Married Via Audition

AIR MATA RINDU

Irie masih menatap remang ke arah perginya Alina. Wajahnya terlihat lelah dan hanya bisa bersabar, kini ruang tamu menjadi kotor kembali, entah sengaja atau tidak tapi Alina dan teman-temannya sudah mengotorinya.

“Nyonya... kali ini biarkan aku membantumu. Kau sudah sangat terlihat lelah.” Tawar Puput mencoba memaksa, tapi lagi-lagi Irie tersenyum tulus.

“Sebentar lagi Arky akan pulang, jika dia tahu kau membantuku, dia juga akan memarahimu. Jangan khawatir, ini akan bersih kembali dalam waktu singkat!” jelas Irie penuh semangat meski wanita itu tak tau bahwa dia tak pandai berbohong.

“Kalau begitu.... Aku akan menyiapkan makan malamnya.”

“Tidak usah... Itu juga kewajiban ku. Kau bisa membantu menyusun piringnya saja!”

Jika kali ini Puput masih melawan, Irie langsung memberikan tatapan tajamnya sehingga wanita gemuk itu mengalah dan pasrah. Dalam waktu singkat Irie harus bisa membersihkan keseluruhan ruang tamu sebelum Arky pulang. Sementara Puput yang terus mengawasi ketelatenan Irie, hanya bisa menghela napas panjang lalu tersenyum tipis.

-‘Nona Alina benar-benar keterlaluan.’ Batin Puput yang tak bisa berkutik.

Selang beberapa menit kemudian, Irie berhasil menyelesaikannya dengan lebih cepat walaupun akhirnya peluh membasahi tubuhnya hingga membuat penampilan yang tadinya nampak segar sehabis mandi, menjadi lusuh dan lelah.

Tepat ketika Irie mulai berkutik di dapur, tangannya tiba-tiba gemetar saat sedang membawa piring berisi lauk matang.

“Nyonya Irie, kau baik-baik saja?” tanya Puput mulai khawatir melihat wajah pucat Irie. Bagaimana tidak— membersihkan satu Mansion berukuran hampir seperti lapangan sepak bola sendirian, ditambah mencuci mobil, dan memasak. Jika Puput yang ada di posisi itu, pasti dia langsung kursus dan pingsan.

Wanita cantik yang kini rambutnya nampak berantakan walaupun sudah di kuncir rapi itu tersenyum manis. “Ini hal wajar saat aku selesai bekerja!” ucapnya lagi-lagi berbohong. Padahal Irie sendiri tak tahu kenapa tangannya gemetar.

Tak lama setelahnya, Arky pun datang. Sorot matanya seakan mengamati keseluruhan rumahnya saat ini.

Melihat keberadaan Irie yang sudah berdiri di sisi meja makan dengan senyuman puas karena dia berhasil membereskan semuanya. Berbeda dengan Arky yang menatapnya tegas dan selalu berkerut alis.

.

.

.

“Kenapa kau tidak mencoba mendekat ke Ibu tirimu? Walaupun bukan ibu kandung mu mungkin saja dia benar-benar menyayangimu. Ya... Walaupun umur kalian hampir sama!!!” wanita yang memakai pakaian terbuka ala Barat itu tersenyum lebar seperti ejekan halus. Alina langsung memberinya tatapan ganas.

“Dia bukan ibuku dan akan selamanya seperti itu.” Ketus Alina sangat tidak menyukai kehadiran Irie.

Teman-temannya yang mendengar hal tersebut hanya memutar bola matanya sinis.

Sementara itu, di meja makan. Sejak tadi Arky mengamati wajah Irie yang nampak pucat dan lemas. Pria itu tahu istrinya kelelahan karena hukumannya, tapi dia tak peduli karena itu sudah peraturan kesepakatan mereka.

“Jika lelah tidur saja.”

“Tidak.” Jawab Irie penuh keyakinan hingga membuat pria yang duduk di depannya sontak menatapnya.

Melihat tatapan itu, Irie kembali merendah. “Maksudku.. Aku tidak lelah.” Lanjutnya lagi yang kini menunduk.

Arky masih mengamatinya. Dia bukan pria bodoh yang dapat dikelabui dengan wajah sumringah palsu. Pria itu meletakkan alat makannya dan berdiri. Melihat hal itu, tentu Irie ikut berdiri sehingga mereka saling beradu pandang.

“Jangan pernah membantah ku jika ingin tinggal di sini.” Ucap Arky menunjukkan bahwa dia tidak menyukai bantahan dan alasan yang Irie katakan.

Pria itu berjalan pergi, namun Irie masih tetap berdiri di tempatnya. Semua ucapan Arky seolah masuk dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Kefokusan nya hilang begitu saja.

Dari arah lainnya, Puput dapat melihat wajah pucat Irie, kedua tangannya yang mencoba menopang tubuhnya sendiri mencengkram erat punggung kursi. “Hfffuuu.... Tubuhku sangat lelah!” gumam Irie mencoba tersenyum peluh seraya menggeleng pelan.

Setelah berhasil menenangkan dirinya, Irie kembali berjalan hendak membersihkan meja makan tadi. Tiba-tiba Brugg! Tubuh Irie terkulai lemas di lantai. Melihat pemandangan tersebut, kedua mata Puput melotot dan langsung berlari menghampirinya. “Nyonya Irie!” panggil Puput merasa khawatir dengan keadaannya.

Sementara Arky yang hendak berbelok setelah menaiki tangga. Pria itu berbalik ketika mendengar suara Puput berteriak.

Tatapan yang tadinya tegas dan tajam seketika ikut terkejut sekaligus kesal melihat istrinya pingsan hingga dia terpaksa kembali ke arah meja makan.

“Tuan tolong, Nyonya Irie pingsan.” Ucap Puput terlihat sangat khawatir.

Arky segera menekuk satu lututnya menyentuh ke lantai, menepuk pipi Irie. “Irie! Irie!” panggilnya meski itu gagal. Tanpa banyak bicara lagi, Arky segera menggendongnya ala pengantin dan membawanya ke kamar.

“Bawakan air dan kain, cepat.” Pinta Arky juga nampak tegang.

Tubuh Irie yang lemas tak bisa merasakan apa-apa. Arky meletakkannya diatas kasur secara perlahan, menatap wajahnya sejenak sampai Puput tiba dengan membawa baskom berisi air dan kain.

“Kau boleh pergi.” Tanpa melihat ke arah Puput berdiri, Arky masih memandangi wajah istrinya yang terpejam.

Dengan ragu Puput akhirnya pergi dari kamar tuannya, walaupun dia benar-benar penasaran dengan keadaan Irie. Setelah mengetahui kepergian pelayan tadi, Arky mulai meraih kain dan membasahinya dengan air.

Tangan kirinya mulai menyingkirkan rambut Irie yang menutupi wajah cantiknya, lalu membasuhnya dengan lembut sehingga debu di wajahnya mulai hilang. Sejenak, Arky berhenti menggerakkan tangannya dan mulai teringat kembali dengan istrinya, namun kali ini dia hanya melihat wajah Irie saja.

“Aku merindukanmu.” Lirih Arky mulai meneteskan air matanya dan menahan bibirnya agar tetap rapat. Tangannya kembali bergerak membersihkan debu di wajah serta leher Irie, namun kesedihannya tak ikut hilang.

Perlahan Irie mulai sadarkan diri, dia terkejut melihat seorang Arky menangis dalam diam. Irie tahu, pria itu tidak menangisinya, melainkan istrinya. Namun, entah kenapa? Hatinya ikut tersakiti dan ikut merasakan kesedihan tersebut.

“Apa kau menangis?” lirih Irie membuat Arky terkejut bukan main sampai pria itu langsung berpaling cepat.

Sedangkan Irie mencoba bergerak walaupun kepalanya sedikit pusing, dia mencoba duduk.

“Aku juga pernah menangis karena merindukan seseorang! Kau tidak perlu malu jika memang merindukannya.” Ucap Irie yang kali ini membuat Arky hanya bungkam tanpa amarah seperti biasa.

“Istirahatlah.” Ucapnya malah beranjak pergi setelah tahu kalau Irie sudah kembali sadar.

Sedikit kecewa karena ditinggal begitu saja, bak virus yang harus dihindari ketika hidup kembali. Irie hanya menatap ke arah pintu dengan bibir kerucutnya, lalu tersenyum tipis ketika ia menyadari bahwa Arky mau merawatnya walaupun sebentar.

Setelah berhasil keluar dari kamar, pria itu bisa bernapas lega. Tepat berada di luar kamar, Arky masih berdiri di sana, dia benar-benar merasa bodoh karena tidak bisa mengendalikan diri. “Stupid.” Umpatnya merutuki dirinya sendiri. Karena kebodohannya kini dia sendiri yang malu.