Ketika Nila Saraswati 22 tahun harus melunasi hutang almarhum ayahnya,dia terjebak dalam perjanjian pernikahan dengan Julian Nugraha 29 tahun yang sudah mempunyai seorang istri.Tapi istrinya itu selingkuh di belakangnya,sehingga Julian menawarkan Nila menikah dengannya sebagai bentuk balas dendam pada istri pertamanya.Nila setuju menikah dengan Julian dengan imbalan memberinya uang untuk melunasi hutang ayahnya pada renternir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummi asya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27.Ibu Mia 3
Karena Nila baru mengenal mertuanya, dia jadi segan dan merasa takut. Bukan apa-apa, dia belum pernah dekat dengan ibunya. Hanya waktu kecil dia dekat dengan ibunya, namun setelah itu dia tinggal dengan neneknya dan setelah neneknya meninggal, baru dia tinggal dengan ayahnya.
Dari kisahnya itu, dia tidak tahu watak seorang ibu seperti apa. Yang dia tahu, seorang ibu itu baik dan mengayomi.
Tapi setiap manusia itu di lengkapi dengan otak, watak dan sosial. Jika watak negatif yang berperan besar dari seseorang, maka orang itu akan selalu berpikiran negatif pada siapapum, meski memang tidak semua seperti itu.
Nila pagi ini sarapan pagi bersama dengan mertuanya. Awalnya terasa tenang, Nila senang ibu mertuanya mau menerimamya dengan baik. Dia melayani mertuanya dengan sopan dan lemah lembut.
"Sehabis sarapan, kamu ikut saya ke kamar." kata ibu Mia pada menantunya.
Mereka sarapan dengan tenang, ibu Mia sesekali menatap menantunya itu, lalu tersenyum sinis. Setelah selesai ibu Mia masuk ke dalam kamarnya, dia akan bertanya lebih dalam pada menantunya. Kenapa bisa menikah dengan Julian anaknya.
Sedangkan Nila membereskan meja makan, memindahkan piring kotor ke tempat pencucian piring. Bi Marni membantu Nila memindahkan sisa makanan ke dapur.
"Nyonya, biar saya saja yang mencuci piringnya." kata bi Marni.
"Iya bi, saya ke kamar mama dulu ya." ucap Nila.
"Iya nyonya."
Nia kemudian pergi menuju kamar tamu, dia mengetuk pintu kamar ibu Mia itu.
Tok tok tok
"Masuk."
Nila masuk ke dalam kamar mertuanya itu. Ibu Mia sedang membersihkan mukanya dengan pembersih milk cleanser. Nila memperhatikan apa yang di lakukan mertuanya, belum berani menyapa atau pun duduk di sisi ranjang.
Lama Nila menunggu mertuanya bicara, sehingga kakinya lama-lama pegal dan kesemutan. Kakinya bergantian berdiri, mengurangi rasa pegal. Sedangkan ibu Mia seolah tidak peduli dengan Nila di belakangnya. Dia masih sibuk dengan make upnya.
"Emm, mama memanggil saya kemari mau apa ya?" tanya Nila memberanikan diri.
"Oh, ya. Tunggu sebentar ya." kata ibu Mia.
Nila mengangguk, dia masih setia berdiri. Seolah ibu Mia sengaja membuat Nila pegal dengan posisi berdiri terus sejak tadi.
Nila menghela nafas panjang, kakinya tidak bisa lagi menopang tubuhnya. Karena sudah satu jam lebih Nila berdiri.
"Maaf ma, boleh aku duduk?" tanya Nila ragu.
"Lho, memang kenapa kamu berdiri terus? Kalau capek ya duduk." kata ibu Mia tanpa bersalah.
Huft
Jika tadi duduk di perbolehka, kenapa tidak dari tadi duduk.
Nila pun akhirnya duduk di sisi ranjang di depannya. Merasa lega bisa duduk, tapi baru juga duduk Nila malah di suruh mengambilkan baju di lemarinya.
"Coba kamu ambil baju mama di lemari itu." titah ibu Mia.
Nila pun bangkit dan mengangguk, dia lalu menuju ruang baju untuk mengambil baju mertuanya.
"Yang ini ma?" tanya Nila pada baju semi kebaya.
"Bukan, jangan yang itu." kata ibu Mia.
Nila kembali lagi, mencari baju yang cocok dengan hati mertuanya. Setelah di temukan baju yang cocok menurutmya, dia keluar lagi. Memyerahkan baju yang di ambilnya.
"Kok yang itu sih, terlalu norak bajunya. Ganti yang lain." kata ibu Mia lagi.
Mau tidak mau Nila mengganti baju lain lagi. Dia lelah, namun dia berusaha menuruti kemauan mertuanya. Mengambil simpati seorang mertua itu susah ya, pikir Nila. Harus di kerjai dulu, lalu entah apa selanjutnya.
"Bismillah, semoga ini baju yang cocok untuk mama." gumam Nila.
Dia memandang bajunya yang tampak elegan. Sangat cocok di pakai oleh ibu Mia. Kemudian dia melangkah mendekati ibu Mia dan menyerahkan baju yang terakhir mungkin.
"Ini mah, sepertinya cocok untuk mama pakai." kata Nila, dia berdoa dalam hati semoga tidak balik lagi.
"Emm boleh juga., coba kamu letakkan di gantungan baju, takutnya itu kotor dan kusut. kata ibu Mia.
Nila lega, dia gantungkan baju itu di gantungan agar tidak kusut, karena memang bajunya mudah kusut.
Dia lalu kembali duduk di sisi ranjang ibu Mia, namun ibu Mia kembali memyuruhnya mengambil sepatu di rak sepatu.
Dengan malas dan lelah, Nila bangkit dari duduknya. Agak menyesal dia masuk ke kamar mertuanya ini. Tapi jika dia tidak datang ke kamar ibu Mia, itu sama saja jadi menantu pembangkang.
Meski suaminya sangat mencintainya, tapi ibu mertuanya seolah dia seorang pembantu. Apakah memang dia menganggap seperti itu?
Dari cara bicara dan perintahnya seperti itu, namun demikian Nila hanya merasa dia seorang gadis biasa, yang beruntung di nikahi sang bos restoran hanya untuk sebuah rencana.
Tapi pada akhirnya suaminya jatuh cinta padanya, Dari awal siapa yang salah?
"Ini ma, sepatunya." kata Nila meletakkan sepatu warna putih di dekat kakinya.
Ibu Mia melihat sepatu yang di ambil Nila dia lalu menatap Nila. Kelihatan sekali dia kelelahan. Tapi rupanya ibu Mia masih mau mengerjai menantunya.
"Bukan yang ini, kamu ambil yang warna merah muda itu." kata ibu Mia lagi.
Nila mendengus kasar, dia benar-benar lelah. Tapi mertuanya seolah tidak mau tahu. Tapi pada akhirnya dia menurut. Ini yang terakhir kalinya, gumam Nila.
Dia lalu mengambil sepatu warna merah muda, menggantikan sepatu putih yang salah tadi. Di letakkannya sepatu merah muda itu dekat kaki ibu Mia, lalu dia duduk kembali di sisi ranjang dengan nafas tak beraturan.
"Ini ma, maaf ini yang terakhir mama menyuruh saya mengambil sepatu." kata Nila.
"Kenapa? Kamu mau menentangku?" tanya ibu Mia dengan wajah sinis.
"Maaf ma, aku lelah dari tadi belum istirahat sejak berdiri lama dan bolak balik mengambil baju yang salah. Dan sekarang sepatu juga mama salah lagi. Perutku sakit ma, di bawa bolak bailk terus." kata Nila.
Dia beranikam diri untuk protes, tidak seharusnya seperti ini. Dia memegang perutnya yang nyeri. Ibu Mia melihat Nila memegang perutnya, tapi dia tidak peduli.
"Seharusnya kamu tahu kalau menikah dengan Julian itu tidak mudah. Apa lagi berhadapan denganku. Aku adalah ibunya Julian, apa yang di temui Julian itu hanya main-main. Termasuk menikah denganmu. Jangan pikit kamu di cintai Julian, sehingga jadi membangkang padaku. Julian hanya main-main denganmu." kata ibu Mia.
Sangat menusuk hati Nila, ternyata watak seorang kaya itu memang lebih pada khawatir hartanya akan di ambil oleh si miskin, Nila tahu diri. Dia gadis miskin yang di tolong oleh atasannya untuk membantu Julian.
Tapi mertuanya itu rupanya tidak tahu bagaimana Nila bisa di nikahi oleh Julian dan sekarang di cintai olehnya.
"Maaf ma, saya tidak tahu kalau mas Lian hanya main-main denganku. Jika itu memang benar, aku siap keluar dari kehidupannya." kata Nila.
Entah kekuatan apa yang membuatnya berani berkata seperti itu. Yang jelas dia kini berpikir tidak akan mau di tindas lagi oleh siapa pun.
Yang terpenting Julian, suaminya mencintainya dan tidak mau meninggalkannya, pikir Nila.
"Oke, aku akan bilang sama Julian untuk melepasmu, terud terang saja. Aku lebih suka menantu Shela, dari pada gadis miskin sepertimu. Seorang pelayan restoran bermimpi jadi istri Julian selamanya." ucap ibu Mia.
"Kalau tidak ada yang penting di bicarakan, aku keluar dulu ma." kata Nila, dia tidak mau ambil pusing ucapan mertuanya.
Ibu Mia mendengus kesal, kemudian dia melanjutkan merias wajahnya tanpa peduli ucapan Nila.
Nila pun pergi dari hadapan ibu Mia,tapi langkahnya terhenti ketika ibu Mia mengatakan bahwa dia akan terus memaksanya untuk pergi dari rumah Julian.
Setelah mendengar ucapan ibu Mia, Nila langsung pergi dari kamar itu.
_
_
_
********
sungguh mantap sekali
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘😘