El-Syakir namanya. kehidupannya biasa saja sama seperti manusia pada umumnya. hingga suatu hari ia mengalami kecelakaan dan akhirnya ia dapat melihat mereka yang tidak terlihat
mata batinnya terbuka dan bahkan banyak dari mereka yang meminta bantuan padanya. berbagai rangkaian kejadian ia alami.
ia bertemu dengan hantu anak remaja laki-laki yang akan mengikutinya kemanapun ia pergi.
"bantu aku mencari siapa pembunuhku dan aku akan membantumu untuk menolong mereka yang meminta bantuan"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Awan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 27
"aaaaa brengsek"
prang...
prang...
prang...
semua benda yang ada disekitarnya, ia lemparkan ke dinding. amarahnya benar-benar meledak setelah mendapat laporan dari orang suruhannya.
"akan ku bunuh kamu Zidan. akan aku kirim kamu ke neraka bersama Burhan sialan itu"
"aaaaaaaa kurang ajar"
prang...
prang...
"akan aku buat menyesal atas keputusan yang telah kamu ambil" mengepalkan tangannya dengan kuat
"bagaimana mas ruangannya. apakah ada yang perlu diganti untuk membuat mas Adnan nyaman...?" tanya Zidan
"tidak perlu Zidan. lagipula aku juga hanya sementara di sini. jangan terlalu berlebihan" jawab mas Adnan
"baiklah. kalau mas butuh apa-apa, panggil saja Sisil untuk membantu mas. dia adalah sekretaris mas sekarang"
"terimakasih. lalu apa yang harus aku lakukan sekarang. jujur saja aku tidak tau harus melakukan apa"
"tenang saja mas. jalani pelan-pelan, lama-lama juga mas akan tau apa yang harus mas kerjakan"
tok...tok...tok
"masuk" ucap Zidan
ceklek
pintu ruangan terbuka, masuklah Sisil dengan beberapa map di tangannya.
"permisi pak. ini ada beberapa dokumen yang harus pak Adnan tanda tangan dan juga berkas-berkas yang harus bapak periksa" Sisil menyimpan map-map itu di atas meja
"terimakasih Sisil" ucap ayah Adnan
"sama-sama. mari pak" Sisil keluar dari ruangan itu.
"jadi aku harus tanda tangani dokumen-dokumen ini...?"
"seperti yang Sisil katakan tadi. semua yang berkaitan dengan Sanjaya grup harus memerlukan tanda tanganmu sebagai direktur" ucap Zidan
ayah Adnan mengambil pulpen yang telah disediakan di mejanya. satu persatu dokumen itu ia tanda tangani.
"Zidan"
"iya mas".
"bagaimana dengan Dirga...?"
ayah Adnan menyimpan dokumen itu dan beralih menatap Zidan yang sedang duduk di sofa.
"kami tidak berhasil membawa Dirga pulang kemarin tapi mas tenang saja. kami sudah tau dimana Dirga berada"
"benarkah, lalu kapan kamu akan pergi menyelematkannya kembali" ayah Adnan antusias
"emm begini mas"
Zidan memberitahukan rencana mereka. untuk saat ini biarlah Dirga di pulau itu. ia sudah mengirim orang untuk mengawasi Dirga dari jauh.
sementara ini, ia akan fokus untuk membongkar topeng seseorang. seseorang yang telah membunuh Burhan dan istrinya. seseorang yang telah membuat Dirga koma sampai sekarang.
Zidan dan ketiga pengawalannya sedang mencari bukti yang kuat agar dapat menjebloskan dalangnya ke dalam jeruji besi.
"untuk sekarang, kita ikuti permainannya" ucap Zidan
"tapi apakah Dirga tidak akan di sakiti olehnya...?" terlihat gurat khawatir di wajah ayah Adnan
"percaya padaku mas. tidak akan aku biarkan dia menyakiti Dirga lagi"
ayah Adnan menghela nafas panjang. meskipun ragu namun ia tetap percaya kepada Zidan. hanya Zidan yang dapat ia andalkan untuk menyelamatkan Dirga.
tok...tok...tok
"masuk" kali ini ayah Adnan yang ambil alih
ceklek
pintu ruangan terbuka, Sisil masuk lagi ke dalam.
"sudah ditanda tangan pak berkasnya...?" tanya Sisil
"oh ya ampun. maafkan aku. saking asik mengobrol, aku sampai lupa dengan tugasku. sebentar lagi selesai. kamu tunggu saja di sini. duduklah dulu" ucap ayah Adnan
"baik pak"
Sisil duduk di sofa bersama dengan Zidan. Zidan tersenyum simpul melihat sikap ayah Adnan. tidak salah ia pilih ayah Adnan sebagai penggantinya. ayah Adnan kembali menandatangani berkas-berkas yang ada di mejanya. hanya beberapa menit saja, ia telah menyelesaikan tanda tangannya.
"sudah selesai" ucap ayah Adnan
Sisil berdiri dan mengambil berkas-berkas itu.
"terimakasih pak. aku permisi" ucap Sisil meninggalkan ayah Adnan dan Zidan
drrrrtttt.... drrrrtttt
handphone Zidan bergetar. ia memeriksa siapa yang menelponnya namun kemudian ia meletakkan kembali benda pipih itu tanpa berniat mengangkat panggilan.
"kenapa tidak kamu angkat...?"
"tidak penting"
"sayang" suara panggilan terdengar
Vania sudah berdiri di depan pintu dengan senyum manisnya. ayah Adnan mengerutkan keningnya, melihat wanita yang ada di depannya. kemudian ia beralih menatap Zidan.
"sayang...?" ucap ayah Adnan menyipitkan matanya ke arah Zidan
"emm...aku pergi dulu mas. nanti aku datang lagi" ucap Zidan kikuk
Zidan berdiri menghampiri Vania. mereka keluar meninggalkan ayah Adnan yang sedang tersenyum-senyum sendiri.
"dia memang sudah dewasa sekarang" gumam ayah Adnan
ayah Adnan kembali memeriksa berkas-berkas yang diberikan Sisil padanya.
"ada apa...?" tanya Zidan berada di dalam mobil
"kenapa kamu selalu menanyakan sebab setiap aku datang menemuimu...?" tanya Vania kembali
"kenapa tidak kamu angkat telponku...?"
"aku sibuk"
"sibuk atau karena memang aku tidak penting ya" Vania melihat ke arah luar jendela mobil
"bukan begitu. aku memang sibuk. katakan kamu ingin kemana...?"
"kemanapun asal bersamamu" ucap Vania tanpa melihat ke arah Zidan
Zidan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. mereka berhenti di sebuah restoran mewah.
"kita makan dulu. aku lapar" ucap Zidan
"baiklah"
mereka berdua keluar dari mobil dan masuk ke dalam restoran itu. Zidan memanggil pelayan untuk memesan makanan.
"kamu mau pesan apa...?" tanya Zidan
"samakan saja dengan pesanan mu"
Zidan memesan sesuai keinginannya kemudian mengembalikan buku menu kepada pelayan.
Zidan melihat Vania yang tidak banyak bicara. biasanya wanita itu akan ada sejuta Pertanyaan untuk pria yang cintai itu. namun kali ini ia hanya duduk melamun.
"kamu kenapa...?"
"hah, memangnya aku kenapa...?"
"kamu terlihat murung. apa ada masalah...?"
"ah tidak. itu hanya perasaan mu saja. aku hanya demam saja. bukan masalah besar. aku bosan di rumah, jadi aku datang menemuimu untuk mengobati rinduku. tapi ternyata..."
"ternyata apa...?" Zidan menunggu kelanjutannya
"aku tidak penting" ucap Vania pelan
"Vania, i-itu"
belum sempat menjawab, perkataan Zidan terhenti karena makanan mereka telah datang.
"makanlah, kamu bilang kamu lapar" ucap Vania tersenyum
mereka makan dengan diam. tidak ada yang berbicara. bahkan Vania yang selalu mengoceh saat makan, kini dirinya hanya sibuk dengan makanannya tanpa berniat untuk bicara.
"makanmu sedikit sekali" ucap Zidan
"aku sedang tidak berselera makan" jawab Vania
"kamu sedang sakit. harus makan yang banyak"
"yah...sangat disayangkan, aku sakit dihari yang spesial untuk ku"
"hari spesial...?"
"ah, bukan apa-apa. kamu sudah selesai. kalau sudah, kita pergi sekarang"
Zidan membayar makanan mereka kemudian mereka berdua keluar restoran.
"kamu pulanglah, aku bisa pulang sendiri" ucap Vania
"tidak ingin aku antar...?"
"tidak. terimakasih. maaf sudah mengganggumu hari ini. aku ingin singgah di suatu tempat"
"kalau begitu aku antar sekalian"
"tidak perlu. kerjakan saja sesuatu yang penting, jangan menghiraukan yang tidak penting"
"Vania, a-aku"
"taksi" Vania memanggil taksi yang lewat
"sampai bertemu lagi"
Vania meninggalkan Zidan yang masih berdiri mematung di tempatnya.
"maafkan aku" gumam Zidan
pria dewasa itu, segera masuk ke dalam mobil dan meninggalkan restoran.
hari menjelang siang. Vania berhenti di sebuah toko kue ulang tahun.
"mau pesan kue yang mana mba...?"
"aku mau yang coklat itu satu ya" ucap Vania
"baik. mohon ditunggu sebentar"
Vania menunggu di tempat duduk yang telah di sediakan. sambil menunggu, ia memesan kue dan segelas minuman hangat.
"hummm, sangat manis. andai hidupku semanis kue ini" ucap Vania yang sedang mencicipi kuenya..
"*kenapa kamu tidak angkat teleponnya"
"tidak penting*"
wanita itu teringat dengan perkataan Zidan tadi.
"Vania... Vania...kamu mengejarnya sampai sejauh ini, namun ternyata kamu tidak dianggap penting olehnya. miris sekali hidupmu" Vania tersenyum kecut
"punya segalanya dan mendapatkan apa yang aku mau, tapi aku tidak bisa mendapatkan cinta dari pria yang aku cintai. huufftt....aku sangat menyedihkan" wanita itu menghapus air mata yang jatuh di pipinya
setelah menikmati kuenya. Vania segera membayar sekaligus mengambil kue pesanannya tadi. ia keluar dari toko kue itu dan berjalan mencari taksi.
"kita kan mau ke rumah sakit. kenapa malah nyasar di sini sih" ucap Vino
"bisa diam nggak sih. kita kan sedang mencari toko bunga untuk membeli melati buat Adam" ucap starla
"harusnya pakai motor aja tadi. ini kenapa kita malah jalan kaki" gerutu Vino
"sekali-kali elu jalan kaki Vin, lagian kaki lu juga nggak akan patah hanya karena jalan kaki" timpal El
"tetap saja gue capek" keluh Vino
"tokonya kok nggak ketemu-ketemu sih. kita sudah jalan sejauh ini" ucap Leo
"nah sana dia. ayo" tunjuk El ke arah toko bunga yang ada di samping jalan
Adam tidak ikut. setelah pulang sekolah, hantu itu langsung ditugaskan untuk ke rumah sakit menjaga Andri. namun sebelum pergi, Adam meminta untuk dibelikan bunga melati.
"belikan melati banyak-banyak ya"
itulah pesan dari hantu tampan itu. mereka semua masuk ke toko bunga. El langsung memesan bunga melati. namun matanya tertuju pada bunga mawar merah yang terlihat indah dipandang.
"mba, aku pesan bunga mawar itu juga" tunjuk El kepada bunga mawar merah yang ia lihat
"baik. tunggu sebentar ya"
penjual itu segera membungkus pesanan El. untuk melati hanya di kemas biasa saja karena nanti pasti akan di berantakin oleh Adam. namun untuk bunga mawar merah, dibungkus sedemikian cantiknya.
"ini bunganya dek"
."terimakasih" El membayar bunga-bunga itu
"udah...?" tanya Leo
"udah, ayo pulang" ajak El
mereka semua keluar dark toko bunga dan kembali berjalan ke tempat dimana motor mereka parkir.
"elu beli juga bunga mawar, buat siapa...?" tanya Vino
starla melirik bunga mawar yang ada di dekapan El.
(untuk siapa ya...?) batinnya
"untuk oranglah, untuk siapa lagi" jawab El
"wah wah wah, buat gebetan ya. siapa sih, kok kita nggak tau" timpal Leo
"rahasia" jawab El
"ck, nggak seru lu" cebik Vino
starla terdiam tanpa banyak bicara. ia sangat penasaran untuk siapa El membeli bunga mawar merah.
"tolong... tolong" suara teriakan terdengar
"tunggu-tunggu, kalian dengar nggak sih" El berhenti menajamkan pendengarannya
"dengar apa...?" tanya Leo
"tolong"
"lah iya, ada suara minta tolong" ucap starla
"tapi disini kan sepi. jangan-jangan setan lagi. gue nggak mau ya berurusan dengan arwah" timpal Vino
"mau nggak mau, elu harus mau. tapi ada suara nggak ada orangnya" ucap El
"nah tuh kan. pasti setan nih. pergi aja yuk" ajak Vino
El tidak menghiraukan rengekan Vino. ia semakin berjalan ke depan dan disana nampaklah seorang wanita sedang berusaha melawan pria yang berusaha mencopetnya.
"woi... lepasin nggak" teriak El
El segera berlari. yang lainnya menyusul.
bughhh...satu tendangan keras melayang di kepala pencopet itu.
"wah wah wah, beraninya sama wanita. sini maju lu. gue jadikan ayam geprek lu" ucap Vino geram
pencopet itu tidak melawan. ia malah melarikan diri karena jelas tidak mungkin melawan tiga orang sedang ia sendirian.
"huuuuu banci lu" teriak Vino
El mengambil tas wanita itu dan menyerahkannya
"mba nggak apa-apa...?" tanya El
"tidak apa-apa. terimakasih banyak. untung ada kalian semua" jawabnya
"kuenya hancur" tunjuk starla pada kue yang telah berserakan di tanah
"yah hancur" wanita itu menatap sedih kuenya
"ada yang ulang tahun ya. kuenya kue tart" ucap starla
"itu buat aku sendiri. sayang sekali kuenya telah rusak" jawabnya
"mba ulang tahun...?" tanya Leo
"iya" jawabnya.
"wah, selamat ulang tahun ya mba..."
"Vania, panggil saja mba Vania tapi sebaiknya kalian panggil aku kakak saja. aku seperti mba-mba penjual jamu kalian panggil mba" ucap Vania
"baiklah. selamat ulang tahun kak Vania. maaf ya, kita nggak punya kado" ucap Vino
"tidak masalah. kalian tau, kalian adalah orang pertama yang mengucapkan selamat padaku" ucap Vania
"oh ya, terus orang tua kakak nggak ngucapin gitu...?" ucap El
"papa udah nggak ada. tinggal mama aku. tapi sepertinya mungkin dia lupa. oh ya nama kalian siapa kalau kakak boleh tau"
"aku El. ini Vino, Leo dan starla" El menunjuk satu persatu teman-temannya.
"salam kenal ya. sekali lagi terimakasih sudah menolongku. kalau begitu aku pergi dulu"
"kakak bawa kendaraan...?" tanya El
"tidak. kakak tadi naik taksi"
"kalau gitu, biar kami yang mencarikan taksi untuk kakak. kita jalan ke depan saja" ucap El
"baiklah"
mereka semua berjalan ke arah jalan yang ramai. El memanggilkan taksi untuk Vania.
"terimakasih ya. lain kali kakak akan traktir kalian kalau kita bertemu lagi" ucap Vania yang sudah berada di dalam taksi
"sama-sama kak" jawab mereka semua
taksi yang ditumpangi Vania meninggalkan El dan teman-temannya. setelah Vania pergi, para remaja itupun segera bergegas ke rumah sakit.