#SiMujur
Bejo Fajar Santoso, atau Jo, adalah pria berumur 25 tahun yang selama hidupnya selalu diliputi kesialan. Namun, hidup Jo berubah drastis setelah dirinya bertemu dengan Athena Dewi Sarayu, wanita yang disebut-sebut sebagai wanita paling beruntung abad ini. Cantik, kaya, sukses, dan memiliki pacar seorang pengusaha tampan, Tina punya segalanya. Tapi, keberuntungannya lenyap saat nasib sial Jo berpindah kepadanya!
Bagaimana nasib mereka selanjutnya? Dapatkah Tina mengembalikan keberuntungannya, atau akankah Jo akhirnya bisa merasakan keberuntungan seumur hidup? Ikuti kisah mereka disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Surat Perjanjian
"Udah beres kan?" Mama menatap Tina penuh kemenangan. "Masa kaya gitu aja kamu nggak bisa sih,"
"Dosa tau Ma ngebohongin orang," tukas Tina memperingatkan.
"Siapa bilang Mama bohong?" Mama tertawa kecil. "Mama memang punya penyakit kronis kok."
"Hah?" wajah Tina dan Yena langsung berubah tegang. "Mama serius? Kok Tina nggak tau?"
"Iya, sakit kronis belanja. Tiap ada diskon, langsung nggak tahan!" jawab Mama sambil tertawa terbahak-bahak.
"Astaga Mama," Tina mendengus kesal. "Nggak lucu tau bercandanya,"
"Ah, hidup kamu itu yang terlalu serius," cemooh Mama. "Udah, sekarang tugas Mama sudah selesai. Tugasmu selanjutnya, cari waktu untuk bawa Jo ke rumah kita," Mama menepuk pundak Tina. "Setelah itu kita akan langsung bicarakan tentang pernikahan kalian. Duh, Mama udah nggak sabar pengen cepet-cepet gendong cucu,"
Tina langsung menatap mamanya curiga. "Ma, jujur deh sama Tina. Alasan sebenarnya Mama sama Papa nyuruh aku buat cepat-cepat nikah itu bukan untuk keselamatan Tina, kan? Tapi buat dapetin cucu biar kaya temen-teman Mama yang lain?"
Mama sontak memalingkan muka ke arah lain, seperti seorang maling yang tertangkap basah. "Hah? Eng-nggak kok... Oh iya, Mama harus cepet-cepet pulang nih, Papamu pasti udah nunggu di rumah. Nanti kalau mau ke rumah kabarin ya. See you sayang, Bye Bye!" Mama kemudian buru-buru keluar dari rumah Tina. Cepat-cepat masuk ke mobil supaya Tina tidak bertanya lagi.
"Haduh, anak gadisku itu, intuisi nya tajem banget deh, nurun siapa sih?" gerutu Mama saat mobil yang ditumpanginya sudah bertolak dari rumah sang putri.
Setelah kepergian Mama, Tina dan Yena akhirnya bisa menghela napas lega.
"Astaga, ternyata membujuk Jo semudah ini? Kenapa nggak sejak awal aja gue pertemukan dia dengan Mama ya?" Tina benar-benar tak habis pikir. "Berarti selama ini semua usaha gue sia-sia dong?"
"Ya nggak sia-sia juga sih Tin," Yena terkekeh. "Setidaknya kan Kamu bisa kasih hiburan buat aku,"
"Yeee, Lo nya kesenangan, guenya yang susah!" seru Tina kesal. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Jo yang masih duduk di sofa sambil termenung. Tina pun segera menghampiri Jo.
"Jo, Lo masih sedih?"
Jo menganggukkan kepala sambil mengusap air matanya yang terjatuh. "Saya kasian sama mamanya Bu Tina,"
Tina dan Yena hanya bisa saling berpandangan. Kalau sudah begini, mana mungkin mereka akan mengatakan yang sebenarnya kan?
"Anu...Jo, soal omongan kamu tadi, serius Lo mau menikah sama Gue, kan?" Tina mencoba memastikan.
Masih dengan air mata mengalir di pipi, Jo menganggukkan kepala. "Ini adalah permintaan terakhir dari mamanya Bu Tina, tentu saya harus menurutinya,"
"Oke, jadi deal ya, Lo jangan sampai berubah pikiran, ya?" Tina mewanti-wanti, lalu ia menoleh ke arah Yena. "Yena, cepat buatkan surat perjanjian pranikah. Lakukan secepat mungkin,"
Yena langsung mengangguk sigap. "Siap Bu,"
Tidak menunggu lama, Yena pun kembali dengan dua lembar kertas berisi surat perjanjian. Tina langsung memberikan salah satunya kepada Jo.
"Ini adalah syarat-syarat yang harus kita patuhi selama menikah nanti. Kalau lo ada syarat tambahan, lo bisa bilang,"
Jo menerima kertas yang disodorkan Tina dengan bingung. Ia membaca isi surat perjanjian itu dengan seksama.
"Gimana? Lo nggak keberatan kan?" Tina bertanya sambil tersenyum. Ia yakin sekali Jo akan menerima surat perjanjian itu, karena di sana tertulis bahwa Tina lah yang akan menanggung semua biaya hidup mereka, termasuk memberikan nafkah kepada Jo sebesar sepuluh juta rupiah setiap bulan. Mustahil Jo akan menolak perjanjian yang menguntungkan seperti ini.
Kening Jo yang berkerut membuat Tina dan Yena menjadi tegang.
"Kenapa di poin ketiga tertulis saya tidak boleh menyentuh Bu Tina, tapi Bu Tina boleh menyentuh saya kapanpun yang Bu Tina mau?' tanya Jo kemudian.
Tina langsung tersenyum kecut. "Ya kan, gue butuh menyentuh Lo buat minta keberuntungan gue. Sementara kalau Lo, buat apa mau nyentuh-nyentuh gue?"
"Kok buat apa? Kita kan suami istri," Jo menjawab tegas. "Suami istri ya harus berhubungan suami istri lah,"
"Hah?" Tina langsung ternganga mendengar jawaban Jo. "L-Lo mikirin apa sih? Dasar mesum!" Tina panik dan menutupi dadanya dengan kedua tangan.
"Kalau gitu Bu Tina juga mesum dong, masa mau nyentuh-nyentuh saya seenaknya. Kalau kaya gini caranya, nanti saya lah yang paling dirugikan," Jo berkata tak mau kalah.
Tina dan Yena terheran-heran dengan sikap Jo. Kenapa cowok ini mendadak jadi pinter?
"Yaudah! Kita hapus aja bagian itu!" Tina akhirnya mengalah, ia merasa tersudut. "Udah kan? Sekarang udah boleh tanda tangan kan?"
"Tunggu," Jo menghentikan tangan Tina yang hendak menandatangani surat itu. "Hapus juga bagian nafkah itu,"
"Loh, memangnya kenapa Mas Jo?" Yena bertanya heran.
Jo menghembuskan napas panjang sebelum menjawab. "Meskipun sekarang ini saya memang nggak punya apa-apa, tapi saya juga nggak mau istri saya sampai menanggung biaya nafkah saya. Sebagai calon imam, saya juga akan berusaha memberikan nafkah lahir dan batin untuk makmum saya nanti,"
Tina menatap Jo dengan pandangan campur aduk antara bingung dan kagum. Dia tidak pernah mengira bahwa Jo akan memintanya untuk menghapus bagian nafkah dari perjanjian mereka. Ia kira Jo akan merasa senang karena dia tidak perlu bekerja setelah menikah dengan Tina. "Tapi Jo, Lo tau sendiri kan kalau gue lebih dari mampu buat menafkahi diri gue sendiri?"
Jo menatap Tina dengan serius. "Saya tahu Bu. Tapi sudah fitrahnya seorang suami untuk menafkahi istrinya. Saya tau penghasilan saya sekarang juga tidak ada apa-apanya dibandingkan Bu Tina. Meski begitu, saya ingin menjalankan peran saya sebagai seorang suami yang bertanggungjawab. Karena itu adalah arti pernikahan menurut saya,"
"Ah," Tina tiba-tiba merasa tertampar mendengar ucapan Jo. Sampai tadi, ia masih menganggap pernikahannya dengan Jo hanya sekedar kontrak saja, ia tak menyangka kalau Jo sangat serius dengan pernikahan ini. "Maaf, sepertinya gue terlalu memandang rendah Lo. Baiklah kalau begitu, kita akan menghapus bagian nafkah itu. Jadi, apa sekarang sudah cukup?"
Jo tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Sudah,"
"Baik, kalau sudah, silahkan tanda tangan di sini," Yena kemudian mengarahkan Jo untuk menandatangani surat tersebut. Setelah selesai, Yena pun menyimpannya untuk diajukan ke notaris.
"Oke Jo, sekarang langkah pertama kita sudah selesai. Sekarang, kita tinggal menuju langkah yang selanjutnya. Lo harus bersiap-siap menghadapi hal ini," Tina berkata serius.
Jo menatap Tina dengan bingung. "Siap-siap untuk apa, Bu?"
"Siap-siap untuk menjemput restu Papa Gue,"
lagian, orang baru dgn pengetahuan terbatas suruh mikir sendiri..
cemburu boleh tapi jgn gitu juga kali pakai ngaku hamidun segala 😩
wkwk, Tina manas-manasin siti🤭🤭