Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 : MASA LALU vs MASA KINI
“Aaarrrhh! Yura sialan! Dasar gadis pembawa sial!” umpat Sarah menggila, sama sekali tidak bisa berpikir jernih, justru menyalahkan Yura atas kejadian yang menimpanya.
Otaknya masih berusaha keras untuk membuat Yura kembali tunduk padanya. Wanita itu beranjak berdiri meski kepayahan. Berjalan sempoyongan dengan berpegangan pada dinding.
...\=\=\=\=ooo\=\=\=\=...
“Max,” gumam Yura pada lelaki yang pernah ia sukai sejak duduk di bangku SMA. Bahkan mereka sempat menjalin kasih ketika Yura menggantikan ayahnya menjadi CEO, sedangkan Max menjadi bawahannya. Dan kini, mereka seolah tidak saling mengenal. Max sendiri memendam perasaannya ketika masih di usia sekarang.
Namun yang lebih mengejutkan lagi, Zefon yang tiba-tiba hadir dengan pakaian semi formalnya, tengah menodongkan pistol di pelipis Max.
“Lepaskan wanitaku! Atau kutarik pelatuk ini sekarang juga!” gumam Zefon dengan penuh penekanan.
Buru-buru Yura mendorong dada Max, menjauhkan tubuhnya dari lelaki itu. Ia sendiri tidak ingin terjadi sesuatu dengannya.
Zefon segera meraih lengan Yura dan memeluk pinggangnya dengan erat. Tatapan elangnya masih tertuju pada Max yang bergeming tanpa berani bergerak. Hanya manik matanya yang bergerak untuk melihat Yura, namun tak berani melirik pria yang kini memeluk pinggang gadis itu.
“Tuan, turunkan senjatamu. Kami hanya tidak sengaja bertabrakan,” pinta Yura ketika ia menarik kesadaran. “Lagian, sejak kapan aku menjadi wanitamu?” tanya gadis itu meski terdengar hanya sebuah gumaman.
Namun, telinga Zefon seperti mempunyai sensor yang baik. Ia menoleh pada Yura, tatapannya begitu menuntut tidak ingin dibantah.
“Sejak kita bertemu!” bisik Zefon tepat di telinga Yura.
Yura membeku, matanya mengerjap lembut. Bulu mata lentiknya saling bertumbukan. Ia menelan saliva gugup.
“Bisakah saya pergi?” tanya Max yang mengangkat kedua tangannya, ia hanya berani gadis yang dikagumi dalam diam tanpa berani menyapanya. Apalagi setelah melihat pria lain yang mengklaim Yura adalah miliknya, semakin menciutkan nyali lelaki muda itu.
“Hmm!” balas Zefon mengibaskan lengannya.
Yura sempat melihat kepergian Max, rasa rindu tiba-tiba menyusup di hatinya. Namun seketika sadar, pria di sampingnya cukup menyeramkan. Ia mengerutkan kening, begitu penasaran bagaimana bisa Zefon tahu keberadaannya.
“Hasilnya sudah keluar!” tutur Zefon memutar tubuhnya dan membawa Yura keluar dari lokasi tersebut.
“Ayo masuk!” titah lelaki itu ketika Yura tak kunjung masuk ke mobil mewahnya. Tak lupa dengan tatapan elangnya.
Di satu sisi, Yura masih memikirkan tentang kabar Max, tapi di sisi lain, ada banyak hal lebih penting yang akan ia hadapi. Suara Zefon memecah keheningan dan juga lamunannya. Yura bergegas masuk ke mobil.
“Bagaimana Tuan bisa tahu kalau aku di sini?” tanya Yura tanpa basa basi. “Apakah selama ini Anda selalu memata-mataiku?” tuduh wanita itu memicingkan mata.
Di tengah kesibukannya, Zefon mengecek posisi serta apa yang dilakukan Yura. Ia panik ketika yang ia temukan lokasi di bar, dan kameranya gelap. Hanya mendengar keramaian saja. Jelas, karena kalung yang dikenakan tertutup oleh hoodie gadis itu. Buru-buru Zefon menyusul tanpa melepas gawai yang menunjukkan lokasi Yura.
“Tidak usah banyak bicara! Aku selalu tahu apa yang kamu lakukan!” seru Zefon fokus berkendara.
Mobil yang semakin cepat, mampu membuat Yura bungkam. Ia masih belum terbiasa melintas dengan kecepatan yang luar biasa tinggi. Matanya terpejam, merapatkan hoodie di kepala dan memasrahkan hidupnya pada Zefon.
Tak berapa lama, mereka telah sampai di laboratorium raksasa, Mahendra Corp. Zefon yang sudah memiliki akses masuk memudahkan mereka.
Langkah kaki yang begitu panjang dan cepat, membuat Yura terpaksa setengah berlari untuk menyamakannya. Yura berdecak sebal karena lelaki itu sama sekali tidak peka.
“Paman!” panggil Zefon setelah membuka pintu ruangan sang paman.
Sean Mahendra, seorang profesor yang sudah berumur dengan kacamata tebal bertengger di hidung mancungnya, mengangkat pandangan.
“Duduklah, Ze!” titah pria itu beranjak berdiri membawa sebuah berkas yang sangat rahasia. Tidak ada yang boleh menyentuh selain dirinya.
Zefon mengangguk, mengajak Yura untuk duduk dan menggenggam tangannya. Terasa dingin, gadis di sampingnya terus menggigit bibir bawahnya untuk menahan ketegangan.
Bersambung~