Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.
Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.
Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Tak Terduga
Noel ingat dengan jelas nama pria itu Rei. Mengapa jadi Rein? Beberapa waktu lalu saat makan siang bertiga usai, Noel memilih kembali ke perusahaannya. Ella lebih dulu meninggalkan dia dan Dave.
Entah nasib baik apa atau memang sudah takdir, dia mendapati Ella sedang berkomunikasi dengan seseorang. Dia berbicara sangat mesra. Di sela-sela pembicaraan itu, Noel menangkap sebuah nama pria dari mulut Ella.
Sejak saat itu, Noel jadi tertarik dengan sesuatu yang disembunyikan oleh wanita itu dari suaminya. Ella dengan gampangnya menyusun rencana yang sangat merugikan dirinya. Waktu berduaan dengan Dave berkurang banyak. Tidak mungkin juga setiap hari menghampiri Dave ke perusahaannya.
Ada waktu di mana Dave sibuk dengan urusan perusahaan. Begitu pula dengannya. Terkadang ada banyak urusan dan rapat di perusahaan yang membutuhkan dirinya. Noel Tidka terima atas pengaturan Ella. Dia merasa haknya telah direnggut paksa oleh wanita itu.
Takdir sungguh tidak ada yang tahu. Noel langsung mendapat balasan berupa keberuntungan. Beruntung dia memilih meninggalkan ruangan Dave dan tanpa sengaja menemukan sebuah rahasia Ella. Sejak saat itu, dia rajin mengunjungi Dave untuk sekedar mengompori kekasihnya itu.
Dave tipe yang sulit menerima sebuah tuduhan dengan mudah. Pria itu akan mencari bukti lebih dulu baru mempercayai berita itu. Usaha Noel tidak sia-sia selama seminggu terkahir. Dave mulai mempercayainya hingga sampailah mereka di sebuah kamar hotel.
Rein berdiri lalu mengambil ponselnya di kamar. Pria tampan itu kembali lagi ke ruang tamu. Tempat dua tamu asingnya berada. Rein tak peduli akan tatapan tajam Dave. Dia dengan santainya mengusap layar lalu meletakkan benda pipih hitam itu ke telinga kanannya.
"Halo, sayang!" sapa Rein.
"..."
"Nanti setelah dari sana langsung pulang, ya," pinta Rein lembut.
"..."
Entah apa yang mereka bicarakan yang pasti orang yang ditelpon itu sedikit tidak terima karena harus segera pulang. Noel menerka bahwa orang yang dihubungi Rein adalah Ella. Ekspresinya jauh berbeda saat menghadapi dia dan Dave. Bicaranya juga sangat lembut seolah takut menyakiti perasaan wanita itu.
"Cih, dasar wanita licik! Kau ingin mendapat lelaki baru setelah kau menghancurkan hubungan ku dengan Dave. Jangan harap!" umpat Noel dalam hati.
"Dia akan tiba sepuluh menit lagi. Lokasinya tidak jauh dari sini," jelas Rein setelah memutus panggilannya.
Suasana kembali hening. Waktu sepuluh menit yang mereka tunggu bagaikan sepuluh jam. Ralat. Itu hanya berlaku untuk Dave. Bagi Rein biasa saja, sedangkan Noel merasa sangat cepat. Lelaki betina itu ingin berlama-lama di sana.
Waktu tenang ini ingin dia manfaatkan sebaik-baiknya dengan menikmati wajah tampan Rein. Sebab saat wanita itu masuk dari balik pintu itu, semuanya pasti kacau.
Rein menatap layar ponselnya yang bergetar. Noel tidak bisa melihat siapa yang menghubunginya. Layar ponselnya sangat gelap. Noel yakin pria itu pasti mengenakan Tempered Glass anti Spy. Rein tidak menjawab panggilan masuk itu tapi langsung menuju pintu kamar dan membukanya.
Ella masuk ke dalam dan belum menyadari kehadiran suami serta madu hitamnya.
"Ya ampun, Rein! Kenapa?" tanyaku tak terima.
Aku melangkah masuk lebih ke dalam dan berhenti saat melihat sosok yang sangat ku kenal. Pria yang berstatus sebagai suamiku itu sedang duduk di sofa. Dave menatapku tajam. Dia seperti kelinci yang hendak diterkam oleh seekor singa buas.
"Apa yang kau lakukan di sini?" pertanyaan itu lolos begitu saja tanpa rasa bersalah.
"Seharusnya aku yang meminta penjelasan darimu, sayang!" balas Dave.
Dave sengaja menekankan kata sayang. Tandanya dia sedang menahan emosi.
Otakku bekerja cepat. Melihat ekspresi Dave seperti itu artinya dia mengira aku bermain api. Aku juga menduga dia tidak membaca pesan dariku. Aku meraih ponsel di dalam tas ransel mini lalu membukanya. Benar saja. Centang dua dan belum berwarna biru.
Timbul pikiran nakal untuk mengerjai suami tercintaku itu. "Dia Rein," ucapku.
"Ah, aku ingin ke kamar kecil!" seruku sambil menghambur ke kamar kecil.
"Jangan kabur, Ella!" Dave berteriak padaku.
Aku menutup pintu kamar kecil bertepatan dengan Dave yang samapi di muka pintu. Jantungku berdegup kencang. Senang rasanya bisa mengerjai suamiku tersayang. Aku menatap cermin kamar mandi sambil tertawa.
"Ella, buka pintunya!" teriak Dave dari balik pintu.
Aku tidak berbohong saat ku bilang akan ke kamar mandi. Aku berjalan lebih dulu dari Rei karena tidak tahan mau ke kamar kecil. Tapi, aku juga tidak meninggalkan Rei. Mana mau aku berduaan di dalam kamar hotel bersama suaminya.
Bedanya aku masuk lebih dulu sedangkan Rei masih tertahan di luar karena anak angkatnya menelpon. Saat aku masuk tadi, Rein juga keluar menunggu Rei. Aku segera menjalankan hajatku yang sudah ku tahan. Gedoran Dave tak ku hiraukan.
Selesai menjalankan hajatku, aku merapikan diri. Aku harus memasang tampang gundah di sini seolah aku terdakwa. Berharap saja Rei belum masuk ke kamar. Aku membuka pintu kamar kecil.
"Kucing betelor!" aku terkejut sambil mengusap dada.
Dave berdiri di depan pintu tanpa suara. Ku pikir dia kembali ke ruang tamu karena dia berhenti menggedor. Nyatanya malah berdiri di depan pintu kamar kecil.
"Aku tidak akan kemana-mana," ucapku sambil melengos ke sofa.
Tentu saja Dave mengikuti ku. Aku melihat situasi. Rei dan Rein masih berada di luar kamar hotel. Waktu yang cukup untukku menambah rasa penasaran sang suami.
"Ella, bagaimana bisa kau mengkhianatimu?" Dave mencecar ku lebih dulu.
"Kau sendiri yang memulai," jawabku sendu.
Aku sengaja memberi jawaban gamblang.
"Bukannya kita sudah sepakat untuk mencobanya tapi mengapa malah kau seperti ini."
"Memangnya aku kenapa?"
"Kau itu sudah tertangkap basah berselingkuh masih saja mengelak," Noel menimpali.
"Siapa yang tertangkap basah?" balasku sambil menatapnya tajam.
Permainan tarik-ulur ini cukup menyenangkan tapi mengesalkan. Dari gaya bicaranya, pasti Noel yang menjadi tukang kompor. Entah bahan bakar apa yang dia gunakan untuk kompornya hingga Dave mudah tersulut.
"Dasar wanita licik! Sudah tertangkap basah masih saja mengelak. Aku bilang juga apa, Dave!" seru Noel.
"Kau lebih percaya padanya daripada aku?" tanyaku pada Dave.
Ini kesempatan bagiku untuk mengetahui seberapa percayanya Dave padaku atau bisa jadi Dave lebih mempercayai kekasihnya itu. Dave terlihat menguras otak. Wajahnya yang tadi marah malah berubah menjadi terlihat bingung. Tentu saja, suami tercintaku itu bingung mau percaya istri tersayangnya ini atau kekasihnya.
Aku semakin menjadi-jadi ingin mengerjainya. Ada hikmahnya juga Dave berpikir bahwa aku telah mengkhianatinya.
"Aku ..."
Satu kata itu yang baru keluar dari mulutnya. Aku sangat yakin dia mengalami kebimbangan yang luar biasa.