Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Akan tetapi, apa jadinya jika di waktu yang sama, kekasih Chilla justru jauh lebih mencintai Aqilla padahal alasan kedatangan Aqilla, murni untuk membalaskan dendam kembarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Kesempatan Langka
“Setelah berhasil menyingkirkan jalang itu, aku akan langsung keluar kota sesuai rencana. Selanjutnya yang akan aku lakukan ialah gabung dengan agensi artis. Aku bakalan jadi model sebelum terjun ke depan layar,” batin Liara sangat yakin.
Seperti biasa, Liara kembali tidak mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang. Ia mengemudi dengan kecepatan penuh dan baru akan menguranginya ketika jalanan agak ramai, atau malah jalanan yang kurang bagus.
Beberapa jalan yang Liara lalui memang kadang terjal, berlobang, atau malah licin. Namun makin jauh Liara mengemudi sesuai arahan lokasi dari orangnya papa Angkasa, Liara makin yakin bahwa bendungan tempatnya membuang Chilla, menjadi tujuan lajunya.
“Andai posisiku sedang dijebak, kenapa orang-orang papa Angkasa, enggak ngabarin? Mereka juga bukan orang biasa loh.” Namun Liara mendadak ragu. Sebab para preman kiriman orang tuanya ke kediaman keluarga Aqilla, juga berakhir dibui.
“Aqilla dan Asyilla bukan orang biasa. Keluarga mereka bukan dari kalangan sembarangan. Mereka asli orang kaya, dan tidak menjadikan jabatan di pemerintahan sebagai modal mereka wajib dihormati seperti yang terjadi ke orang tuaku.”
Karena terlalu bingung, Liara sengaja menghentikan laju mobilnya. Padahal, jaraknya dari jembatan bendungan, terbilang sudah dekat. Di depan sana saja, pinggiran jembatan bercat kuning kusam, sudah bisa Liara lihat.
“Situasiku sekarang terbilang sangat kritis. Orang tuaku terjerat kasus korup, sedangkan aku didakwa jadi otak rencana pembunuhan terhadap Chilla. Sedangkan keputusanku kabur, tampaknya juga enggak bikin keadaan jadi lebih menguntungkan,” pikir Liara.
Karena mendadak ragu, Liara jadi merenung cukup lama. Hingga kubu Aqilla sengaja menurunkan Aqilla yang untuk sekadar melangkah saja, masih terpincang-pincang. Aqilla sengaja lewat di sebelah mobil Liara, kemudian mendahului Liara.
Liara yang sebenarnya sangat dendam kepada Aqilla, langsung terpancing. “Si Jalang enggak tahu kalau ini aku, apa gimana? Sebenarnya ngapain dia klayaban di sini? Sudah pincang gitu. Di sini dan jauh dari pemukiman pun sepi. Dan sepertinya, di bendungan depan juga enggak kalah sepi. Apa.aku eksekusi nih anak saja? Ini orangnya papanya Angkasa mana sih?” lirih Liara.
Setelah sampai melepas kacamata hitam berbingkai pink-nya, Liara juga sengaja menggunakan ponsel putihnya untuk menghubungi orang papanya Angkasa. Ponsel yang Liara pakai tersebut, juga masih bagian dari bantuan Angkasa. Kendati demikian, ia tetap tidak sudi berurusan apalagi dekat dengan pemberinya.
Entah kenapa, nomor orangnya papa Angkasa, jadi tidak bisa Liara hubungi. “Ini kenapa enggak bisa dihubungi. Coba aku telepon Angkasa.”
“Hah ... nomor Angkasa pun enggak bisa dihubungi. Jadi ...?”
Liara bingung sendiri. Hanya saja, membiarkan Aqilla melangkah tertatih tanpa melenyapkannya, dirasanya sangat mubazir.
Padahal tak jauh dari Angkasa jatuh, pemuda itu diamankan oleh orang-orang di sekitar sana dan masih dari kubu Aqilla. Begitu juga dengan dua orang yang awalnya akan membantu Angkasa. Keduanya turut ditahan, layaknya ketiga pria sangar dan sempat Liara hubungi. Keenam orang tersebut diamankan dan dimasukkan ke dalam dua mobil jeep berbeda.
Rombongan Angkasa dan dua orangnya, berada dalam satu mobil. Sementara tiga orang papanya Angkasa, diamankan di dalam mobil jeep yang sama. Masing-masing dari mereka kedua tangannya diikat dan berada di depan pangkuan.
“Kesempatan kayak gini, sangat langka. Apalagi suasananya sepi banget dan sangat mendukung buat eksekusi,” pikir Liara yang segera menyalakan mesin mobilnya.
Liara mengincar Aqilla, dan siap menyerangnya.
“Mesin mobilnya dinyalakan. Ini aku harus segera lari ke jembatan bendungan, tetapi ... sstt, sakit sekali!” batin Aqilla yang tak lagi memakai headset. Ia menoleh ke kanan kiri dan perlahan mencoba lari.
Luka-luka Aqilla dan ia dapat dari ulah Angkasa yang menabraknya, membuat Aqilla tak bisa bergerak dengan leluasa. Sementara baru saja, suara mobil terdengar sangat menggema. Menegaskan bahwa pengemudi dan itu Liara, sengaja langsung menggunakan kecepatan penuh.
Benar saja, ketika Aqilla menoleh ke belakang untuk memastikan, mobil Liara sudah melesat kencang. Jantung Aqilla seolah langsung copot karena kenyataan tersebut.
“Andai aku tetap lewat jalan, aku pasti digilas oleh Liara. Sekarang ini giliran aku dan dia. Aku harus menghadapinya satu lawan satu sesuai rencanaku.” Aqilla sengaja turun ke lereng jalan. Di sana merupakan lahan warga. Ubi, singkong, kentang, jagung, maupun cabai, tumbuh subur berkat perawatan oleh yang menanam.
“Loh ....” Liara mendelik dan merasa kecolongan. Baginya, terjunnya Aqilla dan tadi ia pergoki sampai guling-guling ke lereng jalan, memang sengaja untuk menghindarinya.
“Walau para mafia bisa saja langsung melenyapkan Liara, itu bisa membuat jejak yang berurusan dengan hukum. Jadi, memang hanya dengan begini. Dengan membuat Liara melakukan kejahatan dan membuat dirinya celaka sendiri,” batin Aqilla.
“Walau ini sangat menyakitkan untukku. Aku percaya tidak ada hasil yang mengkhianati usaha!” Aqilla yang masih meringkuk di lereng bawah, masih berusaha menyemangati dirinya sendiri.
Aqilla masih kesulitan bangkit. Hingga Stevan yang menyaksikannya dari tanggul dekat bendungan, tidak tahan. Namun, opa Devano dan mbah Akala yang turut memantau, tak mengizinkan Stevan turun tangan. Keduanya yang mengapit Stevan dari kanan kiri, membuat Stevan tetap tiarap di tanggul bersama mereka.
Sadar Aqilla kesulitan untuk sekadar bergerak di kebun ubi bawah sana, Liara yang mengawasi dari dalam mobil, sengaja memanfaatkan kondisi tersebut untuk menabrak Aqilla.
“Itu Liara sengaja menabraknya!” heboh Stevan lantaran mobil Liara sudah terjun.
“Tidak ada orang tua yang akan menumbalkan anaknya! Tenang!” tegas opa Devano refleks memukul punggung kanan Stevan.
Di dalam mobil, jiwa psikopat seorang Liara meronta-ronta. Liara tersenyum penuh kemenangan meski jelan yang menurun parah dan tengah ia lewati, baru saja membuat mobil ya terbalik. Namun, Liara begitu yakin ia akan berakhir menghantam tubuh Aqilla di bawah sana.
Padahal, Aqilla baru saja diboyong oleh seorang mafia dan langsung pergi dari sana. Aqilla digendong dibawa ke daratan lagi, sedangkan mobil yang Liara tumpangi, berakhir meledak bagian depannya.
“Tidak terlempar ke danau, minimal dia sudah terbakar karena kejahatannya sendiri, Aqilla!” ucap sang mafia dan itu merupakan ketua dari mafia.
“Biasanya orang jahat seperti dia susah matinya kan, Uncle Syukur!” lirih Aqilla. Kedua matanya terus mengawasi mobil Liara di bawah sana. Bisa ia dengar jelas jerit histeris ketakutan dari seorang Liara.
“T—tolong ... siapa pun tolong aku!” jerit Liara di tengah petir yang saling sambar.
“Tutup telinga dan matamu!” titah Uncle Syukur yang memakai pakaian panjang maupun topi serba hitam.
“Memangnya kenapa, Uncle?” sergah Aqilla antara penasaran, tetapi takut juga.
“Sepertinya akan ada pertemuan petir di sekitar sini,” jelas uncle Syukur.
“Hah?” Walau ragu, Aqilla tetap melakukannya.
Tak lama setelah Aqilla menutup mata maupun telinganya, apa yang uncle Syukur katakan benar-benar terjadi. Situasi mengerikan di tengah suasana yang mendadak gelap gulita, membuat kejadian di sana layaknya adegan sinetron azab.
Aqilla yang sempat menutup mata maupun kedua matanya refleks mengakhirinya. Ia terlalu kaget. Lebih kaget lagi karena yang obyek disambar di sana malah mobil Liara.
Apakah maharaja akan mencintai Aqilla secara ugal ugalan seperti mama elra kepada papa syukur 😍
Penasaran.......
amin🤲