Bella, seorang gadis ceria berusia 21 tahun, diam-diam menyukai Alex, pria berusia 33 tahun yang sukses menjalankan perusahaan keluarganya. Perbedaan usia dan status sosial membuat Bella menyadari bahwa perasaannya mungkin hanya akan bertepuk sebelah tangan. Namun, ia tak bisa mengingkari debaran jantungnya setiap kali melihat Alex.
Di sisi lain, Grace, seorang wanita anggun dan cerdas, telah mencintai Alex sejak lama. Keluarga mereka pun menjodohkan keduanya, berharap Alex akhirnya menerima Grace sebagai pendamping hidupnya. Namun, hati Alex tetap dingin. Ia menolak perjodohan itu karena tidak memiliki perasaan sedikit pun terhadap Grace.
Ketika Alex mulai menyadari perhatian tulus Bella, ia dihadapkan pada dilema besar. Bisakah ia menerima cinta dari seorang gadis yang jauh lebih muda darinya? Ataukah ia harus tetap berpegang pada logika dan mengikuti kehendak keluarganya? Sementara itu, Grace yang tak ingin kehilangan Alex berusaha sekuat tenaga untuk memiliki Alex.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengenalkan Laura
Di butik eksklusif milik Ny Victoria, suasana tampak sibuk seperti biasa. Butik yang merupakan hasil karyanya sendiri ini selalu dipenuhi klien-klien dari kalangan sosialita dan tokoh ternama. Desain interiornya yang elegan dengan nuansa netral serta sentuhan emas di beberapa sudut mencerminkan kesan mewah dan eksklusif. Setiap koleksi yang terpajang adalah hasil desainnya sendiri, dirancang dengan detail yang sempurna.
Saat Ny Victoria sedang mengecek detail salah satu gaun terbarunya, lonceng kecil di pintu berbunyi, menandakan kedatangan tamu. Ny Victoria menoleh dan tersenyum ketika melihat seorang wanita paruh baya melangkah masuk bersama seorang wanita muda yang berpenampilan anggun dan profesional.
"Melissa! Senang sekali melihatmu," sapa Ny Victoria hangat sambil menghampiri sahabat lamanya itu.
Melissa tersenyum lebar. "Victoria, sudah lama sekali! Dan ini putriku, Laura."
Laura mengulurkan tangan dengan sopan. "Senang bertemu dengan Anda, Tante Victoria. Ibu sering bercerita tentang Anda."
Ny Victoria menyambut uluran tangan Laura dengan senyum ramah. "Oh, jadi ini Laura? Terakhir kali aku melihatmu, kamu masih remaja! Sekarang sudah menjadi wanita dewasa dan anggun."
Mereka bertiga kemudian menuju lounge butik, sebuah area eksklusif dengan sofa beludru yang nyaman dan meja kaca yang dihiasi bunga segar. Seorang pegawai butik segera menyajikan teh untuk mereka.
Melissa menyesap tehnya sambil tersenyum. "Aku dengar butikmu semakin sukses, Victoria. Koleksi-koleksimu selalu luar biasa."
Ny Victoria mengangguk bangga. "Terima kasih, Mel. Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik."
Setelah beberapa saat berbincang santai, Melissa akhirnya mengarahkan pembicaraan ke topik yang sebenarnya ingin ia tanyakan.
"Ngomong-ngomong, bagaimana kabar Alex? Aku ingat dia dulu anak yang cerdas dan tampan. Sekarang pasti sudah menjadi pria sukses," kata Melissa dengan nada penasaran.
Ny Victoria tersenyum tipis. "Alex baik. Dia memang sibuk mengurus bisnis.
"Kalau kamu bagaimana Laura, sekarang apa kesibukanmu?"
"Aku berprofesi sebagai psikiater, Tante. Dan sudah membuka klinik sendiri," sambil menatap Ny Victoria dengan penuh perhatian.
"Oh, bagus itu. Semoga pekerjaamu lancar ya.., Kamu sudah menikah Laura?"
Laura tersenyum, "belum tante..
"Hmm.. wanita anggun sepertimu mustinya tidak akan sulit mencari jodoh."
"Belum ada yang tepat saja, tante," sambil menundukkan kepalanya.
Lalu Mellisa balik menanyakan Alex, yang ingin dia ketahui sejak tadi.
"Alex sendiri bagaimana, apakah dia sudah punya pasangan?"
Victoria menghela napas. "Secara resmi, belum. Dia dijodohkan dengan Grace, putri dari salah satu rekan bisnis kami. Tapi aku tidak yakin apakah dia benar-benar menginginkannya.
Melissa tersenyum tipis mendengar kata-kata Ny Victoria, tapi sebelum ia sempat menanggapi, Melissa menambahkan dengan nada santai namun penuh maksud tersembunyi.
"Victoria, aku tahu perjodohan Alex dengan Grace masih belum jelas arahnya. Kalau memang tidak berjalan, mungkin ada pilihan lain yang lebih cocok untuknya," ujar Melissa sambil melirik putrinya, Laura.
Ny Victoria sedikit mengernyit, tapi tetap menjaga ekspresinya tetap tenang. "Maksudmu?"
Melissa tertawa kecil. "Laura, misalnya. Dia sudah mapan, punya karier yang bagus, dan tentu saja memiliki latar belakang yang baik. Seorang psikiater, pasti bisa memahami Alex dengan baik."
Laura, yang sudah menangkap maksud ibunya, segera menambahkan dengan nada profesional, "Tante Victoria, tentu saja itu hanya saran. Aku juga paham kalau hubungan tidak bisa dipaksakan. Tapi dari sudut pandang psikologi, pasangan yang bisa saling memahami pola pikir dan tekanan hidup masing-masing biasanya akan memiliki hubungan yang lebih stabil."
Ny Victoria mengamati Laura sejenak. Memang, gadis itu punya pesona tersendiri anggun, cerdas, dan berbicara dengan penuh keyakinan. Jika dibandingkan dengan Grace yang cenderung keras kepala dan penuh tuntutan, Laura memang terlihat lebih dewasa dan bisa menjadi pasangan yang menenangkan bagi Alex.
Melissa melanjutkan, "Aku hanya berpikir, kalau Alex memang masih mencari pasangan yang tepat, kenapa tidak mencoba mengenal Laura lebih jauh? Tidak ada salahnya membuka peluang, bukan?"
Ny Victoria mengangguk pelan, terlihat mulai mempertimbangkan usulan itu. "Aku mengerti maksudmu, Mel. Tapi pada akhirnya, Alex sendiri yang akan menentukan pilihannya."
Laura tersenyum lembut. "Tentu, Tante. Aku pun tidak ingin berada dalam hubungan yang tidak didasari rasa suka yang tulus. Tapi, kalau suatu hari Alex butuh teman bicara atau sekadar berdiskusi, aku selalu terbuka untuk itu."
Victoria mengamati Laura dengan lebih seksama. Gadis ini memang menarik, tenang, dewasa, dan tampaknya cukup percaya diri. Jika perjodohan Alex dengan Grace tidak berhasil, mungkin mengenalkan Laura kepada Alex bukanlah ide yang buruk.
"Tentu," kata Ny Victoria akhirnya. "Kita lihat saja bagaimana semuanya berjalan."
Melissa dan Laura saling bertukar pandang, merasa bahwa setidaknya benih ide itu telah ditanamkan dalam pikiran Ny Victoria.