Aku adalah Dara, aku pernah menjalin hubungan dengan Bastian semasa sekolah, tapi karena tidak direstui, akhirnya hubungan kami kandas.
Akhirnya aku menikah dengan seseorang laki-laki lain, Lima tahun kemudian aku bertemu dengan Bastian kembali, yang ternyata sudah menikah juga.
Pernikahanku yang mengalami KDRT dan tidak bahagia, membuatku dan Bastian menjalin hubungan terlarang setelah Lima Tahun.
Salahkah, aku Mendua ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Tujuh
"Ra, mau 'kan kamu memulai lembaran baru lagi denganku?" Bastian mengulangi pertanyaannya.
Bastian memandangi wajah Dara dengan tatapan pengharapan. Dia akan berjuang jika memang Dara juga mau. Takutnya dia saja yang menginginkan semua, tapi wanita itu masih terus bertahan dengan pasangannya.
"Apa kita boleh melakukan itu? Kita akan menyakiti dua hati, Tian!" seru Dara.
"Tak akan ada yang tersakiti. Rico dan Fanny tersakiti juga karena ulah mereka sendiri. Fanny yang dengan sengaja membuat kita salah paham, dan Rico yang sengaja menikahi kamu hanya kerena balas dendam," ucap Bastian.
"Tian, jika aku di minta memilih, tentu aku mau bersamamu lagi. Apa semudah omongan untuk mewujudkan itu semua? Dan apa rasa cintamu masih sama atau hanya terobsesi sementara ini saja?" tanya Dara.
Dara takut rasa Bastian padanya hanya menggebu saat ini saja, hanya karena ada sedikit masalah dalam rumah tangganya. Wanita itu belum tahu jika Bastian tak pernah melakukan hubungan badan dengan istrinya Fanny. Dia hanya takut setelah berpisah dari Rico, ternyata rasa cinta pria itu juga hilang.
"Ra, apa beberapa hari kebersamaan kita tak bisa membuktikan jika rasa cintaku padamu masih sama seperti dulu. Rasa ini tetap ada untukmu. Tak pernah berubah, Ra," ucap Bastian.
Dara kembali terdiam. Dia ragu bukan hanya pada Bastian, tapi pada kedua orang tuanya. Saat masih gadis saja dia tak restu apa lagi sekarang statusnya sudah ibu anak satu. Apa kata mamanya?
Dara tak menyalahkan Tante Erna dan Om Gunawan saja. Sebagai orang tua mungkin dia ingin yang terbaik untuk anaknya. Bagi mereka Dara tak pantas untuk anaknya. Dia hanya wanita biasa dari keluarga kurang mampu, tak sebanding dengan putra mereka.
"Anggap saja cintamu masih sama, tapi apakah kali ini orang tuamu tak akan menentang? Bagaimana jika mereka tak merestui dan memberikan ancaman?" tanya Dara.
"Ra, sudah aku katakan jika kita bisa berjuang bersama. Saat ini aku bukan Bastian yang dulu lagi. Selain umurku sudah semakin dewasa, aku juga sudah memiliki usaha. Memang masih skala kecil. Kita akan berusaha bersama, Dara!" seru Bastian.
"Sebaiknya kita selesaikan dulu dengan pasangan masing-masing. Setelah itu baru pikirkan langkah selanjutnya, Tian. Jika kita memang ditakdirkan bersama pasti akan bersatu lagi. Sejauh manapun kaki melangkah, jika kita di takdirkan bersama pasti akan bertemu juga, tapi seerat apa pun kita genggam jika bukan ditakdirkan milik kita, pasti akan terlepas jua. Jadi kita sama-sama berusaha dan berdoa agar kita bisa dipersatukan kembali tanpa ada yang tersakiti," kata Dara.
"Baiklah, Dara. Aku akan segera akhiri rumah tanggaku, begitu juga denganmu. Jadi setelah itu baru kita bisa melangkah. Berjanjilah, kalau kamu akan berjuang bersama mencapai tujuan itu," ucap Bastian.
Dara akhirnya mengangguk setuju dengan ucapan Bastian. Melihat reaksi wanita itu, dia tersenyum bahagia.
"Ra, apa aku boleh memberi nama untuk bayimu. Aku sudah dibuatnya jatuh cinta dari sejak lahir," ucap Bastian dengan tatapan memohon.
Bastian dari kemarin telah memikirkan nama yang baik dan bagus untuk bayi Dara.
"Boleh banget, Tian. Kebetulan aku belum menyiapkan nama untuk bayi ini. Ada beberapa nama di kepala ini, tapi rasanya kurang pas," jawab Dara.
"Bagaimana kalau aku beri nama Cantika Hazel. Yang artinya gadis cantik yang penuh semangat dan perspektif. Cantika bermakna gadis cantik. Hazel bermakna penuh semangat dan perspektif. Kamu setuju, Ra?" tanya Bastian.
"Nama yang bagus. Aku suka. Jadi panggilannya Cantika atau Tika aja," jawab Dara.
"Sekarang kamu makan, Ra. Aku bawa nasi goreng. Beli di kafe kesukaanmu. Tadi aku kebetulan lewat sana."
Bastian lalu menyodorkan bungkusan nasi goreng itu. Dia juga ikutan makan.
***
Fanny yang baru pulang dari rumah temannya melihat Bastian, suaminya, duduk santai di sofa dalam kamar, asyik menonton tayangan sepak bola. Fanny menghampiri Bastian, memberikan senyuman manis, dan langsung mengusik konsentrasinya.
Dari pagi hingga malam Fanny sengaja berkumpul dengan teman-temannya untuk menghilangkan pikirannya tentang Bastian. Sebenarnya dia penasaran untuk siapa suaminya membeli nasi goreng tadi siang.
Dia pulang setelah mendapat kabar dari mertuanya jika sang suami telah berada di rumah.
"Siang tadi kamu kemana, Tian?" tanya Fannya mulai menyelidiki.
"Ke rumah teman!" jawab Bastian ketus.
“Kamu beli nasi goreng di kafe X ya?” tanya Fanny tanpa basa basi. Dia telah penasaran sejak lagi tadi.
Bastian menoleh, sedikit bingung. “Hah? Nasi goreng? Sejak kapan?”
“Ya ampun, jangan bercanda deh. Aku melihatnya sendiri tadi saat di kafe. Untuk siapa kamu beli itu?” Fanny bertanya sambil menyilangkan tangan di dada.
“Sudah aku katakan aku tak beli nasi goreng. Mungkin kamu salah lihat!" seru Bastian ketus.
"Mataku masih normal. Aku tak mungkin salah lihat!"
"Aku tidak membelinya!"
Fanny menyandarkan punggungnya di sofa dan semakin curiga. “Kalau kamu tidak beli nasi goreng, bungkusan itu buat siapa? Kan kafe X jauh dari sini, gak mungkin kamu bawa dari luar sana kalau bukan untukmu.”
Bastian mengerutkan kening. Dia tahu bahwa ini bukanlah pertanyaan yang akan disia-siakan Fanny begitu saja. "Kalau kamu tak percaya, tak masalah. Tapi jangan ganggu , aku lagi. Aku mau nonton!"
Fanny melangkah lebih dekat, merasa ada yang tidak beres. “Aku memang tak percaya karena melihat dengan mata kepala sendiri."
Bastian melirik Fanny dengan dagu terangkat. “Kalau aku bilang sudah tidak ada nasi goreng, berarti tidak ada. Lagipula, apa pentingnya bungkusan itu?”
“Mungkin tidak penting bagimu, tapi penting bagiku! Ini tentang kejujuran!” Fanny mulai mengangkat suaranya, merasa darahnya mendidih.
Suasana mendadak tegang. Bastian merasakan dorongan emosi dari Fanny. “Kau tampaknya berlebihan, Fanny. Kenapa kau begitu curiga? Hanya nasi goreng!”
Fanny menggelengkan kepala, dia merasa terkhianati. “Ini lebih dari sekedar nasi goreng, Bastian. Kenapa kamu tidak bisa mengakui saja kalau kamu sudah beli itu untuk orang lain?”
“Orang lain? Siapa yang kau maksud? Apa kau pikir aku selingkuh?” Bastian melontarkan tuduhan yang membuat Fanny terbelalak.
“Bukan selingkuh! Tapi bisa saja kamu membeli nasi goreng untuk temanmu atau seseorang yang pernah dekat denganmu!” Fanny menantang.
Bastian menghembuskan napas, mencoba menenangkan diri. “Fanny, mendengarnya sungguh konyol. Kenapa kau tidak tanya langsung saja ke kafe X? Mereka yang menjualnya, bukan aku!”
Fanny tersenyum sinis. “Oh, jadi kamu ingin aku jadi pengacara untuk melacak jajananmu dan untuk siapa kau beri?”
“Jika itu membuat kamu merasa puas, silakan!" seru Bastian.
Mereka berdua terdiam, sejenak suasana menjadi hening. Bastian merubah posisinya di sofa, mencoba berpikir jernih. “Aku memang membelinya. Jadi kamu mau apa?"
"Katakan untuk siapa kamu beli itu?" Fanny balik bertanya.
"Untuk siapa aku beli, itu bukan urusanmu. Aku tak harus melaporkan semuanya padamu!" ucap Bastian dengan ketus.
"Baiklah, Tian. Sepertinya kamu menantang ku. Akan aku selidiki untuk siapa kamu membelinya. Jika aku tau dia adalah selingkuhanmu, aku akan buat perhitungan!"
sukses selalu mama reni😍😍😍😍😍
aduh maaf Mak Lom smpt ke cono sibuk..mm🙏🙏🙏ntr saya kejar bap deh mak