begitu.
Tapi, dalam pikiran Embun lelaki sama saja jahat!
Pukul sepuluh pagi, anak-anak panti sudah rapi, cantik dan tampan. Mereka memakai baju busana muslim dan duduk dengan tenang, menunggu pemuka agama memimpin doa.
Samudra dan kedua orang tuanya pun hadir, orang tua Samudra berterima kasih karena mau mengurus jenazah Nada.
"Nada sudah saya anggap, anak sendiri. Nyonya," kata Bunda Kasih.
"Jangan panggil, Nyonya. Panggil saja Julia," balas Julia.
"Baiklah Julia, ayo kita ke dalam." Ajak Bunda Kasih.
Samudra menatap foto Nada, dia menyeka sudut matanya. Sepupu yang baru saja ditemui, kini sudah tenang disana.
"Nada, aku akan mewujudkan keinginanmu dengan membangun panti menjadi lebih besar. Juga keinginan kamu memberikan usaha untuk, Embun." Gumam Samudra, dia menatap foto Nada juga Embun.
****
Setelah selesai sarapan, Evelin mengantar Kara pulang kerumah. Kara meyakinkan bahwa dia akan baik-baik saja.
"Benar, kamu gak mau kerumah, Tante Sekar?" tanya Evelin.
"Nggak, Ma. Aku mau kerumah teman, dia ada di blok H." Balas Kara, Evelin pun mengangguk lalu memberikan uang saku untuk sang anak.
"Mama pergi dulu, ya! Kalau ada apa-apa cepat hubungi. Mama, oke!"
"Siap laksanakan." Kekeh Kara, dia memeluk Evelin lalu mengantarnya ke depan.
Setelah mobil yang membawa Evelin tak terlihat, Kara langsung mengambil sepeda miliknya yang sudah lama tidak dipakai.
"Untung masih bagus, oke saatnya beraksi."
Dengan semangat Kara mengayuh sepeda roda empat miliknya, Nada tertawa merasa senang. Seolah dia sedang mengulang waktu, dimana dulu saat seusia Kara. Dia memilih sibuk membantu Bunda Kasih mengasuh adik-adik yang lebih kecil. Kalaupun ada sepeda, dia selalu sabar untuk menunggu giliran memakai.
"Astaga, seru juga ya!" Kekeh Kara, tak lama dia sudah sampai di depan gerbang rumahnya ya rumahnya. Karena sampai sekarang Nada yakin, sertifikatnya atas nama dirinya.
Nada hanya memperhatikan didepan gerbang, sampai gerbang terbuka membuat Kara terkejut.
"Heh! Bocah, minggir Tuan saya mau lewat." Seru pak satpam.
"Ba-baik." Jawabnya.
Dan benar saja, mobil berwarna hitam pun melintas didepan Kara. Rowman yang ada didalam tak mempedulikan Kara, dia fokus pada laptop didepannya. Saat akan menutup pintu, Hana melihat Kara.
"Hey! Ayo main." Ajak Hana antusias.
"Jangan, Non. Nanti Nyonya marah, lebih baik non masuk aja." Titah sang pengasuh.
"Tapi, aku mau main sama dia. Mbak, kayaknya baik deh." Ujar Hana, dia terus menatap ke arah Kara yang tersenyum.
"Jadi gimana, Mbak? Mau di suruh masuk atau jangan?" tanya pak satpam.
"Ya sudah suruh masuk saja bocah itu."
"Baik, ayo masuk kamu dengarkan?"
"Iya, makasih."
Dalam hati Nada bersorak senang, dia menyembunyikan senyum dengan sangat baik. Dia akan mendekati Hana, dan membuat bocah tersebut percaya padanya.
"Rowman, aku datang. Tunggu pembalasanku!!"
Bersambung ...
maaf typo
Like, komen ya guysss