Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berteman
Alena berjalan santai di koridor, menuju kantin dengan wajah datar seperti biasa. Suasana koridor dipenuhi siswa-siswi yang bercakap-cakap dan berjalan ke berbagai arah. Tiba-tiba, terdengar suara nyaring dari belakang.
"Alenaaaa! Tungguin aku!"
Alena berhenti di tempat, menghela napas panjang sambil menoleh ke belakang dengan tatapan kesal. Nadine berlari kecil menghampiri dengan senyum lebar di wajahnya.
"Apa lagi?"
Nadine tersenyum ceria. "Ayo kita ke kantin bareng!"
Alena menyipitkan matanya, jelas tidak suka dengan ajakan itu. Dengan nada datar, ia menjawab.
"Ngapain gue harus ke kantin sama lo? kita bukan temen, jangan sok akrab!"
Nadine tidak terpengaruh dengan sikap dingin Alena. Ia tetap tersenyum, bahkan mendekatkan wajahnya sedikit.
"Kalo gitu, kita bisa temanan, Alena."
Alena terdiam sejenak, terkejut. Ini pertama kalinya ada gadis yang mengajaknya berteman dengan tulus. Tapi ia cepat-cepat mengembalikan ekspresi dinginnya.
"Enggak, gue nggak tertarik."
Nadine tetap gigih untuk merayu Alena.
"Tapi aku punya banyak boneka, makanan enak, dan barang-barang lucu. Kamu pasti suka kalau main ke rumah aku!"
Alena mendengus, menatap Nadine dengan alis terangkat. "Emangnya gue temenan cuma buat manfaatin orang?!"
Nadine hanya tertawa kecil, tidak menyerah. Alena akhirnya menyerah juga, merasa tidak ingin berdebat lebih lama.
"Terserah deh. Tapi jangan banyak tingkah."
"Yeaaaay, kita teman!" Teriak Nadine girang.
Alena membelalak, menatap Nadine dengan kesal karena perhatian siswa di koridor mulai tertuju pada mereka.
"Lo gila ya?!"
Sadar Alena, teriakanmu lebih mengerikan.
Tanpa basa-basi, Alena meraih tangan Nadine dan menariknya. Ia mulai berlari kencang menuju kantin. Nadine, yang terkejut dengan tindakan mendadak itu, heboh sendiri.
"Alenaaa! Pelan-pelan! Aku nggak bisa lari secepat ini!" Teriak Nadine panik sambil setengah berlari.
Alena tersenyum puas sambil terus menarik Nadine dengan langkah cepat. Untuk pertama kalinya, ada sedikit tawa kecil terselip di wajahnya yang biasanya dingin.
...----------------...
Mereka sudah di kantin. Tadi Alena langsung memesankan tiga minuman es untuk Nadine. Nadine tampak terengah-engah dengan wajah merah karena kelelahan.
"Alena... hah... kamu lari kayak atlet maraton... aku nggak kuat... hah..."
Alena menghela napas panjang, lalu dengan malas mengipasi Nadine menggunakan buku catatan kecil miliknya. Wajahnya datar, tapi ada sedikit rasa bersalah yang terselip di dalamnya.
"Lemah. Baru lari segitu aja udah kayak habis lomba lari keliling lapangan sepuluh kali."
Nadine akhirnya mengambil salah satu cangkir berisi es di meja dan langsung meminumnya dalam sekali teguk. Alena, yang melihat itu, menatap Nadine dengan mata menyipit, terlihat kesal.
"Pelan-pelan! Lo mau mati kesedak?!"
"Jahat banget omongan kamu, Al."
"Gue emang jahat, salah sendiri mau temenan sama gue."
Nadine melihat Alena yang masih mengipasinya. Dia menyengir kuda.
"Nggak jadi deng, kamu baik karena udah ngipasin aku."
Alena mendengus kecil, "itu tau."
Nadine tertawa kecil mendengar balasan Alena yang khas. Sementara itu, Alena akhirnya ikut tersenyum tipis, meskipun mencoba menutupinya.
"Kamu tuh emang baik, tapi sayang—"
"Kenapa?"
"Gengsi kamu selangit."
Alena hendak menjawab, tapi Nadine mendahuluinya. "Kayaknya! aku cuma menilai."
Nadine tertawa.
...----------------...
Mereka memutuskan untuk ke taman belakang. Keduanya duduk di bangku taman. Alena berbicara serius, menjelaskan aturan-aturan pertemanan yang ia buat sendiri. Nadine mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali mengangguk. Setelah selesai, keduanya terdiam, hanya menatap rumput hijau di depan mereka.
Alena menghela napas, pikirannya dipenuhi dengan perasaan tak percaya bahwa dia kini punya teman. Sementara itu, Nadine tenggelam dalam pikirannya sendiri, senyumnya samar terlihat.
Tiba-tiba, mata Alena berbinar melihat sesuatu di depan matanya. Sebuah keychain boneka Shinchan melayang, tergantung di udara, menarik perhatiannya.
"Shinchan.."
Alena mengulurkan tangan untuk mengambil keychain itu, tetapi tiba-tiba keychain itu terangkat lebih tinggi. Ia mendongak, mendapati Kael berdiri di sana dengan senyum tengil di wajahnya, memegang keychain Shinchan tersebut di ujung jarinya.
"Mau ini? Ambil aja, kalau bisa." Ucap Kael sambil tersenyum jahil.
Wajah Alena langsung berubah kesal. Ia berdiri dengan cepat, menatap Kael dengan marah. Nadine, yang kaget dengan situasi itu, ikut berdiri di samping Alena.
"Lo ngerjain gue ya?!"
Kael tertawa kecil, lalu menggeleng seperti anak kecil. "Salah! Ini buat lo, KittyCat. Tapi lo harus sedikit usaha buat ngambil ini. Ayo, ambil. Kalo lo bisa ngambil, ini jadi milik lo."
Merasa tertantang, Alena mengangguk tegas. Ia melompat-lompat mencoba meraih keychain itu, tetapi Kael terus meninggikan tangannya. Tinggi badan Kael yang jauh lebih tinggi membuat usaha Alena terlihat lucu. Nadine hanya menonton dengan bingung di samping mereka.
"Kael, turunin! Ini nggak lucu!"
"Lucu, kok. Ah, masa nyerah sih."
Alena semakin kesal. Ia mencoba lagi, tetapi akhirnya menyerah dengan wajah memerah karena lelah dan malu.
"Lo jahat, Kael! Gue nyerah!" Ucapnya kesal setengah mati.
Kael tertawa puas melihat wajah merah Alena. Ia akhirnya menurunkan keychain itu dan menyerahkannya ke tangan Alena.
"Nih, ambil."
Alena mengambil keychain itu dengan ekspresi kesal, tetapi jelas ada sedikit kebahagiaan di matanya.
"Gue ambil ini karena Shinchan, bukan karena lo!" Tegas Alena.
Kael hanya tertawa kecil mendengar komentar Alena. Ia kemudian berbalik dan mulai berjalan pergi. Dari kejauhan, Alena berteriak ke arahnya.
"Woy! Apa maksud lo ngasih ini ke gue?!"
Kael berhenti sejenak, menoleh dengan senyum santai.
"Dari Ghost riders."
Dia berbohong.
"Dengan tujuan?!"
"Biar nggak ke sesat." Jawab Kael asal.
Alena memandangi punggungnya dengan tatapan bingung, masih kesal tapi juga merasa sedikit senang. Ia menggenggam keychain Shinchan itu erat.
"Kok mereka tau gue suka shinchan?!"
...----------------...
Alena dan Nadine berjalan berdampingan, menuju kelas setelah kejadian di taman. Nadine menoleh ke Alena dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.
"Al, cowok tadi... pacar kamu, ya?"
Alena langsung berhenti berjalan, menoleh cepat dengan ekspresi kaget bercampur kesal.
"Bukan!" Jawab Alena cepat.
Nadine terkejut mendengar jawaban spontan Alena, tetapi kemudian tertawa kecil. Mereka melanjutkan perjalanan kembali ke kelas. Namun, di tengah jalan, segerombolan anak laki-laki muncul dari arah berlawanan.
Awalnya, Alena mengira mereka hanya sekadar lewat. Tapi ternyata, mereka langsung mengelilingi Nadine. Tubuh Alena tersenggol dan terhempas keluar dari lingkaran itu. Ia berdiri di luar, memandang tak percaya.
"Nadine, boleh minta nomor kamu nggak?"
"Nadine, ayo foto bareng!"
"Kamu pindahan dari mana? udah punya pacar belum?''
Nadine tersenyum gugup sambil berusaha menjawab pertanyaan mereka satu per satu. Di sisi lain, Alena hanya berdiri diam, dengan ekspresi semakin kesal. Dalam hitungan detik, ia mengeluarkan jurus andalannya: berteriak sekencang-kencangnya.
"AAAAAAAKHHHHHHHHHH!"
Semua siswa, termasuk Nadine, langsung menutup telinga mereka sambil meringis. Suara Alena yang lantang dan mendadak membuat suasana menjadi hening seketika.
"Pergi lo semua!"
Para siswa laki-laki yang tadi mengelilingi Nadine akhirnya bubar, meski sambil menyoraki Alena dengan nada bercanda.
Nadine akhirnya mendekati Alena dengan ekspresi terkejut, masih memegang telinganya.
"Al, di dalam tenggorokan kamu ada toa, ya?"
Alena hanya melotot sebal, tetapi akhirnya mereka berdua tertawa bersama.
Dalam perjalanan kembali ke kelas, suasana menjadi lebih santai. Nadine tiba-tiba berbicara dengan nada pelan.
"Tapi aku nggak merasa keganggu, kok, Al. Aku malah senang ada yang suka sama aku. Soalnya, di sekolah lama... semua orang benci aku."
Langkah Alena melambat. Ia memandang Nadine dengan ekspresi kaget dan terdiam. Di dalam hatinya, Alena merasa ada kesamaan di antara mereka. Keduanya sama-sama pernah merasa sendirian.
Tanpa berkata apa-apa, Alena menepuk bahu Nadine pelan, memberikan penguatan dalam diam. Mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanan menuju kelas dengan langkah perlahan, terhubung oleh pengalaman serupa yang mereka miliki.