Tidak ada gadis yang mau menikah dengan lelaki beristri, apalagi dalam keterpaksaan ibu tiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Tertipunya Wulan
Daniel mulai mengirim pesan pada istrinya.
(Aku akan menikah lagi dengan seorang gadis bernama Sarla.)
Pesan terkirim, namun tetap ceklis, beberapa kali Daniel menghubungi Wulan. Nomor istrinya itu sudah tak aktif, bagaimana ia memberi tahu acara penikahanya jika nomor istrinya sendiri tak aktip.
"Kenapa sebenarnya dengan kamu Wulan, apa semarah itu kamu kepadaku, sampai satu minggu ini nomormu tak aktip aktip." ucap Daniel, berharap jika istrinya itu membalas pesan dan melarangnya. Atau mempelihatkan kepeduliannya itu.
Mengacak rambut dengan kasar, sosok seorang anak muda berumur dua puluh lima tahun datang keruanganya.
"Hai, paman. Apa kabar?"
Daniel masih dalam rumah sakit, tetap mejalankan perawatan karena kebocoran pada kepalanya cukup lumayan parah, Daniel mengira hanya dua hari saja di rumah sakit dia langsung pulang. Tapi pada kenyataanya, harus menjalankan penyembuhan agar kepalanya bisa sembuh dengan sempurna.
"Rafa, kamu datang?" Senyuman Daniel diperlihatkan pada keponakannya itu.
"Pastinya, bagaimana ke adaan paman sekarang!? "balas Rafa, mempelihatkan keakrab bannya pada Daniel.
"Gimana dengan wanita yang kamu suka itu, sudah menyatakan cinta belum pada dia?" tanya Daniel sedikit membuat Rafa malu.
"Berakhir menyedihkan, dia menolakku, dan sudah mau menikah dengan lelaki lain! " jawab Rafa, terlihat kekecewaan terlukis dalam wajahnya.
"Wanita kan banyak, memang tak ada yang lain apa selain dia?" tanya Daniel, mencoba menghibur sang keponakan.
"Ya, tetap saja. Banyak juga, kalau nggak srek di hati buat apa, buang buang waktu!" jawab Rafa, mempelihatkan betapa dirinya masih tak menerima.
"Oh ya, tante wulan ke mana?" tanya Rafa, melirik ke sana ke mari, tak ada satu orang pun menemani sang paman di dalam ruangan.
"Sudahlah, kamu jangan tanyakan Tante Wulan, dia lagi emosi, amarahnya masih meluap luap," ucapan Daniel, sembari memperagakan seperti seekor harimau yang akan memangsa mangsanya.
Rafa menggelangkan kepala, melihat tingkah Daniel seperti anak kecil," Mm. Paman ini, memang tidak pernah berubah."
Tawa kini dilayangkan mereka berdua.
Hingga dimana Daniel berucap," Paman mau menikah."
Deg ....
Rafa mengira semua itu hanya lelucon, ia kini tertawa lagi.
" Yang benar saja?"
"Ya, paman sudah pikirkan ini matang matang, hanya untuk mempunyai garis keturunan!"
"Terus, Tante Wulan, bagaimana dengan dia?"
Daniel menatap pada dinding ruanganya, ia kini menjawab dengan nada berat." Paman sudah memberitahu Tante kamu, tapi tak ada respon. Nomor ponselnya tak aktip."
"Kenapa, jika tante kesal atau marah. Akhir akhir ini dia sering pergi, ada apa denganya?"
"Paman sudah tak mau mengurusi dia yang makin ke sini makin tak bisa di atur, paman hanya mengikuti alur saja!"
"Ya kalau itu keputusan paman, Rafa hanya setuju tuju saja, kan punya istri lebih dari satu kan bagus. "
Daniel memukul bahu keponakannya yang asal bicara," heh. Paman ini mempunyai alasan yang kuat ya. Tidak baik untuk di tiru."
Rafa, hanya menganggukkan kepala, dan menuruti apa kata sang paman. Hingga Daniel memperlihatkan jadi jempolnya.
"Oh ya, calon paman siapa namanya?"
Rafa menanyakan tentang nama calon istri sang paman, ia penasaran siapa gadis yang akan menjadi istri kedua Daniel.
"Namanya .... "
Belum perkataan Daniel terlontar semuanya, Varel tiba tiba membuka pintu ruangan Daniel.
"Selama pagi, Pak Daniel. "
Varel membawa beberapa berkas penting untuk segera di tanda tangani sang atasan, karena yang mengurus semua perusahaan sekarang, jatuh kepada Varel untuk sementara waktu setelah keadaan Daniel membaik.
"Maaf mengganggu waktu anda Pak Daniel, saya mau meminta tanda tangan anda untuk kerja sama dengan perusahaan Anggara. "
Daniel mengambil berkas itu, ia dengan teliti membaca setiap baris kata. Lalu menandatangani setiap lembar berkas.
"Hanya ini saja. "
"Ya pak."
Varel terburu buru pergi untuk segera menyelesaikan jadwal metting, mempejelaskan bisnis yang akan dijalani.
Ponsel berbunyi, dimana jadwal Rafa untuk berkumpul dengan teman temannya, " Aduh, paman aku pergi dulu ya, ada urusan."
"Oke."
Walau pun Daniel bersifat dingin, ia tetap menampilkan wajah ramahnya kepada orang tertentu.
Rafa pergi, tinggal Daniel sendirian di ruangan, ia berharap jika Wulan menemaninya. Tapi pada kenyataanya, Wulan tak ada. Membalas pesanpun tak ada sama sekali, ia begitu cuek dan tak mempedulikan Daniel sama sekali.
******
Wulan ternyata tengah menikmati pesta dengan sosok lelaki yang selalu mengerti dirinya.
Tak ada tuntutan dari lelaki itu, Wulan cukup menikmati hidup dan kebebasannya.
"Bagaimana, kamu menikmati pestanya sayang." Tanya sang kekasih hati, menyentuh setiap inci tubuh. Tanpa rasa enggan sedikit pun, Wulan seakan pasrah, ia seperti tak punya rasa malu.
Padahal Daniel menantikan jawaban darinya, mengiginkan kepedulian. Bahwa Wulan masih mengharapakannya dan menghargainya sebagai seorang suami.
"Oh aku suka Baby, teruskan." Wulan terus berjoged riang, ia meluapkan semua emosinya. Merasakan jika hidupnya tak ada aturan dari mama mertua.
Acara pesta selesai, waktunya Angga membawa wulan ke kamar impian mereka. Tempat mereka bercanda, dan bermain sesuka hati dalam ranjang panas mengeluarkan keringat, sampai puncak kenikmatan.
"Tolong ya, pake peng*man, Oke?"
Ucap Wulan setengah sadar, Angga langsung membaringkan sang kekasih begitu saja.
"Angga, pelan pelan."
Angga sudah di rendungi nafsu, hingga ia lupa alat yang selalu di ingatkan oleh Wulan. Mereka bermain gila. Tanpa mempedulikan perasaan Daniel yang terus berharap pesanya di balas.
Tawa dalam kenikmatan mereka layangkan.
Dua jam berlalu, Wulan tertidur pulas dalam balutan selimut yang menutupi tubuhnya, sedangkan Angga mencari barang berharga pada dompet Wulan.
Ia menemukan cicin dan juga kalung, membuat kesempatan untuk mengambilnya." Lumayan bisa di jual."
Menaruh perhiasan itu pada celana. Angga juga kini menghabiskan uang dalam ATM Wulan," kesempatan emas dalam satu minggu ini."
Setelah mengambil semua harta yang dimiliki Wulan, Angga bersiap siap pergi meninggalkan Wulan sendirian di kamar hotel, ia tak mempedulikan nasib Wulan yang kini tak punya apa apa.
"Selamat tinggal sayang. Cukup di sini saja ya. "
Wulan tak menyadari kepergian Angga, ia terlalu lelah karena minuman alkohol yang memabukkannya.
Jam kini menunjukkan pukul delapan pagi. Wulan mulai beranjak berdiri mencari keberadaan kekasihnya, ia memanggil Angga, lelaki yang selalu memuaskannya dan berjanji akan menemaninya menjadi seorang model.
"Angga."
"Kemana dia?"
Wulan tak menemukan keberadaannya sama sekali, ia mulai mencari ponsel untuk menghubungi kekasihnya.
"Mana ponselku."
Ke sana ke mari, tak ada. "Ke mana sih, padahal dari tadi jelas jelas aku menaruhnya di sini. Sekarang kok tak ada?"
Wulan mengerutu kesal, ia menatap ke arah tas yang terbuka lebar, seakan ada orang yang sengaja membukanya seperti itu.
"Tasku. Kenapa semua berantakan begini sih."