Sekuel Touch Me, Hubby
🍁🍁
Perjodohan karena hutang budi, membuat Sherinda Agastya, gadis cantik dan sedikit ceroboh itu terpaksa menerima pernikahan yang tidak dia inginkan sama sekali. Parahnya lagi orang yang dijodohkan dengannya merupakan kakak kelasnya sendiri.
Lantas, bagaimana kehidupan mereka setelah menikah? Sedangkan Arghani Natakara Bagaskara yang merupakan ketua Osis di sekolahnya tersebut sudah memiliki kekasih.
Bagaimana lanjutan kisah mereka? Baca yuk!
Fb : Lee Yuta
IG : lee_yuta9
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_yuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Negosiasi Mama Ayumna
Bab. 8
"Jadi, maksud kedatanganku kali ini tidak hanya membicarakan perjodohan ini saja, Ga. Tapi langsung melamar salah satu anak gadismu," ujar papa Langit dengan wajah serius.
Membuat raut muka ayah Aga sedikit terkejut. Pun begitu dengan ibu Mela. Karena mereka pikir, kedatangan mereka malam ini hanya untuk berkenalan lebih dulu. Mempertemukan mereka, baru nanti membahas hal yang lebih lanjut lagi.
"Kenapa langsungan, Lang?" tanya ayah Aga sedikit bingung.
"Biar nggak terlalu ama, Ga. Lagian salah satu di antara putrimu juga udah kenal sama Ghani, kan? Gimana menurutmu?" tanya papa Langit lagi.
Ayah tidak bisa menjawabnya langsung. Ia perlu berdiskusi dengan ibu. Lalu ayah Aga menatap ke arah kedua putrinya.
"Maaf, jika Nara lancang, Yah, Om, Tante," ucap Nara mengambil suara lebih dulu. "Nara masih koas, jadi tidak bisa menjalin hubungan yang serius dengan seseorang terlebih dulu. Terus, usia Ghani sama Nara juga terpaut jauh. Dia lebih cocok jadi adiknya Nara. Jadi, mending Ghani sama adik saya saja, Rinda. Dia anaknya baik. Mereka juga saling kenal. Pasti akan lebih gampang dekatnya," jelas Nara.
Gadis itu mencari aman lebih dulu. Karena sebelumnya sang ibu sudah memberitahu berapa usia orang yang akan dijodohkan dengan salah satu di antara mereka.
Tentu saja Nara menolak dengan pria yang lebih muda, meskipun fisiknya jauh lebih tinggi dari nya. Di tambah lagi sebenarnya Ghani sangatlah tampan. Namun, itu semua tidak membuat Nara menurunkan kriterianya dengan berondong muda.
"Kak, tapi kan aku masih sekolah," rengek Rinda yang tidak terima jika kakaknya menyerah lebih awal.
"Ghani juga masih sekolah, Sayang," sahut mama Ayumna dengan nada yang lembut. "Kalian sudah pada punya KTP, jadi nggak masalah untuk menikah bulan depan. Masalah di sekolah, biar Ghani dan papanya yang urus. Tenang aja, itu nggak akan mengganggu belajar kamu kok," lanjutnya lagi.
Pertama kali melihat Rinda, mama Ayumna memang lebih setuju jika Ghani bersama dengan gadis itu. Terlebih lagi mereka sudah saling kenal.
"Tapi kami nggak saling cinta, Tante," elak Rinda yang masih memberi alasan untuk menolak perjodohan ini.
Meskipun mendapat kedipan dari sang ibu, Rinda tidak gentar sama sekali untuk mengungkapkan apa yang sedang dia rasa saat ini.
"Itu nanti bisa datang dengan sendirinya, Sayang. Mama sama Papa Langit dulu nggak saling kenal," ucap mama Ayumna. Kemudian wanita cantik itu berpindah duduk di dekat Rinda yang kebetulan kosong. "Dulu Mama itu pengantin pengganti. Kekasihnya Papa Langit kabur," bisik mama Ayumna namun dengan suara yang keras. Sehingga masih dapat didengar oleh semua orang.
Tentu saja kenyataan itu membuat mereka terkejut. Kecuali papa Langit.
"Maaa ..." tegur papa Langit.
Sedangkan mama Ayumna hanya mengedipkan matanya ke arah pria yang sedang mereka gosipkan. Membuat papa Langit menghela napas pasrah.
Memang, urusan nego menego seperti ini, istrinya paling jago. Walaupun sedikit menurunkan wibawa suaminya sendiri.
"Tapi, Tan—"
"Mama. Panggil Mama mulai sekarang," potong mama Ayumna cepat.
Membuat Ghani yang sedari tadi melihat tingkah mamanya menatap malas. Andai tidak diancam akan dibuatkan adik oleh orang tuanya sendiri, mungkin Ghani tidak akan berada di sini.
Sementara Rinda bingung dengan posisinya. Satu sisi, ia menyukai sikap dan sifat kedua orang paruh baya yang sangat menyenangkan ini. Lebih lagi mama Ayumna begitu lembut. Sangat berbeda sekali dengan ibunya yang sering melakukan paduan suara.
Namun, di lain sisi Rinda bisa melihat keterpaksaan di mata ketua osis tersebut.
"Jadi, gimana Rinda?" tanya ayah Gata. "Ayah terserah sama kamu," lanjutnya lagi.
'Ck! Tadi aja udah ngancem-ngancem nggak boleh nolak. Sekarang malah bilang kayak gitu. Pencitraan banget sih, Ayah." gerutu Rinda di dalam hati.
Rinda memejamkan mata sebentar, lalu menarik napas dalam-dalam. Sedang di sebelahnya ada mama Ayumna yang dengan tidak sabar menunggu jawaban darinya. Terlihat jelas sekali di tatapan wanita paruh baya tersebut. Bahkan tangannya tidak berhenti mengusap tangan Rinda sedari tadi.