NovelToon NovelToon
Gadis Bar-Bar Mendadak Menikahi Ustadz

Gadis Bar-Bar Mendadak Menikahi Ustadz

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kontras Takdir / Suami ideal / Gadis nakal
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Amelia's Story

Arsyan Al Ghazali, seorang ustadz muda tampan, dikenal karena keteguhan imannya, kefasihannya dalam berdakwah, dan pesona yang membuat banyak wanita terpesona. Namun, ia tak pernah tergoda dengan pujian atau perhatian dari lawan jenis. Baginya, agama dan dakwah adalah prioritas utama.

Di sisi lain, Nayla Putri Adinata adalah gadis liar dari keluarga konglomerat yang gemar berpesta, bolos kuliah, dan menghabiskan malam di klub. Orang tuanya yang sudah lelah dengan tingkah Nayla akhirnya mengirimnya ke pesantren agar dia berubah. Namun, Nayla justru membuat onar di sana, bersikap kasar kepada para santri, dan berusaha melawan aturan.

Segalanya berubah ketika Nayla berhadapan dengan Al Ghazali, ustadz muda yang mengajarkan ilmu agama di pesantren tersebut. Awalnya, Nayla merasa jijik dengan semua aturan dan ceramahnya, tetapi pesona ketenangan serta ketegasan Al Ghazali justru membuatnya semakin penasaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabur Dari Pesantren

Siang hari, ia harus mengikuti jadwal ketat: salat berjamaah, mengaji, menghafal ayat-ayat Al-Qur’an yang sama sekali tak ia mengerti, dan mendengarkan ceramah yang terasa begitu membosankan baginya.

Malam hari, ketika para santri lain tidur dengan tenang, Nayla malah terjaga, merindukan dentuman musik keras, lampu-lampu warna-warni, dan kebebasan yang kini terasa begitu jauh.

Ia merasa kesepian.

Di dunia luar, ia adalah Nayla Armand—gadis kaya yang hidupnya penuh kesenangan.

Di tempat ini? Ia hanyalah santri yang terkurung dalam aturan-aturan yang mengekangnya.

Tak ada Rernaldi. Tak ada klub malam. Tak ada kebebasan.

Yang ada hanyalah Ustadz Al Ghazali, yang setiap hari ia temui dalam kegiatan mengaji dan ceramah. Pria itu selalu bersikap tenang, penuh wibawa, dan—entah bagaimana—kehadirannya justru semakin membuat Nayla merasa frustasi.

Karena meskipun ia membenci pesantren ini, ada sesuatu dalam diri Ustadz Al Ghazali yang diam-diam membuatnya merasa… penasaran

Malam itu, Nayla berdiri di dekat pagar belakang pesantren, menatap dinding tinggi yang membatasi kebebasannya. Udara dingin menusuk kulitnya, tapi ia tak peduli. Ia sudah merencanakan ini dengan matang.

Ia meremas tali yang sudah ia siapkan—terbuat dari kain sarung yang ia ikat satu per satu selama beberapa hari terakhir. Dengan lincah, ia mulai memanjat pagar, mengandalkan kemampuan atletiknya yang dulu ia pakai saat bermain parkour bersama teman-temannya.

Tangannya meraih ujung pagar, tubuhnya terangkat dengan mudah. Sekali lompat, ia sudah berada di puncak pagar.

Bebas!

Jantungnya berdebar kencang saat ia melompat turun ke sisi luar pesantren.

Namun, baru beberapa langkah ia berlari, suara langkah kaki terdengar mendekat.

"Hei! Siapa itu?!"

Nayla membelalak. Para penjaga pesantren menyadari sesuatu. Tanpa pikir panjang, ia berlari kencang menuju jalan raya, mengandalkan bayangan malam untuk menyembunyikan dirinya.

Ia tahu persis ke mana ia harus pergi. Rernaldi!

Dengan napas memburu, ia berlari menuju titik pertemuan yang ia pikir aman—warung di ujung jalan besar yang pernah ia lihat saat pertama kali dibawa ke pesantren.

Sampai di sana, ia segera mencari ponsel umum. Tangannya gemetar saat ia menekan nomor yang sudah ia hafal di luar kepala.

Satu dering… dua dering… lalu suara Rernaldi terdengar.

“Halo?”

Nayla tersenyum lebar, merasakan harapan mengalir dalam dirinya.

“Aku berhasil, Ren! Aku keluar dari neraka itu! Jemput aku sekarang!” katanya dengan penuh semangat.

Namun, alih-alih mendengar suara lega dari Rernaldi, ada jeda hening yang aneh.

“Nay… kamu kabur?”

Nayla mengernyit. “Iya! Cepat jemput aku!”

Hening lagi. Lalu, dengan suara pelan, Rernaldi berkata, “Aku… nggak bisa.”

Nayla merasa dunianya berhenti. “Apa maksudmu?”

“Ayah kamu sudah menghubungi orang-orangku. Mereka mengancam akan menghancurkan hidupku kalau aku terlibat lagi sama kamu,” suara Rernaldi terdengar takut. “Maaf, Nay… aku nggak bisa menjemputmu.”

Dunia Nayla seakan runtuh.

“Rernaldi… kamu serius?”

“Maaf, Nay. Aku nggak bisa ambil risiko.”

Lalu, telepon terputus.

Nayla berdiri terpaku, ponsel umum itu masih tergenggam di tangannya. Matanya membelalak kosong, hatinya terasa hancur.

Ia telah melawan semuanya, ia telah mengambil risiko besar—hanya untuk ditinggalkan begitu saja oleh orang yang paling ia percaya.

Dan lebih buruk lagi…

Suara motor mendekat dari kejauhan. Beberapa pria turun dari kendaraan mereka.

Nayla membalikkan badan, dan matanya membelalak saat melihat seseorang berdiri di sana.

Ustadz Al Ghazali.

Wajah pria itu tetap tenang, namun sorot matanya tajam menembus hati Nayla.

“Nayla,” suaranya terdengar dalam dan penuh wibawa. “Kau mau lari ke mana lagi?”

Napas Nayla tersengal saat ia tiba di terminal bus. Jantungnya berdebar kencang, keringat dingin membasahi punggungnya. Ia menoleh ke belakang, memastikan tak ada yang mengikutinya—terutama Ustadz Al Ghazali.

Tangannya merogoh saku, menghitung lembaran uang seadanya yang berhasil ia bawa sebelum kabur dari pesantren. Tak banyak, tapi cukup untuk membeli tiket bus ke kota.

"Aku harus pergi jauh dari sini," pikirnya.

Dengan tangan gemetar, ia mendekati loket tiket.

“Satu tiket ke kota, Pak,” ucapnya cepat.

Petugas loket menatapnya sebentar, lalu memberikan tiket dengan harga yang membuat Nayla mengernyit. Uangnya hanya tersisa sedikit setelah ini, tapi ia tak punya pilihan lain.

Begitu bus tiba, ia segera naik, memilih kursi di dekat jendela, lalu menarik napas panjang.

"Aku berhasil… Aku bebas…" gumamnya lirih.

Namun, saat bus mulai melaju, perasaan aneh mulai menyelimutinya.

Ke mana ia harus pergi sekarang?

Tak ada Rernaldi. Tak ada teman-temannya. Tak ada tempat yang benar-benar bisa ia tuju.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Nayla merasa benar-benar sendirian.

Begitu turun dari bus, Nayla langsung menuju apartemen Rernaldi. Dengan sisa uang yang ada, ia naik ojek online, berharap pria itu akan menerimanya setelah semalam menolaknya di telepon.

Saat tiba di depan apartemen mewah itu, ia menatap pintu masuk dengan hati berdebar. Ia mengenal tempat ini dengan baik—dulu, ia sering datang ke sini untuk menghabiskan waktu bersama Rernaldi.

Tanpa ragu, ia melangkah masuk, melewati lobi, lalu langsung menuju lift. Tangannya gemetar saat menekan tombol lantai tempat unit Rernaldi berada.

Begitu pintu lift terbuka, ia melangkah cepat menuju pintu apartemen yang sudah ia hafal. Ia mengetuk pintu keras.

“Ren! Ini aku! Bukain pintunya, dong!” serunya.

Tak ada jawaban.

Ia mengetuk lagi, lebih keras.

“Ren! Aku tahu kamu di dalam! Aku udah kabur dari pesantren! Please, buka pintunya!”

Beberapa detik kemudian, suara langkah terdengar dari dalam. Pintu terbuka sedikit, menampilkan wajah Rernaldi yang terlihat terkejut dan… gelisah.

“Nayla? Ngapain kamu di sini?” tanyanya dengan suara tertahan.

Nayla tersenyum lega. “Aku kabur! Aku beneran keluar dari neraka itu buat kamu!”

Namun, alih-alih terlihat bahagia, wajah Rernaldi justru semakin tegang. Matanya melirik ke dalam apartemen, seakan menyembunyikan sesuatu.

Dan saat itu juga, Nayla mendengar suara perempuan dari dalam.

“Sayang, siapa sih?”

Nayla membeku.

Ia mengenal suara itu.

Dengan gerakan cepat, ia mendorong pintu dan melangkah masuk. Dan di sana, berdiri seorang perempuan dengan pakaian tidur seksi—salah satu teman clubbing mereka dulu.

Hatinya serasa dihantam batu.

“Ren… siapa dia?” suaranya hampir tak terdengar.

Rernaldi terlihat panik, sementara perempuan itu justru tersenyum sinis. “Kamu belum bilang ke dia, Sayang?” katanya sambil melingkarkan tangannya ke lengan Rernaldi.

Nayla mundur selangkah. Pandangannya mulai kabur karena air mata yang menggenang.

“Jadi ini alasan kamu ninggalin aku?” suaranya bergetar.

Rernaldi menatapnya dengan wajah bersalah, tapi tak mengatakan apa pun.

Saat itu, Nayla sadar…

Ia telah meninggalkan segalanya, hanya untuk dikhianati.

Plak!

Suara tamparan itu bergema di dalam apartemen, membuat perempuan yang berdiri di samping Rernaldi membelalak kaget. Rernaldi sendiri terdiam, pipinya memerah akibat pukulan Nayla.

Napas Nayla memburu, dadanya naik turun menahan amarah yang meluap-luap. Tangannya masih mengepal, gemetar antara marah dan sakit hati.

“Kamu brengsek, Rernaldi!” suaranya bergetar. “Aku ninggalin segalanya buat kamu! Aku kabur dari pesantren, aku kehilangan semuanya! Dan kamu malah selingkuh?!”

Rernaldi mengusap pipinya, wajahnya penuh rasa bersalah, tapi tidak berani membalas tatapan Nayla. “Nay, aku bisa jelasin—”

“Jelasin apa?! Bahwa aku ini cuma mainan buat kamu?!”

Perempuan di sebelah Rernaldi terkekeh sinis. “Duh, Nayla. Aku kira kamu lebih pintar dari ini. Kamu benar-benar percaya dia akan bertahan cuma sama kamu?”

Nayla menoleh tajam ke arah perempuan itu. “Diam kamu!” bentaknya, membuat perempuan itu melangkah mundur sedikit.

Lalu, matanya kembali menatap Rernaldi dengan penuh kebencian. “Aku nyesel udah percaya sama kamu! Aku nyesel udah lari cuma buat kamu! Kamu nggak lebih dari pecundang!”

Dengan air mata yang mulai menggenang, Nayla memutar tubuhnya dan berlari keluar dari apartemen, meninggalkan Rernaldi yang masih terpaku di tempatnya.

Saat lift tertutup, Nayla menyandarkan kepalanya ke dinding, air matanya tumpah tanpa bisa ia tahan.

Ia telah kehilangan segalanya.

Dan sekarang, ia tidak tahu harus ke mana.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!