Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadilah Pacarku!
Leava pulang ke Kosan, tapi dia sedikit bingung karena entah kenapa Givan tiba-tiba bilang jika jam 7 malam nanti, dia harus datang ke sebuah Restoran. Givan sendiri yang akan menjemputnya. Leava jadi bingung sendiri dengan itu.
Selesai mandi, Leava hanya merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menatap langit-langit dengan menerawang. Belum lagi Leava yang masih mengingat tentang kejadian beberapa hari ini. Devan yang masih begitu dingin padanya. Hingga dia tidak tahu dan tidak mengerti harus bagaimana bersikap. Sungguh, Lea tidak nyaman dengan situasi seperti ini.
Suara ketukan pintu, membuat Leava langsung terbangun dengan malas. Suara adiknya yang berteriak membuat dia menghembuskan nafas kasar. "Mau apasi tuh anak, suka banget teriak-teriak kayak di hutan"
Leava membuka pintu dan Dika pun langsung menerobos masuk. Duduk di kursi yang ada disana. "Kak, gue laper. Lo masak gak?"
Leava menghela nafas pelan, dia berjalan ke arah meja yang berada di ujung ruangan. "Nih, lo makan aja. Lagian gue malem ini harus pergi"
Dika langsung menoleh pada Kakaknya. "Pergi kemana? Bukannya udah seharusnya pulang kerja ya. Apa ada pekerjaan tambahan?"
Leava berjalan kembali ke arah adiknya dengan membawa sepiring makan malam untuknya. Menyimpannya di atas meja kecil depan mereka.
"Gue juga gak tahu, tapi tadi Asisten Givan yang bilang kalo gue harus pergi jam 7 nanti, ke sebuah Restoran"
Dika mengerutkan keningnya, semakin bingung saja dengan ucapan Kakaknya itu. "Wah, atau mungkin ada acara makan-makan kali, Kak. Kan sekarang lo udah jadi Sekretaris Bos, jadi pasti akan dibawa kalau ada acara seperti itu"
Leava mengangkat bahunya acuh. "Entahlah, gue juga bingung"
Dika memperhatikan wajah Kakaknya yang terlihat sangat muram. Sudah beberapa hari ini, Dika melihat Leava yang seperti ini. Seolah tidak ada lagi semangat dan ceria di wajahnya.
"Kak, lo baik-baik aja?"
Leava bersandar di sandaran kursi, menatap adiknya dengan menghembuskan nafas pelan. "Gue baik-baik aja. Cuma, gue bingung sama perasaan gue sendiri, Dek"
Seketika Dika langsung menghentikan makannya, sepertinya kali ini cukup serius. "Jangan bilang kalau lo udah jatuh cinta sama Bos lo itu?"
Leava terdiam, bingung bagaimana menjawabnya. Karena ternyata memang tidak mudah untuk menjelaskan apa yang dia rasakan. "Gue juga bingung Dek. Tapi, sepertinya iya"
Dika langsung menghembuskan nafas berat, padahal dia sangat mewanti-wanti Kakaknya agar tidak jatuh cinta sama Bosnya. Karena terlalu jauh dan banyak perbedaan diantara mereka.
"Kak, gue juga bingung harus bilang apa. Semuanya sudah terlanjur. Dan gue juga gak minta lo buat lupain perasaan lo. Sekarang terserah lo aja mau gimana, dan kalo emang Bos lo punya perasaan yang sama, maka lo terima saja. Asalkan lo udah yakin, dan percaya kalau pria itu gak akan nyakitin lo kayak mantan pacar lo itu"
Leava malah semakin menghembuskan nafas berat sekarang. Bingung menjelaskan semuanya. Karena mau bagaimana pun, dia tetap tidak bisa merebut pria yang diinginkan oleh sahabatnya.
"Lo habisin makannya, gue mau siap-siap dulu. Bentar lagi Asisten Givan akan jemput"
Leava berdiri dan segera berlalu ke arah tempat tidur yang hanya di tutup tirai saja. Sementara Dika membawa sepiring makanan itu ke kamar kosnya.
"Gue balik ke Kosan gue ya, Kak. Hati-hati di jalannya. Jangan pulang kemaleman lo"
"Iya Dek"
Leava bersiap dengan menggunakan pakaian seadanya saja. Pakaian dia saat pergi main, menggunakan celana longgar panjang dan atasan di atas pinggang. Membawa tas kecil yang berisi ponsel dan dompet saja. Rambut yang di kuncir satu. Benar-benar pakaian casual.
"Lagian gak jelas juga ngapain gue harus ke Restoran. Padahal gue udah pengen istirahat"
*
Devan sudah menunggu di Restoran ini, dia memesan satu lantai atas untuk malam ini. Sengaja memilih tempat ini, agar bisa menikmati malam dan melihat bintang. Semuanya sudah tersusun rapi, satu meja dengan lilin-lilin yang menyala mengelilinginya. Belum lagi kelopak bunga mawar merah yang berbentuk hati tersusun disana. Lampu-lampu yang berkerlap-kerlip indah.
Devan sudah berdiri disana dan terus melihat arloji di tangannya. Menunggu dengan cemas karena orang yang ditunggu belum juga datang.
"Lama sekali, apa ada sesuatu yang menghambat perjalanannya ya?" bergumam pelan dengan kembali menatap arloji di tangannya.
Sampai seseorang yang datang ke arahnya membuat Devan langsung terdiam. Penampil Leava sungguh membuatnya terdiam. Gadis itu malah terlihat seperti anak remaja. Penampilannya sungguh berbeda ketika dia bekerja. Kali ini dia menggunakan pakaian yang sesuai dengan usianya.
Ya ampun, kenapa dia menggemaskan sekali.
Terdiamnya Devan dengan menatap ke arahnya dengan lekat, malah membuat Leava kebingungan sekarang. Masalahnya, dia tidak menyangka jika akan dibawa ke Restoran mewah seperti ini. Apalagi saat menyadari lantai atas Restoran ini terlihat kosong, hanya ada satu meja saja.
Ada apa ini? Kenapa tidak ada orang lain disini?
Seharusnya masih banyak meja dan pengunjung lain. Apalagi Leava dengar jika Restoran ini terkenal dengan Ruptoof nya ini.
"Tuan, ada apa anda meminta saya datang kesini?" tanya Leava yang masih kebingungan dengan suasana ini.
Devan tidak langsung menjawab, dia menuntun Leava ke arah meja yang sudah disiapkan. Devan menarik kursi untuk diduduki oleh Leava. Perlakuannya ini malah semakin membuat Lea bingung. Karena tadi siang saja, Devan masih menunjukan sikap dingin padanya. Kenapa sekarang dia bisa berubah begini.
"Em, ini ada acara apa ya Tuan? Kenapa hanya ada kita berdua? Asisten Givan juga tidak ikut naik" ucap Leava.
Devan hanya tersenyum, dia duduk di depan Leava sekarang. Menatapnya dengan lekat, sungguh gemas dengan penampilan Leava saat ini.
"Dia tidak akan berani naik jika bukan aku yang menyuruh" ucap Devan, seolah mengatakan jika Givan berani mengganggunya, maka dia akan habis ditangan Devan.
Leava menatap ke sekelilingnya, aroma dari kelopak bunga mawar benar-benar menyeruak ke dalam indra penciumannya. Apalagi saat dia melihat langit malam yang bertabur bintang. Sungguh semakin merasa indah. Ini adalah pertama kalinya dia masuk ke Restoran ini. Hanya sering mendengar saja dari teman Kampusnya jika Restoran ini memiliki hidangan terbaik dan tempat yang baik juga. Pantas saja yang datang juga hanya orang-orang berada saja.
"Leava"
Panggilan itu membuat Leava berhenti menatap ke sekelilingnya yang indah. Dia kembali menoleh pada Devan, dan terkejut saat di depannya ada sebuah kalung dengan liontin bertuliskan Leavan. Lea terkejut dengan itu, dia menatap Devan dengan bingung.
"Jadilah pacarku"
Deg...
Bersambung