Era ketika Dewa Iblis naik ke bumi untuk mengotori seluruh dunia dan melahap alam semesta demi membinasakan seluruh makhluk dan merubahnya menjadi Neraka.
Tentu saja, para dewa tidak akan tinggal diam dan membiarkannya melakukan tindakan yang menentang Langit dengan memusnahkan seluruh kehidupan di Tiga Dunia.
Hingga pertempuran pun terjadi. Para dewa sampai harus membayar harga mahal demi menyelamatkan dunia membuat Dewa Iblis menerima kekalahan telak dan jiwanya pun musnah.
Jutaan tahun kemudian, Dewa Iblis terlahir ke bumi dalam wujud manusia. Hal itu membuat para dewa yang tersisa kembali tidak tenang mengingat bencana yang terjadi di masa lalu. Tidak ingin kehancuran itu terjadi untuk kedua kalinya, Dewi Cinta mengambil keputusan dengan turun ke bumi untuk menjadi manusia juga guna mencegah kebangkitan Dewa Iblis yang di masa depan akan mengakhiri peradaban manusia.
Berhasilkah Dewi Cinta mencegah kebangkitan Dewa Iblis atau justru sebaliknya? Yuk baca sekarang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Sambutan Tidak Hangat
Putri Kamiai mengerutkan dahi. ‘’Suara aneh tadi menghi—‘’
Bugh!
Saat itu juga muncul dua kelabang raksasa dari tanah membuat para murid menghindar dan mendarat di sekitar.
‘’Yang Mulia ini tidak pernah melihat kelabang sebesar itu!’’ pekik Satan.
‘’Sekarang kau sudah melihatnya!’’ seru Putri Kamiai.
Namun, detik berikutnya mereka kembali melompat untuk menghindari serangan.
‘’Baru datang, sudah disambut tidak hangat seperti ini. Sangat tidak ramah,’’ kata Putri Kamiai.
Bugh! Bugh!
Pangeran Ozora memberi pisau angin, akan tetapi serangannya tidak mengenai sasaran.
‘’Oee! Perhatikan seranganmu! Siapa sebenarnya yang ingin kau tebas?!’’ kesal Satan yang hampir terkena pisau angin berulang kali.
‘’Tentu saja kelabang raksasa itu! Tapi sangat susah mengenainya karena gerakan mereka tidak beraturan!’’ balas Pangeran Ozora.
‘’Apalagi ada dua kelabang raksasa,’’ kata Pangeran Aoi.
‘’Bagaimana kita menyerangnya?!’’ pekik Pangeran Midoriha.
‘’Hanya ada satu cara … Lari!’’ seru Putri Kamiai bergegas lebih dulu.
Semua orang terdiam dengan wajah loading sebelum kembali tersadar karena teriakan dari kelabang. Dan tanpa membuang waktu mereka berlari menyusul sang putri.
‘’Apakah ini solusimu? Lari?!’’ habis pikir Pangeran Ozora.
‘’Pepohonan raksasa di sekitar membatasi pandangan kita. Jadi, kedua kelabang ini harus dipancing ke tempat terbuka, barulah kita bisa melawannya!’’ teriak Putri Kamiai.
‘’Kenapa tidak bilang dari tadi agar semua mengerti?! Bukan malah mengatakan lari!’’ gerutu Pangeran Ozora.
‘’Kau ingin kita mati terinjak sementara aku menjelaskan di sana?!’’ teriak Putri Kamiai.
Bugh! Bugh! Push!
Para murid terpaksa menyebar karena kedua kelabang tersebut telah mencapai mereka.
‘’Mustahil kita bisa lari dari kelabang raksasa seperti ini!’’ kata Rensuke.
‘’Argh! Aku tidak ingin mati secepat ini sebelum menikah!’’ kata Ishizawa.
‘’Kau masih sempat mengatakan hal seperti i—akh!’’ kata Riruru yang tiba-tiba terjatuh.
Ishizawa dan Rensuke yang berlari tadi langsung berhenti dan menoleh ke belakang. ‘’Oh tidak!’’
Riruru meringis sambil memegang kakinya yang tersandung tadi. Di saat bersamaan, salah satu kelabang raksasa sudah ada di hadapannya.
‘’Abunai(Awas)!’’ pekik semuanya membuat Riruru menutup mata.
Bugh! Push!
Merasa tidak ada apa pun yang terjadi membuat Riruru membuka mata. Dilihatnya tubuh kelabang raksasa tadi berhamburan di antara tembok tanah.
‘’Dia membunuhnya seorang diri,’’ tatap Pangeran Midoriha.
‘’Apa kau tidak apa-apa? Cepat berdiri!’’ seru Putri Kamiai.
Riruru mengangguk dan segera bangkit menjauh dari sana. Tidak lama kemudian, kelabang yang satunya tiba-tiba muncul membuat sang putri terhempas.
Namun, Satan langsung menangkapnya dan membantunya mendarat di tanah, sebelum mereka akhirnya bersembunyi. ‘’Daijoubu(Kau tidak apa-apa)?’’
‘’U-Um, arigatou(I-Iya, terima kasih),’’ angguk Putri Kamiai.
‘’Oee! Yang tadi itu berbahaya, jangan ulangi lagi!’’ cemas Pangeran Ozora.
‘’Tanpa kau katakan aku juga tahu. Aku hanya menolong Riruru sebelum kelabang itu melukainya,’’ kata Putri Kamiai.
‘’Biarkan saja, lagi pula itu salahnya sendiri karena tersandung,’’ kata Pangeran Ozora.
‘’Kenapa kau malah berkata seperti itu?’’ habis pikir Putri Kamiai.
‘’Tapi memang bena—‘’
Saat itu juga Satan langsung membengkap mulut Pangeran Ozora. ‘’Ush, diamlah. Suaramu akan memancing kelabang itu menemukan keberadaan kita.’’
Pangeran Ozora menepis tangan pria tadi. ‘’Kenapa hanya mulutku saja? Tutup mulut wanita ini juga.’’
‘’Yang Mulia ini tidak akan bersikap kasar kepada seorang wanita. Selain itu, aku punya ide,’’ kata Satan.
‘’Ide apa lagi?’’ tanya Pangeran Ozora.
‘’Ide bunuh diri! Banyak tanya sekali,’’ jawab Putri Kamiai.
Pangeran Ozora memasang wajah kusut sambil memanyunkan bibir. ‘’Dasar wanita yang tidak imut.’’
‘’Masih ada satu kelabang raksasa,’’ kata Pangeran Aoi yang juga bersembunyi di sekitar.
‘’Syukurlah Riruru selamat dan tidak terluka,’’ kata Eri.
Hashizume mengangguk. ‘’Hm, jujur saja. Kamiai benar-benar sangat nekat.’’
‘’Yang tadi itu hampir saja. Aku tidak menyangka Tuan Putri akan berlari ke arah kelabang itu,’’ kata Rensuke.
‘’Kalau aku tidak berani,’’ kata Ishizawa.
Duk! Duk!
‘’Aw! Oee, apa yang kau lakukan?’’ protes Rensuke dan Ishizawa.
‘’Jelas-jelas kalian berdua berada di dekat Riruru, tapi kalian hanya diam melihatnya. Benar-benar memalukan,’’ omel Arisu.
‘’Kami bukannya tidak mau membantu. Tapi kelabang raksasa itu benar-benar menakutkan,’’ kata Ishizawa.
‘’Memangnya kau berani melawan kelabang raksasa itu seorang diri seperti yang dilakukan Kamiai?’’ tanya Rensuke.
Arisu berdecih pelan. ‘’Sudah salah tapi masih banyak pro—‘’
Bugh!
Semuanya langsung menoleh saat mendengar kegaduhan itu, hingga mereka melihat Putri Kamiai dan dua pria bersamanya sedang mengurus kelabang raksasa.
‘’Apa yang mereka lakukan?’’ habis pikir Pangeran Midoriha.
Bugh! Push! Wosh! Bugh!
Putri Kamiai berlari di puncak bongkahan tanah yang muncul di pijakan kakinya membentuk tembok tinggi mengikuti pergerakan kelabang raksasa. Di puncak seberang satunya, Satan dan Pangeran Ozora juga berlari mengikutinya.
‘’Kalau menyerangnya seperti itu, bagaimana mereka akan melukainya?’’ tanya Pangeran Aoi.
‘’Tidak, mereka sedang membatasi pergerakan kelabangnya,’’ kata Pangeran Midoriha.
‘’Tapi kenapa harus repot melakukan hal itu?’’ bingung Ishizawa.
Pangeran Aoi menyadari sesuatu. ‘’Mereka berniat menggiring kelabang raksasa itu ke suatu tempat agar semua yang ada di sini selamat.’’
Deg!
‘’Apa?!’’ pekik semuanya.
Sementara itu, Putri Kamiai dan yang lainnya masih sibuk menuntun kelabang raksasa tadi.
‘’Sampai kapan kita akan melakukannya? Aku sudah hampir membentur batang pohon berulang kali!’’ omel Pangeran Ozora.
‘’Kau pikir hanya kau saja?!’’ kesal Putri Kamiai.
‘’Yang Mulia ini sudah kehabisan na—abunai(awas)!’’ pekik Satan melihat ekor kelabang akan mengenai mereka.
Bugh! Push!
Karena lengah, ketiga orang itu pun terhempas ke bawah.
‘’Akh itte(Sakitnya)!’’ ringis Pangeran Ozora di saat bersamaan kelabang raksasa menghampirinya.
Byur!
Serangan air dalam jumlah besar langsung menghantam kelabang raksasa tadi, membuat Putri Kamiai dan yang lainnya menolehkan kepala. Dilihatnya sosok Pangeran Aoi mengulurkan sebelah tangannya, sedangkan tangan yang satunya mengarah ke aliran sungai kecil di sekitar.
Tidak lama kemudian, terbentuk kubah air besar yang melindungi mereka dari serangan luar.
‘’Aoi! Terima ka—‘’
‘’Jangan salah paham. Aku hanya ingin membungkam kelabang raksasa yang terlalu berisik itu,’’ kata Pangeran Aoi.
Pangeran Ozora tersenyum remeh. ‘’Tidak mau jujur sekali dengan perasaannya.’’
‘’Jadi, katakan apa rencana kalian?’’
......................
Akademi
‘’Baru datang, mereka sudah disambut oleh dua kelabang raksasa,’’ kata Guru Suigen.
‘’Kejadian seperti ini ini selalu mengingatkan kita dengan kenangan lama,’’ kekeh Guru Kabuki.
‘’Selain itu, yang tidak bisa dipercaya adalah Putri Negara Api yang telah menghabisi satu kebalang raksasa seorang diri,’’ kata Guru Furoku.
‘’Benar, sekali lagi Putri Negara Api membuktikan dirinya di antara ratusan murid,’’ kata Guru Dogo.
Guru Yoi yang mendengarnya hanya tersenyum sambil ditatap oleh Ninshu.
semangat anha-sama