“Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan.” —Zea
Zea Callista kehilangan orangtuanya dalam sebuah pembantaian brutal yang mengubah hidupnya selamanya. Diasuh oleh paman dan bibinya yang kejam, ia diperlakukan layaknya pembantu dan diperlakukan dengan penuh hinaan oleh sepupunya, Celine. Harapannya untuk kebebasan pupus ketika keluarganya yang serakah menjualnya kepada seorang mafia sebagai bayaran hutang.
Namun, sosok yang selama ini dikira pria tua berbadan buncit ternyata adalah Giovanni Alteza—seorang CEO muda yang kaya raya, berkarisma, dan tanpa ampun. Dunia mengaguminya sebagai pengusaha sukses, tetapi di balik layar, ia adalah pemimpin organisasi mafia paling berbahaya.
“Kau milikku, Zea. Selamanya milikku, dan kau harus menandatangani surat pernikahan kita, tanpa penolakan,”ucap Gio dengan suara serak, sedikit terengah-engah setelah berhasil membuat Zea tercengang dengan ciuman panas yang diberikan lelaki itu.
Apa yang akan dilakukan Zea selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BEEXY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 - Taman Terbengkalai Milik Giovanni
"Sekarang, tarik napas … tahan sebentar… lalu lepaskan pelatuknya dengan tenang."
Zea menarik napas dalam-dalam saat mendengar sayup-sayup perintah dari Giovanni, lalu menyelaraskan dirinya dengan ritme yang ditentukan oleh lelaki itu. Jarinya perlahan menekan pelatuk, dan—
DOR!
Peluru melesat, mengenai target. Tidak di tengah, tapi cukup dekat.
"Lumayan,"ucap Gio berseringai.
Namun, sebelum Zea bisa menarik napas lega, Giovanni menekan pinggangnya lebih erat. “Lagi.”
Target berikutnya muncul.
DOR! DOR!
Satu tembakan ke kepala, satu lagi ke jantung.
Zea mulai merasakan kontrolnya membaik, tetapi Giovanni belum melepaskannya. Sebaliknya, genggaman itu semakin erat.
Giovanni memandu tubuh Zea dengan gerakan halus dan presisi yang mematikan.
DOR! DOR! DOR!
Satu per satu target jatuh. Dan untuk pertama kalinya, Giovanni tersenyum tipis. “Bagus,”
Zea menoleh, matanya bertemu dengan tatapan tajam pria itu sembari melepaskan penyumbat telinganya. “Kau puas sekarang?”
Giovanni terkekeh, menarik sudut bibirnya ke atas. "Puas, walaupun kau belum lihai."
Zea meletakkan senjatanya lalu berkacak pinggang, "Tentu saja! Ini bukan sesuatu yang aku kuasai!kau tidak adil, coba saja kalau kita bertanding karate, aku pasti menang." Tatapan Zea lurus menantang Giovanni.
"Aku juga tidak yakin, kau juga akan menang dariku soal itu." Giovanni tersenyum mengejek.
Zea terbelalak, bibirnya mengerucut marah ingin sekali menghajar Giovanni saat itu juga tapi tidak berani. Faktanya lelaki itu pasti juga memang lebih hebat dari Zea.
Sialan.
Tangan lelaki itu terangkat untuk menyentuh bahu Zea, "atau kau ingin mencobanya? Kita bisa pergi ke ruang latihan karate, aku akan menunjukkan padamu seperti apa bila diri yang sebenarnya."
Sialan.
Giovanni itu malah mengejek lagi. Zea mendengus kesal. "Tidak, tidak, cukup pergi dari ruangan ini."
"Tapi kau bahkan belum bisa menembak dengan lihai. Bagaimana kau bisa menjadi wanitaku?" Tanya Giovanni sambil mendekatkan wajahnya di depan Zea.
"Aku tidak peduli!" Pantas setelah mengatakan itu Zea menutupi wajah Giovanni dengan Kedua telapak tangannya dan mundur dua langkah.
"Baiklah jika kau benar-benar ingin pergi dari ruangan ini, ikuti aku."
Zea akhirnya mengikuti Giovanni. Langkah kaki mereka berdua terasa menggema di lorong, tapi yang membuat sial bingung adalah arah perjalanan mereka tidak seperti saat masuk tadi. Giovanni menuntun Zea ke jalan lain.
"Hei, tadi tidak lewat sini. Kau tidak berniat membawaku ke sebuah tempat aneh lainnya kan?" Kepala Zea memutar, pandangannya mengitari sekitar.
"Aku yang paling tahu tentang jalan di sini, Jadi cukup ikuti saja tanpa bertanya."
Baiklah. Baiklah.
Zea akan diam kali ini.
Hingga langkah kaki Giovanni membawanya ke sebuah lift. Zea terbelalak. Lift?? Ternyata selama ini ada lift?
"Tunggu, kenapa ada lift di sini?"tanya Zea bingung.
"Karena aku membuatnya untuk memudahkan akses untuk pergi ke lantai-lantai yang ada di Mansion." Giovanni berucap dengan santai tanpa mempedulikan Zea yang ternganga.
"Jadi sebenarnya ada lift menuju ke ruangan ini?! Lalu kenapa sebelumnya kita harus melewati tangga?!"protes Zea, keningnya mengkerut dengan alis tertaut.
Apalagi perjalanan di tangga itu malah membuat Zea harus menghabiskan lebih banyak waktu bersama Giovanni dan ... Tentu saja ciuman itu juga.
Di tengah kekesalan Zea, Giovanni mendorong gadis itu masuk ke dalam lift.
"Kau bener-bener tidak ingin menjawabku?? Kenapa kau memilih menggunakan tangga di saat ada lift di sini?!"
Giovanni mendesah halus, "aku dengar seseorang mengeluh bosan, maka dari itu aku hanya memberinya waktu untuk bergerak." Lalu seringai terpampang di wajahnya.
Zea ternganga.
Seseorang mengeluh bosan?? Jelas sekali Giovanni menyindir Zea sekarang.
Sialan.
Lelaki itu selalu tahu cara untuk membungkam mulut Zea. Telak.
\=\=
Sementara di sisi lain, di sebuah tempat dengan lantai marmer hitam yang berkilauan. Gerak sepatu seseorang bergesekan dengan lantai.
Lelaki itu memakai jas hitam yang mewah dengan cincin Phoenix merah menyala. Jari-jarinya mencapit rokok dengan asap yang mengepul di udara.
Dengan tatapan tajam dia memandangi sebuah foto gadis cantik yang tertempel di papan digital dengan simbol Lucivero. Lelaki itu ialah William Romano.
"Tuan William, Giovanni Alteza telah merebut kembali Nocturne dari Rusia. Mereka menghadang proses transaksi dan terjadi perkelahian, pasukan Lucivero tumbang,"ujar seseorang yang masuk dengan balutan luka di matanya serta langkah yang terseok-seok.
Nocturne adalah sebutan untuk sebuah senjata laras panjang yang dibuat langsung oleh Volkov Arms, perusahaan senjata Rusia yang biasanya bergerak membuat senjata untuk perwira. Tapi untuk beberapa kasus, Volkov Arms juga membuat pesanan khusus beberapa senjata dari para mafia menjualnya dengan harga yang mahal secara ilegal kepada para mafia itu dengan tujuan mengukuhkan kekuasaan di wilayah masing-masing.
"Dan yang Kau lakukan hanya mengeluh padaku?" William menatap tajam lelaki itu dari balik bahunya.
Lelaki itu terbelalak, tubuhnya menegang seketika. "Sa-saya ...."
"Tidak berguna." William menarik Laras pendeknya dari balik ikat celananya lalu menembak pria itu tepat di dahinya hingga darah muncrat kemana-mana.
Pria dengan balutan luka di mata itu seketika ambruk ke lantai tanpa belas kasihan dari William. Tak berdaya dan lemah. Kehilangan nyawa dalam hitungan detik.
"Hanya ada satu cara menjatuhkan Giovanni Altezza ...,"ucap William dengan tengah kirinya mengepal tepat di depan foto gadis cantik itu. "Zea Calista."
\=\=\=
Saat Giovanni dan Zea melewati taman kosong Mansion tempat gadis itu pernah melarikan diri, dia menghentikan langkahnya. "Kenapa kau menelantarkan taman ini begitu saja? Kenapa tidak menyewa seseorang kepercayaanmu untuk mengurusnya?"
Di tengah cahaya sore yang menembus dedaunan kering melalui kaca di atap taman, Giovanni menoleh dengan kening mengerut. Menatap tempat yang sekarang telah usang itu membuat kenangan tentang darah, jeritan, dentingan peluru serta bercak-bercak darah di dedaunan hijau tiba-tiba merayapi pikirannya.
"Kau ini selalu suka diam jika ditanya atau akan menjawab dengan kalimat yang membuat penasaran." Zea kembali bicara, tubuhnya melengos ke samping untuk melihat ekspresi Giovanni yang terlihat memikirkan sesuatu. "Giovanni?"
Lelaki itu menghela nafas kasar, kepalanya melengos menjauhi tatapan Zea, kembali memunggungi gadis itu. "Bukan urusanmu."
"Kan, kau selalu saja seperti itu. Kau selalu saja menghindar." Zea juga lanjut berjalan mengikuti Giovanni yang melangkah begitu cepat. "Padahal mungkin saja aku bisa merawat taman itu untuk mengisi rasa bosanku di sini kan?"
Giovanni menghentikan langkahnya, membuat Zea menabrak punggung lelaki itu. "Ouh."
"Aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuhnya." Giovanni tiba-tiba berkata dengan nada dingin dan tajam. "Jangan berani-beraninya kau menyentuh tempat itu."
Zea terkejut. Tubuhnya menegang mendengar jawaban dingin Giovanni. Apa yang terjadi? Kenapa lelaki itu nampaknya begitu tidak suka membahas soal taman Mansion yang terbengkalai? Zea tidak menyangka jawabannya akan setajam itu.