Airilia seorang gadis yang hidup serba kekurangan, ayahnya sudah lama meninggal sejak ia berusia 1 minggu. Airilia tinggal bersama ibunya, bernama Sumi yang bekerja sebagai buruh cuci. Airilia merupakan anak kedua dari dua bersaudara, kakaknya bernama Aluna yang berstatus sebagai mahasiswa yang ada di banjar.
Pada suatu hari, Airilia kaget mendengar Sumi terkena kanker darah. Airilia yang tidak tau harus kemana mencari uang, ia berangkat ke banjar untuk menemui Aluna, agar Aluna mau meminjamkan uang untuk pegangan saat Sumi masih di rawat dirumah sakit.
Alih-alih meminjamkan uang, Aluna justru membongkar identitas Airilia sebenarnya. Aluna mengatakan bahwa Airilia anak pelakor yang sudah merebut ayahnya. Sumi yang berlapang dada merawat Airilia semenjak ibunya mengetahui ayahnya meninggal karena kecelakaan. Aluna yang menuntut Airilia harus membiayai pengobatan Sumi sebagai bentuk balas budi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irla26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Menemukan surat dan atm
Pukul jam 12 siang, Aluna baru saja sampai dibanjar, ia dan Renata hampir sebentar ke supermarket untuk membeli sesuatu.
"Ren, aku kesana, ya" Aluna menunjuk ke arah kiri yang dimana terdapat cemilan dan snack tersusun rapi.
Saat Aluna mengambil snack, tiba-tiba belanjaannya terjatuh karena seorang wanita tidak sengaja menabrak trolinya .
"Astaga, maaf, aku enggak sengaja" wanita itu mengambil barang dan meletakkan ke troli Aluna.
"Enggak papa, tante" Aluna dibuat kaget saat melihat wajah wanita itu.
"Astaga, mengapa wajahnya mirip tante Dira, tapi wanita ini tampak terlihat masih muda" batin Aluna melamun.
"Mbak..." wanita itu melambaikan tangan saat Aluna melamun.
"Eh, iya..".
"Maaf mbak, saya enggak sengaja" Aluna mengangguk, ia melihat wanita itu pergi dari hadapannya.
"Wanita itu mirip banget sama tante Dira, apa mungkin tante Dira. Tapi, kayaknya enggak mungkin, kalau tante Dira pasti udah tua sedangkan wanita tadi tampak terlihat lebih muda"batin Aluna menatap punggung wanita itu.
"Woy, ngapain kamu melamun?"tanya Renata menepuk pundak Aluna.
"Eh, kebiasaan banget kamu ngagetin aku".
"Sorry, btw ngapain berdiri disini, yuk pulang aku cape" Aluna mengangguk, ia dan Renata segera ke kasir untuk membayar belanjaannya.
"Ren, kamu pesan taksi duluan aja, kita beda arah juga. Aku mau ke toilet sebentar, aku titip ini dulu, ya". Aluna meletakkan belanjaannya disamping Renata.
" Jangan lama-lama, nanti taksi yang aku pesan datang" teriak Renata dengan suara keras.
Selesai dari toilet, Aluna tidak sengaja tertabrak dengan seorang pria yang baru keluar dari bilik toilet. Aluna hampir terpeleset namun pria itu berhasil menahan agar Aluna tidak jatuh.
"Terima kasih, eh, Rakha" Aluna kaget, ia bisa bertemu dengan orang yang telah menyelamatkannya waktu itu.
"Kamu, Aluna, kan" Aluna mengangguk.
"Bagaimana kabar kamu dan kandungan kamu?"tanya Rakha sambil melirik perut Aluna yang semakin menonjol.
"Alhamdulillah, aku dan kandunganku baik-baik aja. Rakha sedang ngapain disini?".
"Oh, aku sedang menemani istriku belanja".
"Aku boleh minta nomor kamu enggak?"tanya Rakha.
"Boleh, ini nomorku" Aluna memperlihatkan layar ponselnya yang berisi beberapa deret angka.
"Terima kasih". Aluna mengangguk, tiba-tiba ia mendengar suara Renata berteriak.
"Aku duluan, ya, temanku udah panggil" Rakha mengangguk dan memberi jalan untuk Aluna lewat.
"Lama banget kamu, tuh, taksi aku udah nunggu lama" Renata pegal berdiri menunggu Aluna yang sedang ke toilet.
"Maaf, tadi aku buang hajat dulu".
"Oke, aku duluan, ya, ini belanjaan kamu. Bye".
"Hati-hati" Renata memberikan tangan jempol saat ia akan memasuk ke dalam mobil.
.
.
.
.
Hasan duduk diteras rumahnya sambil menghisap batang rokok, ia memandang ke arah jalanan melihat dua anak perempuan seusia Airilia sedang pulang sekolah. Tiba-tiba Hasan mendengar Badariah memanggil dengan suara keras.
Hasan segera berlari masuk kedalam rumah, ia melihat istrinya sedang berada di kamar mandi.
"Dek, kenapa teriak, gitu?".
"Mas, coba kamu lihat ini" Badariah memberikan sesuatu yang ditemukannya.
"Dapat dimana atm dan surat ini, dek?".
"Aku dapat dari kantong celana Airilia, mas" Hasan mengangguk, ia membaca tulisan yang berada dikertas itu.
"Dek, kamu simpan surat dan atm ini, jangan sampai hilang, siapa tau kita membutuhkan uang ini untuk berobat Airilia" Badariah mengangguk kecil.
Hasan kembali ke teras, namun saat melewati kamar Airilia, ia mengintip Airilia yang sedang duduk dikasur, keadaannya tetap sama walaupun sudah menghabiskan beberapa botol air yang Hasan minta ke beberapa orang ustad dikampungnya.
Hasan menghampiri Airilia, ia kasihan melihat keponakannya yang sedang dipasung kedua kakinya.
Hasan memasung kaki Airilia karena Airilia pernah kabur dari rumah pada saat tengah malam. Airilia juga pernah ingin mencoba bunuh diri dengan terjun ke sungai.
"Airilia, paman akan berusaha menyembuhkan kamu" Hasan mengusap kepala Airilia dengan lembut.
Airilia diam, ia tidak menanggapi perkataan pamannya.
*Bersambung*