"Aku ingin bercerai karena aku sudah tahu maksud busuk mu! Tidak ada hubungannya dengan Rose! Aku tidak pernah mencintaimu sejak awal. Kau telah merampas posisi Rose sebagai istriku!"
"Selama aku tidak menandatangani surat cerai, itu tetap dianggap selingkuh! Dia tetaplah perusak rumah tangga!"
Setiap kali Daisy melawan ucapan Lucifer, yang dia dapatkan adalah kekerasan. Meskipun begitu dengan bodohnya dia masih mencintai suaminya itu.
"Karena kamu sangat ingin mati, aku akan mengabulkannya!"
Kesalahpahaman, penghianatan, kebohongan. Siapa yang benar dan siapa yang salah. Hati nurani yang terbutakan. Janji masalalu yang terlupakan. Dan rasa sakit yang menjadi jawaban.
Apakah kebenaran akan terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zyran Lagi
"Daisy?" suara Zyran menariknya kembali dari lamunannya saat menatap biola di rak depan sana.
"Hah? Ada apa?" jawab Daisy.
"Tidakkah kamu ingin mencobanya?" Zyran menatapnya dengan rasa ingin tahu.
Hari itu, saat Daisy hendak menghidupkan mesinnya, dering ponselnya berbunyi. Zyran menghubunginya untuk mengajaknya ke music store. Tanpa pikir panjang Daisy langsung mengiyakan ajakannya.
"Aku tidak bisa memainkan biola, aku hanya jago memainkan piano," jawab Daisy sambil tersenyum canggung.
"Apa kamu mau datang ke perusahaan ku? Aku baru saja membeli piano baru.."
Daisy hanya diam, dan butuh waktu lama sebelum Zyran akhirnya mendengar jawaban yang di inginkannya.
"Tentu."
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh dengan mobil mereka masing-masing, mereka pun akhirnya sampai di depan ED Entertainment.
Daisy turun dari mobilnya dan mendongak menatap gedung kaca yang entah berapa lantai itu. Matanya menyipit karena pantulan terik matahari.
"Ah?" sebuah tangan melayang di atas kepalanya, menutupinya dari sinar matahari.
Daisy tersenyum, kemudian menurunkan pandangannya dan menatap orang disampingnya itu.
"Dasar!" serunya sambil memukul lengan Zyran. Zyran pun terkekeh setelahnya sambil mengusap lengannya yang tak sakit sama sekali.
"Pukulan mu seringan kapas.." ejek Zyran sambil mengacak-acak rambut Daisy. Kemudian berjalan mendahului Daisy untuk masuk.
"Selamat datang di perusahaan ku," ucapnya menyambut Daisy.
Lobby yang mewah seperti hotel berbintang, pegawai yang ramah dan sopan. Suasana dalam gedung itu benar-benar menggambarkan pemiliknya.
Zyran memandu Daisy menuju ruangan yang ada di lantai 5. Piano putih terpampang dengan indah di ruangan yang dikelilingi kaca itu.
"Coba saja.."
"Terakhir kali, waktu itu kelas 11, bukan? Aku mendengar mu memainkan keyboard saat kelas seni budaya,"
"Kamu masih mengingatnya?" tanya Daisy.
Daisy ragu-ragu berjalan mendekat, kemudian duduk dan menekan tuts. Menimbulkan suara dentingan yang menggema di ruangan itu.
Setelah melihat mata Zyran yang seolah memohon agar Daisy memainkan sebuah lagu untuknya, dia menghela napas panjang. Kemudian mempersiapkan kedua tangannya di atas tuts.
Suara piano perlahan terdengar, dan jantung Zyran mulai berdebar mengikuti alunan musik. Suara senandung Daisy perlahan mulai terdengar. Membuat Zyran membelalakkan matanya.
Setelah nada terakhir berakhir, Daisy membuka matanya dan merasa sangat gembira.
"Itu lagu D.E.M, kan?"
"Iya, aku yang membuatnya sendiri.." jawab Daisy tanpa pikir panjang. Kemudian berbalik dengan senyum cerah di wajahnya. Namun orang dibelakang sana malah tercengang.
"Ah, maksud ku..itu.."
Daisy kesulitan untuk menjelaskannya setelah menyadari apa yang telah dia lakukan.
"D.E.M,"
"Daisy,"
"Elyssia,"
"Mirabelle,"
Zyran tertawa sambil mengusap wajahnya setelah mengeja nama panjang Daisy. Sedangkan Daisy yang tertangkap basah itu hanya menunduk sambil memainkan jarinya.
"Teganya kamu selama ini menolak kerja sama denganku.."
"Berulang kali aku mengirim email, tapi jawaban yang kamu berikan tetap sama.."
Zyran duduk di lantai sambil memegangi kepalanya. Dia masih tak habis pikir dengan kebenaran yang baru saja dia ketahui.
"Aku..aku juga tidak tahu kalau itu adalah perusahaan mu. Kalaupun aku tau juga aku tetap akan menolak," jelas Daisy yang masih belum berani menatap Zyran.
"Padahal kamu adalah inspirasi ku untuk mendirikan perusahaan ini.." Zyran mulai merajuk.
"Bukan itu maksud ku.." Daisy mengelak dengan cepat.
"Jika aku mengembangkan karir ku di dunia musik, Lucifer pasti akan marah," lanjutnya sambil menatap Zyran dengan tatapan sedih.
"Dia pasti menuduhku meniru Rose," gumamnya kemudian.
Zyran menarik napas panjang dan melepaskannya dengan kasar. Dia memutar bola matanya dengan malas mendengar nama itu disebut lagi sebagai alasan kesedihan nya.
Zyran memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan kekesalan nya. Kemudian menyiah rambutnya dan kembali menatap Daisy.
"Dengarkan aku, Daisy. Kamu harus memikirkan dirimu terlebih dahulu, baru orang lain. Itulah urutannya!" tutur Zyran dengan serius.
Namun mendengar kalimat itu Daisy malah tertawa. Tertawa cukup lama sampai akhirnya berhenti dengan tangannya yang mengusap air mata di sudut matanya.
Daisy bangkit dari duduknya, lalu mengikuti Zyran untuk duduk di lantai, tepat di depannya.
"Aku sudah bosan mendengar kalimat itu.."
"Dulu Ibuku pernah mengatakan hal yang sama, dan aku menentangnya. Apakah kali ini aku memang benar-benar harus mengikuti urutannya?" tanya Daisy sambil tertawa.
Namun dimata Zyran itu bukan sekedar tawa biasa. Matanya memancarkan rasa sakit yang tak terungkapkan.
"Ya, kamu harus!"
"Entah apa yang telah terjadi selama beberapa tahun ini. Tiba-tiba saja kamu menikah di usia muda dan pasanganmu-" Zyran menghentikan ucapannya.
"Maaf, bukan maksudku menuduh mu yang bukan-bukan. Tapi semua ini benar-benar membuatku bingung," lanjutnya.
"Aku tau ini bukan urusanku, tapi aku benar-benar khawatir.." ucap terakhir Zyran sambil menatap Daisy dengan wajah kacau.
Ruangan itu kembali hening seperti sebelum kedua orang itu masuk. Daisy masih belum mengangkat kepalanya. Zyran yang merasa canggung pun hanya menatap langit-langit ruang itu sejak tadi.
"Aku.."
Daisy mulai membuka mulutnya dan menceritakan semua kejadiannya. Mulai dari awal pertemuan mereka, hingga akhirnya dia berhasil menerima bukti janji yang Lucifer lupakan.
"Bodoh.."
"Ternyata aku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan denganmu. Aku sudah kalah telak.." ucap Zyran dengan suara parau.
Keduanya menangis di ruangan itu. Saat mata keduanya bertemu, mereka tertawa, menertawai wajah konyol mereka sambil menatap kaca.
"Tapi bisakah aku tetap menjadi temanmu?" tanya Zyran.
"Ya."
Zyran mengulurkan tangannya, mengacungkan jari kelingkingnya.
"Berjanjilah kalau mulai sekarang kamu akan menceritakan semua hal yang mengganggu pikiranmu. Karena itulah fungsi teman, sebagai tong sampah.." ucap Zyran sambil tertawa.
Daisy mengangguk sambil tersenyum, kemudian mengaitkan jari kelingkingnya dengan milik Zyran.