Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.
Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.
Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Berjaga-jaga
"Aku dendam padamu, Ella!" ucap Noel tegas.
Lelaki betina itu menatapku tajam seolah aku adalah mangsa lemah yang selama ini telah di intainya.
Aku tak terima dituduh sebagai penyebab dari timbulnya dendam di hati lelaki betina itu. Apa salahku? Kenal saja baru-baru ini. Itu juga mau tak mau karena keadaan yang memaksa. Lagipula aku kenal dengannya secara tidak langsung. Di mana letak salahku?
Melihat yang lain masih diam, aku memilih mengikuti jejak mereka. Mereka menanti penjelasan Noel selanjutnya. Aku harus lebih sabar. Tidak ingin mudah tersulut seperti Noel.
"Ella telah mengambil Dave dariku. Aku yang lebih dulu mengenal Dave daripada kau!" Noel menunjukku dengan telunjuknya.
"Kau mau bilang, kau menyukaiku sejak kita di asrama?" tanya Dave. Nada suaranya bergetar.
Lagi-lagi aku dibuat terkejut oleh sebuah fakta yang baru aku ketahui. Aku akui, aku tidak pernah bertanya tentang masa lalu suamiku. Yang ku tahu adalah suamiku itu dari keluarga baik-baik. Aku juga tidak pernah mendengar hal-hal negatif tentangnya.
Aku tidak tahu jika Dave dan Noel sudah saling kenal dari dulu. Ku pikir dua tahun terakhir saja. Noel tersenyum kecut.
"Ya, aku menyukai mu sejak kita di asrama. Jika saja dari dulu aku mengejar mu setelah kejadian dengan kepala asrama itu, kau pasti tidak akan menikahi wanita licik itu," Nada suara Noel terdengar geram.
Sekali lagi Dave terkejut mendengar kejujuran dari kekasihnya itu. Aku sama terkejutnya. Artinya Noel tahu tentang kejadian naas Dave. Dia tahu tapi tidak membantu Dave. Apa dia sengaja membiarkannya atau memang sudah menjadi rencana Noel dan kepala asrama itu?
"Mengapa kau tidak membantunya bang sat!" seruku geram.
Aku meraih bantal sofa dan bangkit dari tempatku duduk. Aku memukul pria yang tidak punya perasaan itu dengan membabi buta.
"Sudah, Ella!" Rei berteriak sambil memeluk pinggangku dari belakang berusaha melepaskan aku dari Noel.
"Kau harus tenang!" bentak Rei.
Aku berhenti memukuli lelaki betina itu. Hatiku benar-benar panas. Rasanya ingin ku kuliti lelaki betina itu lalu aku beri tetesan jeruk nipis di kulitnya yang terkelupas. Biar dia tahu bagaimana perihnya hatiku. Terutama Dave.
Seseorang yang seharusnya bisa menolongnya waktu itu malah menonton adegan tidak wajar itu di kejauhan. Noel sangat tidak waras. Dari kecil saja hati dan otaknya sudah beracun. Aku harus menyelamatkan suamiku darinya.
Dave terduduk lemas. Tubuhnya merosot ke lantai mendapati fakta itu. Aku yang bukan korban dari kejadian lucknut itu saja merasa shock berat. Apalagi Dave yang menjadi korban. Akibat kejadian itu perilaku seksualnya jadi menyimpang. Aku tiba-tiba menyadari sesuatu.
"Jangan-jangan kau yang menghasut Dave!" ketus ku.
Noel tertawa licik. Aku sangat benci melihatnya tersenyum seperti itu. Dia seperti orang yang penuh tipu muslihat. Mengatai ku wanita licik malah dia sendiri induknya licik.
"Kau pikir siapa yang selama ini berada di sampingnya? Dave membutuhkan seorang teman untuknya bersandar. Aku satu-satunya orang yang mengerti keadaannya," jawab Noel santai.
Rei mencengkram sebelah lenganku. Dia menahan ku agar tidak bertindak brutal seperti tadi.
"Kau harus tenang, Ella. Jangan tersulut olehnya! Dia menginginkan kau seperti itu. Jadi, jangan beri apa yang dia harapkan!" bisik Rei.
"Benar-benar licik. Kau memanfaatkan keadaan. Dave sangat tidak beruntung bertemu dengan pria seperti mu," balasku tak kalah sengit.
Aku mengikuti saran Rei tapi aku tetap ingin membalas lelaki betina itu. Astaga, aku membutuhkan banyak stok sabar menghadapi pria licik itu.
"Noel!" seru Dave.
Aku menoleh saat mendengar Dave memanggil lelaki betina itu. Tubuhnya kini sudah berdiri tegap.
"Sayang, kau baik-baik saja kan," ucap Noel dengan nada manja dibuat-buat.
Julukan lelaki betina itu sangat cocok untuknya. Wajahnya sumringah mendengar Dave memanggilnya lembut. Aku heran dengan lelaki betina itu. Apa otaknya tertinggal di suatu tempat atau kepalanya memang kosong?
Bisa-bisanya dia bicara seperti itu pada Dave. Lelaki yang sudah dia permainkan hatinya. Apa dia pikir hati Dave itu terbuat dari baja? Aku bingung bukan kepalang dengan tingkah lelembut itu. Baru saja Noel melangkah untuk mendekati Dave, suamiku langsung menghentikannya.
"Berhenti di situ!" perintah Dave tegas.
Ekspresinya sangat serius ditambah tatapan tajam pada Noel. Lelaki betina itu terlihat tidak terima tapi tetap mengikuti perintah Dave.
"Mulai saat ini kau pergi dari hidupku. Jangan pernah mencoba mendekatiku dan berbuat macam-macam pada keluargaku!" tegas Dave.
Kedua netra Noel membulat. Dia tidak percaya Dave mengusirnya. Bahkan mengusir dari kehidupannya.
"Sayang, kau sedang bingung saat ini," jawab Noel.
"Ya, aku memang bingung," jawab Dave.
Noel tersenyum dan mulai melangkah lagi. Namun, baru dua langkah dia menghentikan langkahnya sendiri saat mendengar Dave berkata, "Dan bodoh. Aku rasa aku ini dungu. Aku sangat bodoh sampai-sampai aku bisa dipermainkan olehmu."
Dave tertawa. Suara tawanya sangat tidak enak di dengar. Tersirat kekecewaan, sedih, marah, dan benci dalam tawanya. Menurutku, Dave bukan tertawa tapi sedang meratapi kebodohannya sendiri.
Hatiku semakin sakit melihat keadaan suamiku itu. Aku melepaskan diri dari Rei dan memeluknya tepat sebelum tubuhnya merosot lagi ke lantai.
"Istigfar, Dave!" bisikku tepat di telinganya.
"Tidak apa-apa sayang. Ada aku di sini," bisikku lagi.
Berusaha menenangkan suami tercintaku. Dave berhenti tertawa lalu menatapku dengan sorot mata lembut. Dia memelukku erat. Kepalanya menempel di dadaku. Tubuhnya sedikit bergetar. Menangis. Dave saat ini menangis dalam diam dalam pelukanku.
"Pergi dari sini!" seru Rein.
"Kalau kamu tidak mau pergi dari sini, aku akan panggil petugas keamanan," ancam Rei.
Aku tak ingin melihat lelaki betina itu lagi. Saat ini aku lebih fokus pada keadaan mental suamiku. Awas saja jika terjadi sesuatu pada Dave. Aku akan membuat perhitungan pada lelaki betina itu.
Aku mendengar langkah yang mulai menjauh.
"Woi! Jangan lupa hengkang dari rumah Ella!" teriak Rei.
Bang
Aku yakin, Noel membanting pintu saat menutupnya.
"Ella, hubungi orang rumahmu untuk berjaga-jaga di rumah," Rei memberi ponselnya padaku.
Aku meraihnya dengan sebelah tangan dan mengerti maksud Rei. Carla berada di rumah. Bisa saja lelaki betina itu melakukan hal yang tidak kami inginkan.
Tanganku bergerak bebas di layar ponsel. Memasukkan beberapa angka yang sudah ku hafal. Kebiasaanku saat kecil sangat bermanfaat. Aku senang menghafal apa pun yang membuatku tertarik. Jangankan nomor ponsel, nomor induk kependudukan saja aku bisa mengingatnya. Terbukti saat genting begini.
Aku menghubungi Maya karena gadis itu selalu stand by dengan ponselnya. Saat keluar rumah, aku selalu berpesan pada Maya agar membawa ponselnya di saku. Mana tahu Carla rewel atau ada sesuatu pada Carla, dia bisa langsung menghubungiku. Tidak membutuhkan waktu lama, Maya langsung menjawab panggilanku.
"Halo, dengan siapa?" sapa Maya.
"May, ini aku," jawabku singkat.
"Oh, nyonya! Ada apa, nyah?"
"Suruh pak Ujang berjaga dan dampingi tuan Noel saat dia tiba nanti. Pastikan tidak ada satu pun barangnya yang tertinggal!"
"Baik, nyah."
"Satu lagi. Kau dan Carla sebaiknya berdiam diri di dalam kamar. Kunci pintunya. Kalau bisa jangan biarkan Carla bersuara keras."
"Iya, nyah."
"Beritahu juga mbok Darmi. Minta mbok Darmi berjaga menemani pak Ujang."
"Baik, nyah."
"Bagus. Terima kasih Maya."
"Sama-sama nyah."
Aku memutus panggilan dan mengembalikan ponsel Rei. Aku yakin Maya pasti bingung tiba-tiba mendapat perintah harus berjaga-jaga dari Noel. Setelah pulang nanti, aku akan menjelaskan pada mereka.
"Ella!" panggil Rei sambil menggoyang tangannya yang memegang sesuatu.