Demi masa depan, Tania Terpaksa menjadi wanita simpanan dari seorang pria yang sudah beristri. Pernikahan Reyhan yang di dasari atas perjodohan, membuat Reyhan mencari kesenangan diluar. Namun, dia malah menjatuhkan hatinya pada gadis yang menjadi simpanannya. Lantas, bagaimana hubungannya dengan Kinan, dan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nova Diana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke kampung Ayah.
Siang ini Tania dan Ibu melihat lokasi tanah kosong yang akan dibeli Ibu, di antar Pakde Hasan.
Tempatnya tidak jauh dari rumah Pakde dan saudara Ibu yang lain. Lokasinya sangat strategis, sangat cocok jika ibu mau membuka toko disini.
Tanahnya juga luas, Ibu sudah merasa sangat cocok dengan tempat ini tidak sabar untuk segera membangun rumah juga toko.
Pakde yang menjadi perantara Ibu dan yang punya tanah, Pakde menawar harga yang sudah disebutkan penjualnya.
Tania berjalan- jalan melihat- lihat lokasi, di samping tanah ini, ada sawah yang juga di jual. Gegas Tania menghampiri Pakde untuk menanyakan siapa pemilik sawah itu.
“Pakde, itu sawahnya di jual. Punya siapa Pakde?” Tania menunjuk plang yang bertuliskan Sawah ini dijual.
“Ya milik pak Dodi, yang menjual tanah ini. Kenapa, nduk.”
“Tania mau beli sekalian deh, pakde. Pas banget ini lokasinya, sayang ‘kan kalau nggak dibeli.”
Pakde tersenyum, terlihat bangga dengan ponakannya. “Baiklah, nanti Pakde katakan pada Pak Dodi.” Pakde menepuk bahu Tania pelan.
“Kamu punya anak yang hebat, Ti.” Kini Pakde beralih pandang pada Ibu.
Pakde sangat tahu bagaimana kehidupan adik bungsunya bersama ayah Tania. Kehidupan yang sangat sulit harus adiknya jalani, entah sudah berapa kali Pakde meminta Ibu agar pulang kampung saja bersama Tania, dan menceraikan ayah Tania.
Tapi adiknya selalu menolak, adiknya malah memilih bertahan. Sebagai kakak tertua, Pakde hasan juga tidak bisa memaksa, Pakde hanya berpesan, keluarganya selalu membuka tangan kapanpun Ibu kembali.
“Iya, Mas, aku beruntung memiliki Tania. Dari kecil Tania tidak pernah mengeluh dengan keadaan kami, dan berkat Tania juga hidup kami jadi lebih baik.” Ibu menatap hangat ke wajah putri semata wayangnya. Tania menghampiri ibu, memeluk bahu Ibunya.
“Ibu, Tania seperti karena memiliki Ibu, seperti Ibu. Ibu yang hebat.”
Tidak ada wanita kuat selain kamu, bu. Bahkan aku pun meski takut dengan Mas Reyhan, tapi masih membantahnya sedikit.
Tania tersenyum membayangkan wajah kesak Reyhan saat Tania membantah omongannya dan melawan.
Mas reyhan kau sedang apa? Aku rindu.
Pakde sangat bahagia melihat adiknya sekarang, hidupnya sudah jauh lebih baik.
Mereka pulang setelah melihat lokasi, Ibu dan Tania turun dari mobil ke rumah Pakde, sedangkan Pakde menuju rumah Pak dodi untuk urusan surat- surat tanahnya juga pembayaran.
Hari ini Ibu akan kembali ke kampung Ayah, membawa baju- baju juga barang- barangnya yang lain. Selama pembangunan rumah, Ibu akan menginap bergantian di rumah kakak- kakak nya.
“Gimana, Ti. Cocok sama tempatnya.”
Bude datang dari dalam membawa minuman segar untuk kami.
“Alhamdulillah, cocok mbak, Tania juga membeli sawah Pak dodi yang di sebelah tanah kosongnya.”
“Wah, pas sekali itu, Ti. Nanti kamu bisa suruh orang buat di sawah, enak kontrolnya, dekat rumah.”
“Saya saja, Mbak. Saya juga masih kuat.”
“Bu, ibu jangan ke sawah lagi, ibu jaga toko saja.” Tania yang dari tadi diam, menimpali, tidak suka jika ibunya masih harus capek- capek bekerja di sawah.
“Iya, Ti, biarkan orang saja yang bekerja. Kamu memantau saja. Tenang, nduk kalau ibumu yang bekerja biar bude yang marahin.”
“Yasudah, iya, iya. Ibu nggak ke sawah.”
Mereka tertawa bersama, kehangatan sebuah keluarga tidak ia dapat dari keluarga Ayahnya. Tania senang ibu sekarang sudah bersama keluarganya, selain mereka baik, mereka juga mengerti kondisi keluarga Tania.
Sore hari, Tania berpamitan pada semua keluarga Ibu, ia menangis haru, meninggalkan sanak saudaranya di sini. Setelah ini, Tania akan kembali ke kota, ujian semester akan dimulai, jadi Tania tidak bisa tinggal lama lagi.
Sedangkan Ibu hanya berpamitan biasa, karena Ibu hanya akan pulang untuk mengambil barang dan juga pakaian lalu kembali lagi untuk melanjutkan pembangunan rumah dan toko.
Sebelum pergi, Tania sudah memberi amanah pada Pakde, untuk mengantar ibu ke persidangan dan juga membantu Ibu menyelesaikan pembangunan. Pakde menerima amanah Tania dengan hati terbuka.
Tani memberi satu persatu ponakannya uang satu, satu orang diberi sepuluh lembar oleh Tania. Dan Tania juga mendapat uang saku dari kakak- kakak Ibu.
Tania tidak menolak, ia menganggap itu adalah bentuk kasih sayang keluarga ibu padanya.
“Hati- hati di jalan, nduk. Jadi lah orang sukses. Dan lekas kembali ketika sudah selesai.” Bude memeluk Tania, mengusap punggung gadis itu dengan lembut.
“Ia bude, doakan Tania ya, Bude.” Tania membalas pelukan Bude.
“Pakde tolong jaga ibu, ya.” tania mencium tangan Pakde, berpamitan.
“Iy, nduk. Hati- hati di kota.”
Tania masuk ke mobil, kaca pintu mobil dibuka, melambaikan tangan kepada keluarganya yang sudah lama berpisah tapi hanya sebentar ia temui.
Ibu mengusap rambut Tania yang bersandar di bahunya. Sebentar lagi pun ia akan berpisah kembali dengan putri tercintanya.
____
Tania masih terlelap saat mendengar kunci rumah di buka.
“Ibu!” Tania memanggil, memastikan jika itu Ibu.
“Iya, Nak.” Ibu masuk ke kamar Tania, “maaf, ibu membangunkanmu, ya.”
“Tania udah bangun, kok.” Jawab Tania berbohong.
“Ibu, mau ke warung?” tanya Tania, Ibu mengangguk.
“Kamu tidur saja, tidak usah ke warung.” Ibu menyuruh Tania kembali tidur, tapi gadis itu memilih bangun dan ikut Ibunya, meski ia masih menguap saat berjalan.
Semalam Tania membantu ibu mengepak semua barang ke kerdus, bahkan barang usang milik Tania. Tania meminta Ibu untuk membuang saja, Tapi ibu tidak mau. Itu untuk kenangan Tania waktu kecil, katanya.
Tania mengalah, dan membiarkan Ibu membawa semuanya. Akhirnya mereka selesai dini hari, jam dua pagi, tapi Ibu bahkan masih sangat segar, tidak ada rasa lelah di wajahnya.
Ibu memang tidak diragukan lagi kekuatannya.
Ibu dan Tania sudah di warung. Ibu tidak berjualan hari ini, melainkan membagikan semua barang yang ada tokonya. Hitung- hitung memberi kenangan pada tetangga yang sudah menemani Ibu dan membeli dagangan Ibu.
Mereka semua belum ada yang tahu jika rumahnya sudah terjual, dan akan pindah hari ini juga.
Satu persatu Ibu- ibu sudah berdatangan.
“Bu wati kemarin kemana? Nggak keliatan beberapa hari.” Salah seorang tetangga bertanya.
“Kemarin saya pulang kampung, Bu.”
“Loh, iya kah? Pantas saja nggak keliatan. Bu wati belanja banyak ya hari ini.” Ibu yang lain menimpali, dan asik memilih sayuran juga lauk.