NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 19

Nuju, sapi baru yang menggantikan posisi Nojo karena dibunuh Yoru seperti tidak selera makan. Daun nangka yang biasa menjadi andalanku sebagai menu pembukanya sebelum ayah Niji datang dengan sekarung penuh rumput liar. Aku kecewa, hiburan satu-satunya kala relungku tengah gundah tak membantu. Andai saja Nojo masih hidup, sapi besar itu tidak pernah kehilangan selera makannya. Sekalipun mulutnya sedang terluka karena memakan rumput yang berduri.

"Cine!" panggil Niji dari terasnya.

Aku menoleh. Bukankah hanya aku yang bertamu ke rumah Niji? Dari mana datangnya tukang makan itu? Tahu-tahu, sudah duduk manis sambil merekahkan senyumnya ke arah kue bolu yang berasap itu.

"Cine, cepatlah ke sini sebelum. Ludes sama perut karetnya Zetta," ujar Niji.

Si tukang makan itu tidak peduli dengan julukan apa pun yang disebutkan Niji kepadanya, yang penting urusan perut nomor satu.

Mengingat Nuju yang tak selera makan, aku pun tidak selera jika bersamanya lebih lama lagi. Aroma bolu panggang itu sudah mengetuk perut kecilku yang keroncongan.

"Nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba muncul," celetukku pada Zetta.

Seekor sapi yang aku beru nama Nuju itu meraung. Seperti hendak memohon agar aku kembali bersamanya. Enak saja. Setelah diabaikan seperti itu, tiba-tiba minta aku kembali. Tidak semudah itu.

"Nggak ada angin nggak ada hujan, tapi ada makanan." Si tukang makan itu mencomot bolu yang sudah dipotong Niji. Padahal, si tuan rumah baru saja memotong satu bagian.

"Heh, yang punya aja belum dapat!" Tanganku yang gatal segera menepuk bahu Zetta.

Niji tertawa, "Santai, Cine. Kayak nggak biasa aja. Zetta adalah Zetta. Pemuja makanan."

"Tukang makan juga," sahutku.

"Perut gembelku tidak tahan. Dia sudah meronta sejak di rumah." Zetta berbicara dengan mulut penuh.

Sekali lagi suara Nuju memanggilku untuk kembali. Mungkin perutnya juga sudah keroncongan. Ayah Niji belum kunjung kembali. Peranku sebagai pemberian pengganjal perutnya tidak di sana.

"Hei, sapi barumu itu berisik sekali." Zetta mencomot lagi potongan lain kue bolu, mulutnya sudah kosong lagi.

"Iya, dia memang lebih cerewet dibanding sapi sebelumnya," jawab Niji.

"Yoru memang seharusnya diusir saja," ujar Zetta santai.

Ucapan yang licin seperti perosotan itu langsung membuat Niji melirikku. Memastikan ekspresi apa yang terpasang pada wajahku karena ucapan Zetta.

Aku tak akan marah karena ucapannya. Siapa pun berkemungkinan mengatakan hal demikian. Namun, aku tentu akan sedih jika hal itu benar-benar terjadi. Tapi, seharusnya itu tidak akan terjadi. Ah, kejadian kemarin itu. Naima, nenek Mei. Juga Yoru. Pelet apa yang dimiliki gadis baru itu. Baru dalam artian baru aku lihat. Aku yakin dia bukan berasal dari desa ini. Sebab, aku benar-benar asing dengan wajahnya. Logatnya juga nggak ada mirip-miripnya dengan warga sini.

"Zetta, jangan ngomong gitu. Gitu-gitu juga, dia manusia kali," ucap Niji.

Mungkin saja ekspresiku dikira bersedih karena ucapan Zetta. Padahal, aku hanya merenung karena pertemuan kemarin dengan sosok gadis yang membuat Yoru menurut. Juga fakta baru yang aku ketahui. Terkadang, Yoru memang melepas keluh kesah di pelukan nenek Mei. Ia sudah seperti cucu nenek Mei. Walaupun Yoru sangat jarang ke sana. Jarang sekali. Bisa dihitung jari. Mungkin, selama SMP, ia tak pernah lagi berkunjung, sampai pertama kali kemarin sewaktu ada Naima. Yoru beberapa kali ke sana waktu SD saja. Ketika hendak bersembunyi dari pak Addin, ketika meredam trauma, mengobati rasa sakit, atau menangis jika benar-benar sudah tidak tahan. Nenek Mei tidak pernah takut dengan kenakalan Yoru. Sekali pun ia sering mendengar kasus yang dilakukan Yoru. Semua berita tidak mengenakkan itu tak berarti apa-apa, karena yang dibutuhkan nenek Mei hanyalah seseorang yang bisa menemani rasa sepinya. Rintihan berkepanjangan dari seseorang yang menua bersama kesendirian.

"Enak. Bolunya enak banget," ujar Zetta tanpa menanggapi perkataan Niji.

Tukang makan ini benar-benar memiliki sepercak jiwa Yoru.

"Kamu mah semuanya enak." Aku mencomot bagian kue bolu pertamaku, sedangkan Zetta sudah mencapai potongan ke empat. Bukan main!

"Nggak juga sih. Ada juga yang nggak enak."

"Apa?" Aku dan Niji bertanya serempak.

"Sapi."

"Bohong. Baru kemarin aku lihat kamu makan pentol daging sapi di pinggir kebun," seruku sambil menunjuk Zetta.

"Iya, itu daging sapi. Yang nggak enak itu kotoran sapi," jawab Zetta diselingi tawanya yang renyah.

"Hahaha, lucu banget. Ayo ketawa, Cine!" Niji pura-pura tertawa dengan lawakan Zetta yang garing itu.

Pipi Zetta menggelembung. Namun masih lanjut ngunyah.

"Oh, iya. Kamu mau cerita apa, Cine?" tanya Niji.

Astaga, kenapa dia harus bertanya sekarang. Aku ingin menceritakan tentang kejadian kemarin di rumah nenek Mei. Juga Naima. Bagaimana aku bisa menceritakan itu semua jika ada Zetta di sini. Zetta tidak tahu menahu perihal ceritaku dengan Yoru. Hanya Niji yang mengetahui detailnya. Dasar Niji, dia tidak peka sekali.

Sendawa Zetta yang seperti suara bapak-bapak berkumis itu terdengar.

"Nggak sopan. Cewek mana boleh sendawa kayak gitu?" tegasku.

Manusia betina tukang makan ini malah cengengesan. Padahal, aku ingat betul betapa anggun dirinya ketika tidak sengaja berpapasan dengan Ilyasa, lelaki yang diam-diam Zetta sukai. Seharusnya, lelaki itu harus nongol terus setiap hari agar si tukang makan ini lebih feminim.

"Jadi, ada cerita apa Cine?" Sekarang justru Zetta yang bertanya.

Aku mengembuskan napas berat. Zetta meraih teko kaca berisi es teh manis dan menuangkannya pada cangkir.

"Hei, apa? Jangan bikin penasaran, dong," lanjut Zetta setelah selesai meneguk es teh manis.

"Nggak ada," jawabku diselingi senyum lebar.

Zetta mendengus. Nuju turut bersuara moo lagi. Cerewet betul sapi satu itu. Padahal, dua teman sebelahnya yang penghuni lama saja kalem.

"Kamu nggak takut sapimu diincar Yoru lagi?" Zetta melemparkan diri ke pembahasan lain.

"Nggak. Aku menyaksikan bagaimana Yoru dihukum sampai terlihat seperti korban terlindas truk. Nggak mungkin dia bertingkah lagi di pekarangan rumahku," jawab Niji dengan majas hiperbolanya.

"Wih, sakti juga manusia nakal itu. Masih hidup setelah terluka seperti orang yang terlindas truk," ucap Zetta merespon candaan Niji.

"Jangan ngomong gitulah, Niji. Kalau itu beneran, dia nggak akan selamat dong. Pakai candaan lain kek." Aku protes.

"Khawatir banget calon istrinya," gurau Zetta.

Serangan tulang jemariku berhasil mengenai kening Zetta.

Niji tertawa keras sekali. Seperti sangat puas mendengar seseorang menjodohkanku dengan Yoru.

"Eh, tapi ngomong-ngomong. Manusia nakal itu udah lama nggak kelihatan berkeliaran di sekitar sini." Zetta memasang wajah bingung.

"Cie, rindu sama pangerannya." Ejekan balasan dariku berhasil menyamai kedudukan.

Kali Zetta mencubit pipiku. Dia sama saja dengan Niji. Suka sekali mencubit pipi.

"Kapok, kali. Dia udah jarang muncul sejak dihukum karena udah membunuh sapiku," jawab Niji.

"Cie, perhatian," ucapku dan Zetta serempak untuk menyerang Niji.

Baiklah, siapa sebenarnya yang menciptakan senda gurau semacam ini. Siapa untuk siapa? Atau siapa untuk Yoru?

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!