NovelToon NovelToon
SKUAT INDIGO 2

SKUAT INDIGO 2

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Tamat / Spiritual / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: David Purnama

Amelia dan Akbar kembali berpetualang.

Dahlia mengajak teman-teman nya untuk berkumpul kembali setelah lama tidak bertemu. Sekaligus menjenguk bapak yang sedang sakit.

Sementara itu di alam gaib. Para jin dan siluman golongan hitam berencana menguasai bumi dan mengalahkan manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27 PENDAKIAN

“Apa kau membawa benda yang aku titipkan kepadamu wahai manusia?”, tanya Luguh kepada Akbar.

“Tentu saja aku selalu membawanya”, Akbar menunjukkan kepada Luguh barang yang dimaksud yang selama ini selalu ia simpan dikantong depan celana jeans miliknya. Sebuah benda berwujud gelang perak putih yang dengannya Akbar akan memulai petualangan barunya.

“Pergilah ke puncak Sumbing dan kenakan gelang itu di sana”, ujar Luguh.

“Untuk apa?”, tanya Akbar.

“Di sana kau akan menemukan tempat yang tersembunyi yang dihuni oleh makhluk-makhluk yang telah lama menunggu untuk pembersihan jiwa mereka. Mereka akan patuh kepada siapa saja yang mengenakan gelang perak putih itu.”

“Mereka akan nampak seperti siluman yang beringas. Tapi sejatinya mereka adalah dari bangsamu (manusia) sendiri. Itu artinya tidak cukup hanya sukmamu saja yang pergi ke sana melainkan ragamu juga harus turut serta”, jelas Luguh.

“Untuk apa aku menemui mereka?”, tanya Akbar.

“Waktunya sudah semakin dekat. Jika saat itu tiba kau akan membawa mereka untuk ikut membantu kekuatan kita. Tenaga mereka sangatlah dibutuhkan. Dan itu juga merupakan kewajiban mereka untuk menebus segala kesalahan masa lalu yang mereka lakukan.”

“Tapi ingat wahai manusia. Tetaplah waspada. Diantara mereka pasti ada yang menginginkan benda itu”, tambah Luguh.

“Baiklah kalau begitu. Mari jin tua kita berangkat”, ucap Akbar.

“Tidak. Kali ini kau akan melakukan perjalananmu seorang diri. Aku juga punya tugasku sendiri”, jawab Buyut.

“Ingat wahai manusia. Pergilah ke Sumbing seorang diri. Jangan ajak siapapun itu teman-temanmu yang lainnya”, tegas Luguh.

Akbar meninggalkan pertemuannya dengan Luguh dan Buyut. Kini ia bersiap menghadapi rintangan selanjutnya dalam misi petualangannya.

Bujang lapuk yang untuk kesekian kalinya menunda sebuah ikatan pernikahan kembali akan berpetualang. Kali ini mau tidak mau ia harus menjemput bahaya yang tengah menantinya seorang diri. Untuk memulai perjalanannya ia mengawali dengan mempersiapkan segala keperluan perbekalannya. Akbar mendatangi kawan lamanya yang memang mempunyai hobi mendaki gunung. Bagaimana ia bisa mengenal temannya ini karena dahulu Akbar beberapa kali diajak olehnya untuk ikut mendaki.

“Kowe meh munggah ningdi? (Kamu mau naik gunung apa?)”, tanya kawan Akbar.

“Gunung kembar”, jawab Akbar.

“Tai. Kowe ditekoki temenanan malah ndagel. (F\*ck. Kamu ditanya serius malah bercanda)”, kawan Akbar sedikit kesal.

“Ini maksudnya biar aku bisa menyesuaikan perbekalan yang hendak kamu bawa dengan medan yang akan kamu daki”, terang kawan Akbar.

“Santailah Ji. Aku juga cuma bercanda. Aku mau naik Sumbing. Tolong ya Ji disiapkan semuanya yang lengkap biar aku aman”, pinta Akbar kepada kawannya yang bernama Aji.

“Kowe ki pancen konco asu. Rene nek mung ono butuhe tok (Kamu memang benar-benar sahabat sejati. Datang ke tempatku kalau ada keperluannya saja)”, balas Aji.

“Koyo raimu ora wae. Sing kalemlah wes tuwo ra usah koyo cah cilik. Nulungi wong ki sing ikhlas ngono lho Ji. Ben pahalane tekan”, sahut Akbar.

(Apa bedanya sama kamu. Santai sajalah. Sudah tua jangan kaya pertemanan anak kecil. Menolong orang itu harus ikhlas supaya pahalanya tidak tersendat).

“Sak nyangkem-nyangkemu (sesuka-sukamu) Bar. Ini sudah aku siapkan. Komplit semua ada. Tapi logistik bawa sendiri”, kata Aji.

“Tenang. Padakke aku kere wae (Kamu pikir aku tidak punya uang)”, jawab Akbar.

“Makasih ya Ji. Pasti kalau aku ingat aku kembalikan”, guyonan Akbar yang ditanggapi kecut oleh Aji.

“Kamu mau naik lewat mana?”, tanya Aji.

“Kaliangkrik”, tukas Akbar.

Akbar akan menuju puncak Sumbing melalui jalur pendakian Kaliangkrik. Dimana melalui jalur itu terdapat 2 basecamp yakni berada di Desa Butuh dan Desa Mangli. Jalur tracking di sini cukup menanjak. Jalan ini akan melewati pos 4 dan pos 2 untuk tiba di puncak dalam kurun waktu sekitar 6 jam.

Sebuah prosedur yang harus dilakukan oleh para pendaki adalah untuk mendaftarkan dirinya atau pun rombongannya di tempat registrasi. Hal tersebut dilakukan untuk keamanan dan keselamatan para pedaki itu sendiri. Namun apa yang sedang dilakukan Akbar dengan misinya tentu saja berbeda dengan tujuan para pendaki-pendaki pada umumnya yang hendak mencari kepuasan kecintaannya terhadapa alam. Berbeda dengan Akbar yang hendak menyambangi puncak Sumbing untuk misi yang tengah diembankan kepadanya. Bagian dari misi itu juga ia tidak perlu untuk mendatakan dirinya di tempat petugas jaga basecamp.

Pukul 10 malam adalah waktu yang dipilihnya untuk mulai melakukan pendakian. Persis seperti pengelihatannya sebelumnya yang ia lakukan tidak ada tanda-tanda dari para pendaki lain yang hendak naik ke Sumbing malam itu. Akbar dengan leluasa melenggang melewati basecamp yang lengang tanpa adanya penghidupan. Ia mulai menapakkan kakinya untuk menaklukkan gunung dengan ketinggian mencapai 3.371 mdpl yang memaku kokoh itu.

“Mau naik mas?”, kata suara asing yang bertanya kepada Akbar.

“Pakai saya saja mas”, mendekatlah seorang guide pendaki gunung kepada Akbar.

“Tidak perlu mas. Saya biasa mendaki sendiri (solo hiking)”, tolak Akbar.

Akbar baru saja menolak jin usil yang menyerupai seorang guide pendaki gunung yang hendak menyasarkan dan menyesatkannya. Sangat gampang bagi Akbar mengenali lelembut itu.

Langkah demi langkah tersusun pasti menyusuri jalan setapak. Berkelok-kelok dan menanjak. Hitam menjadi warna lukisan sejauh mata memandang di dalam perjalanan kesunyian malam. Akbar melakukannya dengan biasa. Ia tidak berjalan terlalu cepat tidak pula terlalu santai. Sembari menghirup dan menyemburkan asap penuh racun untuk mendekap hangat suhu tubuhnya. Sesekali ia berhenti untuk sekedar membuka botol minumnya.

Secara kekuatan fisik tidak ada masalah bagi Akbar yang ternyata beberapa tahun yang lalu pernah mempunyai pengalaman mendaki di gunung yang sama. Dari sudut pandang metafisika terdapat beberapa penghalang kecil yang mencoba mengecohnya. Suara-suara gamelan yang melantun merinding tidak dihiraukannya. Sosok penari yang berlenggak-lenggok yang hendak menghadangnya justru lari terbirit ketika Akbar sudah mulai mendekatinya. Hantu-hantu kelas pinggiran semacam kuntilanak, pocong, tuyul dan genderuwo lebih memilih menyingkir dari jalur jalan yang ditempuhnya.

Setelah beberapa jam pendakian tibalah Akbar di pos pertamanya. Dan di pos tersebut ia bertemu dengan satu kelompok pendaki yang tengah bersiap-siap untuk turun. Belasan orang itu terlihat sedang merapikan tenda-tenda mereka dan membersihkan bakaran-bakaran mereka.

“Sendiri saja mas?”, sapa salah satu orang dari mereka.

“Iya mas. Masnya sudah mau turun?”, jawab Akbar.

“Iya mas. Masnya darimana?”, tanya orang asing itu.

“Saya dari Karanganyar. Kalau kalian dari mana?”, jawab Akbar ngasal.

“Kami dari Mapala Tidar mas”, terang orang itu.

Setelah tegur sapa itu Akbar melanjutkan perjalanannya. Ia juga mendapatkan informasi dari orang-orang yang baru saja ditemuinya bahwasanya di atas ada dua tenda yang sedang bermukim di sana.

Sesampainya di pos selanjutnya memang benar Akbar mendapati dua tenda yang berdiri di sana. Jelas baginya hanya ada satu buah tenda saja yang nyata. Satu tenda lainnya adalah muslihat. Akbar pun turut mendirikan tenda di sana. Ia ingin melepas penat dan merecharge tenaganya. Mendengar Akbar yang sedang berbenah tenda yang sebelumnya sunyi mengeluarkan penghuninya. Ada tiga orang yang keluar dari tenda berukuran sedang itu. Mereka pun memperkenalkan diri dan membantu Akbar. Sama seperti halnya rombongan yang ditemui di pos sebelumnya ketiga orang yang berasal dari Bekasi ini juga hendak turun gunung. Perbincangan hangat dari ketiga pendaki itu menemani Akbar dalam masa rehatnya.

Setelah mendapatkan jam tidur yang cukup Akbar kembali melanjutkan pendakiannya tanpa berpamitan dengan ketiga kawan yang baru saja ditemuinya itu yang kembali mengunci di dalam tenda mereka. Baru beberapa menit Akbar berjalan ia mendengar suara orang berteriak-teriak. Asal suara itu datang dari pos yang baru saja ditinggalkannya. Dengan langkah tenang Akbar berbalik arah dan kembali menuju ke tempat dimana ia sebelumnya berhenti.

Salah satu dari ketiga orang itu mengalami kerasukan. Orang itu meronta-ronta liar. Beruntung itu tidak berlangsung lama. Tepat setelah Akbar datang kepada mereka orang yang kerasukan itu seketika kembali pulih dalam kesadarannya.

“Sebaiknya kalian lekas beberes dan turunlah”, pesan Akbar kepada tiga pendaki itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!