NovelToon NovelToon
Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Siapa Aku? (Cinta Ku Ada Di Alam Lain)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Mafia / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: M.L.I

Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Taukah seberapa besar pengaruh kancing? [1]

✨AGAR MEMUDAHKAN MEMAHAMI ALUR, BACA

     SETIAP TANGGAL, HARI, DAN  WAKTU DENGAN

     BAIK

✨PAHAMI POTONGAN-POTONGAN CERITA

✨BERTYPE ALUR CAMPURAN (MAJU DAN

     MUNDUR)

^^^Sabtu, 30 September 2023 (08.25)^^^

Embun usai hujan kemarin masih bertaburan menutupi kaca. Bertemankan buliran air yang masih tersisa di ujung daun. Di hanyutkan juga cuaca pagi yang lebih dingin dari biasanya. Natha mengeluh sejuk, usai angin masuk lewat kaca jendela yang terbuka setengah.

Hanya suara cerek yang ribut membuat gaduh di pagi libur gadis tersebut. Dia bangun dan meletakan novel tanpa covernya di atas meja belajar, hendak mematikan cerek yang sudah mendidih.

Pagi itu Natha memutuskan untuk pergi, ada suatu urusan yang perlu dia selesaikan. Makanya hari libur ini dia hanya memasak minuman seduh untuk menganjal perut sebagai sarapan pagi hari.

Satu-persatu Natha sengaja membaca untuk mengisi jeda waktu, mencoba memahami alur dari si tokoh figuran yang kini Natha duga-duga adalah dirinya, terus mengubak dengan rasa mendalam.

Ada hal yang tidak bisa gadis itu pahami, dia merasa dihantui dan bertanya-tanya akan siapakan orang yang menjadi penulis novel tersebut.

Bisakah dia keluar dan berhenti memerankan tokoh yang ada di sana. Mengapa Natha bisa sampai masuk ke dalam novel ini, masuk ke dunia yang tidak pernah di bayangkan manusia manapun akan benar-benar terjadi.

Terlebih Natha bingung bagaimana bisa ketiga tokoh yang seharunya menjadi figuran jahat dan membully Natha sudah di keluarkan dari sekolah. Melihat dari tebal halaman, novel itu belum mau sampai di penghujung kisah.

Tapi ketika Natha mencoba lanjut membalik lembar setelah beberapa adegan, dia malah menemukan halaman kosong. Lembar yang tersisa putih polos, tanpa judul, kata, atau sebatas titik di sana.

Baik di dapan, belakang, juga halaman-halaman berikutnya juga kosong. Natha keheranan melihat novel, bagaimana mungkin separuhnya masih kosong. Sementara novel ini sudah di cetak menjadi buku.

Tok… tok… tok…

Kebingungan Natha terjeda di sela suara pintu depan terdengar di ketuk. Cukup jelas mencapai kamarnya, karena di sana sangat hening dan sunyi.

Gadis itu sempat merasa heran dengan insan yang memukuli pintu depannya, selama beberapa bulan terakhir selain dirinya tidak ada orang yang datang ke rumah ini. Mungkin jika ada ibu, bisa saja dia yang melakukannya, tapi wanita itu juga tidak akan mengetuk pintu.

Langsung masuk karena ibu punya kunci cadangan rumah. Natha meletakan kembali novel di rak atas meja dekat jendela. Dengan ragu-ragu mengerakan knop pintu depan, menyiapkan diri akan insan yang ada di balik pintu depan rumahnya. Siapa tau ada orang yang berniat jahat.

“ Surprise!!! “ Seseorang yang menjadi pelaku pengetukan berseru. Dia tersenyum lebar memandangi Natha. Terlihat bersemangat di hari libur tersebut.

Sementara Natha malah terkejut, padahal dia sudah siap dengan posisi dan payung yang ada di ancang-ancang tangannya. “ Ha! Lu? “

Alis Natha menyatu heran melihat raga yang ada di balik pintunya pagi ini adalah Iefan. Dari mana pria itu bisa tahu letak rumahnya.

“ Gimana? Udah siap? Yuk, gass! “ Iefan menarik tangan Natha seenak hati.

Bersemangat membawa gadis itu menuju mobil sport mewah yang terpakir mentok di jalanan gang. Ada beberapa tetangga yang heboh dan salut menatapi mobil Iefan.

Natha cepat menahan. Dia memperhatikan kesibukan tetangga-tetangganya, melepaskan tangan Iefan dengan kesal. Pasti tetanganya itu akan semakin julid dan membicarakan Natha dengan buruk.

“ E-eh apaan nih! Enak aja main tarik-tarik. Gue ngga ikut. Lu aja. Mau ke dokter kan? “ Dia baru ingat jika Iefan memang mengajak Natha untuk pergi ke dokter yang biasa merawat kaki laki-laki itu saat berencana di Unit Kesehatan Sekolah waktu lalu, namun tidak menyangka sungguhan dan langsung terjadi di hari sabtu ini.

Iefan kaget mendapat reaksi Natha. Ekspresi semanganya memudar. “ Lah, ngga bisa gitu woi! Lu udah janji sama gue. “ Iefan protes.

Rencana dia untuk menginterogasi Natha saat di Rumah Sakit akan gagal kalau gadis itu menolak ikut dengan dia hari ini. Walaupun di balik itu dia memang mau membantu Natha untuk mengobati kaki gadis itu.

“ Kapan? “ Natha mempertanyakan perkataan Iefan. Rautnya datar tengah menagih jawaban.

Iefan bungkam melihat ekspresi Natha. Gadis itu tidak mudah untuk di kelabui. Jadi dia ingat betul setiap inci perkataan yang pernah bibirnya keluarkan sendiri.

“ E… “ Sebisa mungkin laki-laki itu mencari alasan. “ Lu… kan udah janji sama Aslan. “ Muncul ide tak masuk akal lainnya. Padahal tetap tidak berpengaruh terhadap Natha.

“ Kapan?? “ Lagi-lagi gadis itu hanya menekankan kata-katanya. Tetap datar dan tak gentar di kelabui oleh Iefan.

Dengan santai masih mengenggam payung di tangannya. Sebagai senjata abal-abal jika ada penjahat tadinya.

Iefan menjadi frustasi. Dia menghela dengan kasar melihat wajah Natha. “ Woi lah Natha, kepala batu banget si! Lu cuma perlu ikut gue ke RS! Masalah uang ataupun biaya lainnya gue yang tanggung.” Dia masih mencoba untuk membujuk, tapi dengan cara terakhir dan pasrah.

“ Lagian lu mau sampe kapan jadi poci kaya gitu lompat-lompat. “ Bola penglihatan Iefan melirik ke arah bawah kaki Natha.

Dia menaruh secarcar tatapan khawatir disana. Mereka memang sering bertengkar tapi di balik itu, tetap ada perasaan peduli di hati Iefan. Hanya saja tidak dia sadari dan tidak lelaki itu tunjukan dengan jelas.

“ Gue ngga lompat-lompat. “ Wajah Natha semakin datar dan kesal mendengar perkataan Iefan. Payungnya sudah berada di atas untuk bersiap memukul.

“ Lompat-lompat! “ Iefan menimpali, tidak takut dengan ancaman payung Natha.

“ Gue! Ngga! Lompat-lompat! “ Natha menekankan setiap kata-katanya. Dia tersulur kesal. Sudah geram dengan wajah Iefan yang datar membalas perkataan Natha.

Iefan cengengesan dan sengaja mengerjai Natha agar semakin kesal. Dia baru mendapat ide untuk membuat Natha marah dan akhirnya luluh. “ Ouh… iya-iya bener.... Lu lompat-lompat, ya… “

Giliran Natha yang menghela dengan kasar kali ini. Dia menghembus cepat menahan emosi usai tak kunjung mampu membuat lelaki itu diam. Sifat menyebalkan Iefan ternyata bisa membuat Natha jengkel dan malas mau meladeni.

Jadi setelah mengenggam erat payungnya sendiri, akhirnya Natha juga pasrah dan menurut dengan kemauan Iefan. “ Okey! Gue ikut! Tapi harus sesuai sama yang lu bilang. Tanpa uang satu rupiah pun. “ Sengaja Natha menekankan, bermaksud untuk membuat Iefan batal karena harus membayar biaya dirinya.

“ Okey. Gass! “ Tapi siapa sangka Iefan malah bersemangat menyahut Natha, gadis itu lupa kalau Iefan adalah anak orang kaya raya. Jajannya sendiri bahkan tindak akan berkurang jika harus membayar Natha tiga kali lipat berobat hari ini.

Sepanjang jalan Natha termenung di sisi jendela, sebenarnya masih kesal karena berhasil di kelabui Iefan, tapi tanpa sadar dia mulai penuh memperhatikan dan menelusuri rincian kota Jakarta yang dilalui.

Baru kali ini Natha memperhatikan indahnya jalanan kota kelahiran, alunan tugu yang berjejer di tengah bundaran, gedung-gedung pencakar langit, juga bangunan lain yang modern.

Biasanya hanya kemacetan dan padatnya penumpang bus yang Natha temui setiap dia berpergian, terlebih dengan Aslan dan Iefan juga di masing-masing mobil mereka, kadang Natha memang tidak terlalu memperhatikan jendela dengan seksama.

Barulah pagi ini dia mendapat penglihatan, tercerahkan akan seperti apa kota yang dirinya tinggalin selama ini. Natha yang selalu tinggal di perumahan kumuh jarang mendapat kesempatan untuk menikmati kemajuan kotanya.

Sampai baru sadar dia sudah berada di zaman yang sangat modern. Iefan memerhatikan aktivitas Natha, mereka duduk bersebelahan di kursi belakang. Ada sopir pribadi yang mengemudikan mobil Iefan.

Orang tua lelaki itu tidak mengizinkan Iefan membawa mobil sendiri jika masih dalam keadaan cedera. Tanpa Iefan sadari dia menilisik setiap inci wajah Natha. Senyuman dan ekspresi antusias Natha ketika memerhatikan jalanan terlihat lucu, sedikit mencuri perhatian Iefan yang duduk disebelah.

Gumpalan rambut dengan model yang selalu diikat seperti ekor kuda. Bertalian dari anak rambut di kedua sisi pipi Natha yang berisi. Tipis-tipis Iefan ikut tersenyum memandangi wajah polos Natha dari pantulan kaca.

^^^Senin, 02 Oktober 2023 (09.26)^^^

Anak-anak saling tertawa, mereka usil asik mengerjai, beberapa lainnya juga sibuk dengan aktivitas masing-masing. Tengah belajar, bercanda, marah, tidur, mencoret di papan tulis, main bola, berteriak sebagai supporter, makan di kantin, atau kesibukan lain menjelang Ujian Sekolah Menengah Atas Jaya Pura.

Ujian ini adalah bentuk salah satu tes untuk menguji kemampuan siswa sebelum menuju Ujian Semester Akhir atau bagi kelas 12 seperti Natha yakni Ujian Penentu Secara Nasional.

Sengaja melatih siswanya untuk siap menuju Ujian yang sesungguhnya, sekaligus menjadi tolak ukur bagi para guru sudah sejauh mana murid mereka memahami pelajaran yang di berikan.

Jikalau di lihat masih banyak yang kurang atau belum memadai, maka setelah ujian ini para guru akan mencoba lebih membantu dan mendidik para siswanya dengan kencang.

Kegagalan suatu murid salah satunya juga di faktorkan oleh guru yang mengajar, wajar guru-guru di Sekolah Menengah Atas Jaya Pura sangat berkualitas, mendidik dengan sungguh-sungguh dan disiplin.

Sekolah itu tidak pernah terkenal buruk atau mendapat nilai yang rendah dari para murid yang di hasilkan sekolahnya, minimal saat Ujian Penentu Secara Nasional, siswa terendah di Sekolah Menengah Atas Jaya Pura hanya akan berada di urutan 200 dari seribu atau sekian juta siswa yang ada di Indonesia dalam komulatif rangking nilai Ujian Penentu Secara Nasional.

Dan memang hampir semua yang memenuhi urutan 1 hingga 300 terbawah adalah siswa Sekolah Menengah Atas Jaya Pura itu sendiri, sekalipun ada yang lebih dari rangking 300, biasanya di karenakan siswa dari sekolahan terkenal tersebut yang sudah terlalu banyak, jadi tidak cukup lagi untuk di tampung dalam ranking atas yang dipenuhi dari siswanya sendiri.

Namun perlu kalian ketahui, saat Ujian Penentu Secara Nasional Natha di bangku Sekolah Menengah Atasnya pada dunia asli, dia berhasil masuk ke dalam jejeran urutan 100 dari sekian ribu siswa kelas 12 di Indonesia.

Dia satu-satunya orang yang berani menyelinap ke dalam barisan siswa Sekolah Menengah Atas Jaya Pura perwakilan dari sekolah biasa, dan menjadi satu-satunya orang yang pernah mengalahkan siswa dari sekolahan terkemuka tersebut, setelah sekian tahun. Itu adalah prestasi besar bagi Natha, termasuk sekolah biasa yang dia masuki.

Wajar dengan perolehan nilai itu Natha akhirnya bisa masuk ke Universitas Purna Witarma. Yakini Universitas terkenal dan terkemuka di negeri, bahkan manca negara, juga Universitas yang banyak di minati seluruh insan.

Wajar masa belajar mandiri bulan-bulan ini begitu di manfaatkan dengan baik, oleh beberapa siswa untuk menonjolkan nilai menuju Ujian Penentu Secara Nasional.

Mencakuplah seorang siswi bernama Nathania, dia hendak pergi ke perpustakaan sekolah untuk belajar, dan mencari suatu hal yang telah menganjal di otaknya selama beberapa hari terakhir.

Tapi sebelum tiba di sana dia singgah sebentar, berdiri di halaman sekolah untuk mencari seorang siswa, deretan kelas IPS berada. Dari jauh, anak mata Natha melirik keberadaan raga Baron tengah gerombolan temannya, di sadari langsung juga oleh orang yang di tuju.

Baron berjalan menghampiri Natha dengan tersenyum di sebelah bibir, paham kalau gadis itu sedang mencari dirinya. Dengan gejolak teman-teman Baron, yang meneriaki kedatangan Natha dengan usil.

“ Lu nyari gue, manis? “ Baron tersenyum, menunjukan ekspresi yang sama seperti saat bertemu di dekat ruang CCTV. Seolah dia anak baik dan tidak pernah melakukan suatu hal yang jahat.

Natha menjulurkan tangan yang berisi jaket hitam milik Baron, sudah dia cuci dengan bersih. “ Taruhan kita udah selesai. Kemenangan kelas gue kemarin udah nunjukin kalau gue yang memenangkan taruhan. Jadi gue harap lu jangan pernah berurusan sama Aslan atau Iefan lagi, maupun ngedeketin Olivia kaya kemarin sore. “

Wajah Natha tegas, dia berbicara dengan lugas. Terlihat sangat mantap dengan kata-katanya menatapi wajah Baron, juga bermaksud marah karena laki-laki itu mendekati Olivia kemarin sore.

Baron tertawa tak percaya, dia mengambil jaket dari tangan Natha. Seolah sangat lelah dan bosan dengan pembicaraan yang gadis itu tuturkan. “ Cih, menang? “

Tatapan Baron melamun, dia terlihat mempertanyakan kata-kata yang barusan bibirnya ucapkan. Sekilas lalu beralih memandangi wajah Natha di depannya. “ Jangan kalian pikir gue ngga tau kalau lu dan Aslan udah saling sekongkol buat menangin ni taruhan. “

Alis Natha naik sebelah menerima ucapan Baron di telinganya.

“ Ngga papa si sebenarnya. Gue juga senang liat Aslan yang mati-matian lomba buat menangin taruhan ini. “ Laki-laki itu lanjut bersuara, tangannya naik turun memperhatikan jaket kulit berwarna hitam tersebut dengan seksama. Dia mengecek apakah sungguh sudah Natha cuci dengan bersih atau tidak.

Natha kesal dengan Baron. “ Maksud lu apa! Aslan ngga tau tentang taruhan itu. Lu jangan asal ngomong! “ Emosi gadis itu hampir tersulut karena dibuat bingung dengan perkataan Baron.

Kepala Baron mengangguk sendiri setelah selesai mengecek, terlihat seperti mengatakan jika jaket itu memang sudah bersih. Dia tidak memandangi Natha ketika berbicara.

“ Lu tanya aja sama dia. Dia sampai mukulin gue, gara-gara gue ngasi tau hasil taruhan kalau misalnya kelas lu kalah. Padahal baru gue ancam loh. “ Lengkungan Baron naik di kata terakhir. Dia meremeh seolah Aslan sangat takut padahal hanya karena sebuah ancaman dari dirinya.

Natha benar-benar sudah naik pitam di buat Baron, pantas saja Natha melihat bagaimana upaya Aslan yang rela bertanding dengan luka di tangannya, hanya untuk memenangkan sebuah perlombaan.

Padahal jika kelas mereka kalah sekalipun, Aslan tidak akan mati untuk membayar kerugian, dia jelas memiliki banyak uang. Jadi nominal tersebut tidak berpengaruh, tapi rupanya ada suatu alasan yang menjadikan jiwa laki-laki itu begitu berkoar untuk menang kemarin.

“ Oh-ya. “ Baron tiba-tiba bersuara lagi di sela kaki Natha yang hendak melangkah pergi. Gadis itu terpaksa berhenti, mendengarkan Baron tanpa memandangi. “ Gue juga ada ngasi hadiah perpisahan buat Olivia, semoga dia senang. “ Bibir Baron naik, tersenyum dengan penuh kepuasan melirik Natha.

Dia sengaja melakukan hal tersebut, sebenarnya memang untuk memberikan hadiah kepada Olivia, tapi ada niat lain dari balik pemberitahuannya kepada Natha. Dia mau kalau Olivia sadar, ternyata Natha bukanlah gadis yang baik.

Tentu masih ada dendam atas perbuatan Natha yang membawa polisi datang ke markasnya malam itu, mengakibatkan hampir sebagian orang-orang yang telah menemani laki-laki itu tumbuh dewasa dari kecil tertangkap oleh para aparat keamanan.

Mereka memang bukanlah orang yang baik, tidak terkecuali satupun manusia yang berada di dalam bangunan tua itu tidak terlepas dari tindak kriminalnya, namun di balik kekurangan itu mereka juga manusia, pasti punya hati dan perasaan.

Baron kecil adalah anak laki-laki yang cengeng, keluarganya yang hancur menjadikan dia hidup luntang-lantung dengan sang saudara, sampai berakhir masuk dalam lingkungan kriminal demi membeli sesuap nasi untuk menyambung hidup.

Namun lama kelamaan seiring bertambahnya umur, Baron mendapat banyak pelajaran dan pengajaran dari orang-orang tersebut, bukan untuk menjadi seorang penjahat.

Tapi bagaimana susahnya hidup di dunia, dan mencari nafkah demi diri sendiri, tanpa ada bantuan orang lain. Serta bagaimana status sosial bisa mempengaruhi takdir hidup orang lain.

Para preman di sana bukannya tidak memiliki masa lalu, mereka juga punya cerita masing-masing yang sebagian menjadikan mereka hidup seperti itu.

Hal itulah yang menjadikan Baron bertekad untuk sekolah, dia ingin menjadi orang yang sukses dan membantu saudara serta beberapa orang yang hidup bersamanya itu, untuk menjadi manusia yang lebih baik dan terlepas dari pekerjaan mereka sebagai para kriminal.

Nafas Natha menghembus mendengar tuturan Baron, dia benar-benar kesal dengan tindakan yang laki-laki itu perbuat. Tapi tidak bisa berbuat banyak dengan raga insan itu yang berada di dekat Natha saat ini, yang Natha pikirkan adalah Baron pasti memberikan semacam hadiah menyeramkan seperti waktu kejadian di loker Olivia.

Makanya gadis itu cepat melangkah pergi untuk kembali ke kelasnya dengan khawatir dan tergesa-gesa. Lagi pula niatan Natha untuk mengembalikan jaket dan menyuruh Baron untuk tidak menganggu Olivia sudah di lakukan.

Tidak ada alasan lagi bagi Natha untuk berada di depan barisan kelas anak IPS sana. Menyisakan pandangan tajam dari orang yang di tinggalkan, dia diam berubah 360 derajat dari sifatnya yang cengengesan tadi, Baron hanya memandangi langkah Natha yang menjauh.

Tangannya erat, mengenggam jaket yang di kembalikan Natha, di tampilkan begitu saja dalam genggaman tangannya di dekat saku celana. Tidak hanya Baron, entah kebetulan apalagi, Iefan juga memandangi dari jarak jauh.

Dia tidak bisa mendengar percakapan antar kedua insan yang berbeda jenis kelamin tersebut, namun masih memberi Iefan pandangan ketika Natha memberikan sebuah jaket kepada Baron.

Alis lebat laki-laki bertubuh jangkung itu bertemu heran, dengan hal yang baru saja temannya itu lakukan. Mengapa Natha bisa mendapatkan jaket Baron, apa hubungan Natha dan Baron. Begitulah sekiranya yang di pikirkan benar Iefan kala itu.

^^^Sabtu, 30 September 2023 (10.07)^^^

Natha berjalan keluar dari ruangan, pergelangan kaki kanannya sudah di perban. Ada beberapa lembaran yang menjadi resep obat milik dia di tangan kanan Natha. Dia berjalan pincang menuju beranda tengah rumah sakit, seseorang telah menunggunya di ruang tunggu lingkungan itu.

Tetapi genggaman tangan kiri dan raut Natha terlihat tidak senang untuk segera bertemu dengan seseorang tersebut. Yakni Iefan yang menjadi pelaku penghasut dan telah membawa masuk Natha ke dalam rumah sakit pagi ini.

Ruangan tempat Natha keluar tadi rupanya ruangan pribadi dari salah seorang dokter ahli tulang, yang akan menangani pasien khusus di tempat tersebut.

Tidak semua pasien bisa masuk ke sana, terutama biaya yang di atas rata-rata, dan kualitas dari kemampuan dokter itu sendiri. Nyeri di kaki Natha bahkan mulai memudar sekarang, hanya karena di olesi salep yang juga menjadi salah satu daftar obatnya di kertas.

Namun giliran jantung Natha yang terasa sakit dan hampir meledak. Dia sempat menanyakan biaya pengobatan yang ada di sana, siapa duga jumlahnya bisa sampai menjadi biaya hidup selama bertahun bagi Natha.

Bisa bertahun-tahun bagi dia untuk mengumpulkan nominal yang di sebutkan dokter tadi, terlebih niatan Natha yang tadinya hendak berinisiatif membayar ulang pengobatan dari Iefan, namun setelah mendapat jawaban dari dokter tadi mungkin Natha akan berfikir kembali untuk membayar ulang atau tidak.

Untungnya sejenak Natha juga ingat jika mereka berada di dunia novel sekarang, entahlah itu adil atau tidak, tapi Natha pikir uang ini mungkin tidak sungguhan. Jadi dia berfikir sepihak, jika dirinya tidak memiliki kewajiban untuk menganti ulang.

Di sudut ruang tunggu Natha melihat Iefan yang tengah duduk. Tampaknya lelaki itu sedang bercanda, terlihat sesekali beberapa orang tua yang berbaju pasien di sana tertawa menanggapinya.

Sikap humor dan akrab Iefan rupanya juga dia tunjukan terhadap orang-orang yang lebih tua darinya. Akan tetapi tetap tidak menghilangkan rasa hormatnya terhadap mereka.

Iefan tertawa dan berbincang-bincang dengan beberapa orang yang mencakup pasien lansia, dia tidak menyadari kedatangan Natha. Sampai beberapa orang tua di sana bereaksi barulah Iefan menoleh.

Segera setelah sadar, laki-laki itu berdiri menghampiri Natha, dia kaget tidak melihat dan menemukan tongkat di sekitaran tubuh gadis itu. Bukankah tadi dia sudah berpesan agar dokter memberikan tongkat kepada Natha.

Gadis berperbankan di pergelangan kaki itu tidak bereaksi dengan Iefan, dia malah menyapa terdahulu sambil memberi salam kepada beberapa orang tua juga pasien yang telah berbincang dengan Iefan di sisi belakang.

Lalu beralih dengan sopan membawa Iefan cepat pergi. Tanpa menyadari ada seorang wanita lanjut usai diantara mereka yang memandangi Natha dalam diam.

“ Eh tongkat lu mana?! “ Iefan sibuk mencari-cari sejak tadi.

Tidak paham dengan maksud Natha untuk membawa laki-laki itu pergi lebih dahulu, baru saling berbicara setelahnya pergi dari beberapa pasien di sana. Tidak enak, jika mereka harus berdebat, dan Natha yang hendak memukuli kepala Iefan depan para orang tua tersebut.

Emosi Natha membeludak, dia cukup menahan sedari tadi. “ Lu ya, bisa-bisanya nyuruh tu dokter ngasi gue tongkat segala. Lu kira gue patah tulang apa! “ Natha protes.

“ Nih liat! Biaya pengobatannya aja udah sampe segini, apalagi mau di tambah obat sama tongkat! “ Gadis itu menunjukan kertas resep obat yang ada di tangannya dengan kesal. Marah mengapa Iefan perlu menghambur-hamburkan uang hanya untuk cedera biasa seperti Natha.

Tapi bukannya merespon, Iefan malah menghembus dengan kasar. Dia paham dengan arah jalan mereka sekarang, yang memang hendak keluar Rumah Sakit tanpa menebus obat atau tongkat. Cepat Iefan merampas lembar yang ada di tangan Natha.

“ Kita ambil obat sama tongkatnya. “ Lelaki itu berbicara tegas, hendak berjalan pergi meninggalkan Natha.

Natha yang sadar rupanya lebih cepat mencegah. “ E-eh! Mau kemana! “ Dia menahan tubuh Iefan.

“ Ngambil obat sama tongkat lu! Gue kan udah janji dan bilang, kalau semua pengobatan lu, gue yang tanggung. “ Iefan menjelaskan, kata-katanya tegas dan tidak terdengar main-main seperti biasa.

Sedikit membuat Natha terkejut atas reaksi Iefan yang berbeda. Tapi cepat memproses untuk menolak mentah-mentah. “ Ngga-ngga. Jangan! Kaki gue udah mendingan. Ki-kita balik aja ya. “ Gadis itu berupaya berdalih.

Mencoba membujuk Iefan, dia tau Iefan hanya mencoba untuk menolong, tapi bukan berarti di bayarkan Natha akan seenak hati.

Pengobatan tadi sudah lebih dari cukup untuk membantu gadis itu dari cedera di kakinya. Tidak seharunya Iefan berlebihan lagi dengan membeli tongkat dan obat yang begitu mahal harganya.

Iefan terdiam membalas raut Natha, kali ini rautnya sangat serius, dia melepaskan tangan Natha dari lengannya. Ada raut kesal di wajah Iefan yang diam.

“ Lu kenapa si Natha. Akhir-akhir ini banyak berubah dan ngga percaya sama kita. Gue ngga pernah minta imbalan apapun sama lu. Bukannya dari dulu lu tau kalau gue itu tulus mau bantuin. Kita udah temenan lama, tapi sikap lu akhir-akhir ini seakan kalau kita bukan temen. Natha! “ Kata-kata Iefan ditekankan di diakhir, menjelaskan jika hal tersebut yang menjadi masalah utama. Sepertinya dia cukup kesal dengan semua penolakan Natha.

“ Tapi gue bukan Natha yang lu kenal. Gue bukan temen lu! “ Natha terbeku diam menerima tuturan Iefan. Dia kehabisan kata-kata dan reaksi. Akhirnya hanya bisa menatapi Iefan dalam diam.

Mereka saling bertatapan seakan berbicara dari pandangan mata satu sama lain. Natha merasa jika dia bukan gadis yang diceritakan dalam novel, sebagai teman dari Aslan dan Iefan.

Dia hanyalah gadis biasa yang tiba-tiba masuk ke dalam dunia novel. Terbukti dia yang bahkan tindak ingat dirinya sendiri serta tidak tau hal apa yang pernah dia lalui bersama anak sekolahan tersebut seperti yang selalu di katakan, sampai-sampai di awal Natha mengira jika dia salah masuk sekolah. Dan tidak tengah berada di dimensi buana novel.

“ Bahkan lu sengaja nyatai perasaan ke Aslan depan Olivia, padahal lu tau dan bilang ke gue sendiri waktu itu, kalau Olivia suka sama Aslan. “

Iefan membatin dengan perasaan sedih dan heran. Ingatan tentang kejadian Natha dan Aslan di lapangan sore itu ikut menghiasi benaknya, dia juga menjadi salah satu saksi yang melihat Natha menyatakan perasaanya langsung kepada Aslan di sore jumat kemarin.

...~Bersambung~...

✨MOHON SARAN DAN KOMENNYA YA

✨SATU MASUKAN DARI KAMU ADALAH SEJUTA

     ILMU BAGI AKU

1
psyche
Terasa begitu hidup
Axelle Farandzio
Aku nunggu update terbaru setiap harinya, semangat terus author!
print: (Hello World)
Gak sabar buat lanjut!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!