"Apa! Aku! Kau gila Ya! Aku hanya menghias calon pengantin. Bukan menghias diriku sendiri lalu menikah dengan kakakmu," ucap Nara seakan tak percaya.
"Aku mohon Ra. Tolong bantu aku, keluargaku akan malu. Kamu sahabat terbaikku kan! Menikahlah dengan kakakku!" pinta Chelsea dengan air mata menetes membuat yang melihatnya iba.
Anara putri berprofesi sebagai perias pengantin biasa. Ia sangat bahagia dan antusias ketika di minta untuk terlibat dalam acara pernikahan kakak sahabatnya dengan seorang model cantik ternama.
Merias seorang model cantik terkenal di pernikahannya, sungguh kesempatan emas yang tak akan mungkin dia sia-siakan, karena itu mampu membuat namanya dalam karier meriasnya ikut melambung. Job meriasnya akan semakin banyak. Itu fikirnya.
Namun siapa sangka di hari H karena sesuatu calon pengantin wanita tidak bisa meneruskan pernikahan yg membuat pernikahan terancam batal.
Demi menolong keluarga sahabatnya dari malu, Di hari itu Si culun pun mendadak menikah dengan kakak sahabatnya. Pemuda yang anti padanya, bahkan tidak pernah ingat siapa namanya.
Bagaimana Nara menjalin pernikahannya dengan pemuda dingin dan jutek seorang presdir ternama Milan Kalingga ...
Dapatkah Milan menerima Nara Si culun sebagai istrinya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syakira Sya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
menjemput
Waktu bergulir begitu cepat, luka di bahu Nara perlahan pulih sepenuhnya. Dia telah kembali pada rutinitasnya, bergelung dengan pekerjaan sebagai MUA.
Hari ini Nara akan melakukan pekerjaan yang sudah di sepakati dengan adik Kay. Waktu pernikahan akbar itu semakin dekat di gelar membuat Nara antusias akan melakukan yang terbaik.
Pagi ini dia harus pergi ke suatu tempat, di mana sepasang calon pengantin itu akan mengadakan sebuah foto preweding.
Sebelum melalui hari melelahkan Nara berada diruang makan bersama dengan Chelsea dan Milan.
“Ra, kamu duluan aja ya ke tempat prewednya. Aku masih ada urusan," ucap Chelsea sembari menyuapkan makanan ke mulut.
“Okey,” balas Nara yang menjalani pagi hari dengan secangkir teh.
“Kalian mau ke mana?” sela Milan penasaran.
“Dinda mau foto prewed hari ini, dan kami harus menyiapkan,” jawab Chelsea.
“Aku pergi dulu,” pamit Nara bangkit dari duduknya.
Nara baru saja akan beranjak namun, terhenti saat pelayan mengatar pemuda tampan mengenakan kaos hitam terbalut jaket jeans.
“Vino!” sambut Nara dengan senyuman terkembang menatap sahabatnya.
“Kau kemari? Duduk Vin, sini sarapan,” sahut Chelsea tak kalah senangnya.
Vino pun ikut duduk bersama mereka.
“Aku kemari untuk menjemput Nara,” ucap Vino.
Alis Nara berkerut. “Menjemputku?”
Vino memutar mata malas. “Kan hari ini kita satu kerjaan Ra, kau make up dan aku yang memotret,” gemas Vino mengingatkan.
“Oh, Iya Vin. Aku lupa kalau kau juga jadi tukang fotonya,” ucap gadis berkacamata ini menepuk jidatnya.
“Ini anak lupa mulu dah,” sosor Chelsea.
Nara hanya membalas dengan cengiran.
“Terang aja kau lupa, di otaknya itu kan hanya ada duit,” ejek Vino sembari mendorong kening Nara dengan jari telunjuknya.
Chelsea terkekeh dengan ucapan Vino.
“Vino.” Nara mengerucutkan bibirnya tak terima. Setelahnya tersenyum mengulur tangannya di pipi pemuda itu.
“Menjemputku, ih ... manis sekali,” goda Nara pada sahabatnya. “Nanti sekalian traktir aku boba ya,” tambahnya dengan senyuman manja.
“Jangan lupa Vin aku juga, boba yang jumbo,” celetuk Chelsea.
“Ngelunjak nih dua bocah,” Vino mencebik.
Milan yang berada di antara ke tiga sahabat ini mulai merasa terusik, melihat keakraban mereka. Ia pun bangkit dari duduknya. Memilih meninggalkan ruang makan.
Mereka hanya menatap kepergian Milan, telah mengerti jika pemuda galak ini memang tak menyukai sahabat adiknya dan Itu selalu terjadi ketika mereka berkumpul, Milan yang bersikap, tak peduli, ketus serta dingin pada Nara dan Vino.
Setelah pamit pada Chelsea. Nara dan Vino melangkah pun meninggalkan ruang makan.
Kini mereka telah berada di depan pintu gerbang di mana Vino memarkirkan motor sportnya.
“Bagaimana keadaan mama Sea?” tanya Vino.
“Keadaannya sudah mulai membaik,” balas Nara.
“Betah banget ya, tinggal di sini,” cibir Vino.
“Ya enggaklah Vin. Enakkan di rumah sama Nana,”
Vino naik ke motor sport berwarna hitam miliknya, sedangkan Nara masih termenung menatap rumah mewah Kalingga.
"Aku kira Sea kaya aja, Ternyata Sea kaya banget, banget, banget ya Vin,” ujar Nara dengan nada suara tak bersemangat merasa sangat rendah bersama Chelsea. Setelah masuk ke kehidupan Milan Kalingga Nara akhirnya sadar siapa Chelsea.
Mendengar itu Vino mendesah kasar, gadis berkacamata ini benar-benar polos. Setelah bertahun-tahun bersama yang dia tahu Chelsea hanya sebatas kaya, tapi tak tahu betapa berkuasanya keluarga sahabatnya itu. Nara memang tulus dalam berteman tak memandang harta.
“Kau baru sadar, kalau sahabat kita itu sekelas sultan,” cibir Vino mengenakan helm.
“Ngak ada gayung love di rumahnya,” tambah Nara semakin rendah.
Vino menatap Nara.
“Ya elah Ra, Rumah gedong gini malah cari gayung love. Ya mana ada Ra. Emang di rumah kita,” sosor Vino meraih satu helm lagi dari stang motornya.
“Iya Vin, ngak seperti kamar mandi di rumah kita udah gayungnya lope, mana kuncinya pake paku di ikat terus di selipin,” terang Nara tentang apa yang ia alami.
Vino terkekeh lucu mendengar ocehan Nara.
“Itu anak enak banget ya. Dari kecil ngak pernah susah,” tambah Nara terlihat lesu.
Vino pun memakaikan helm di kepala Nara.
“Iya, waktu kecilnya dia main mandi bola aja, bolanya pakai kinder joy,” celetuk Vino dengan candaan agar Nara tertawa.
“Hahahaha.” Nara seketika tertawa keras.
“Dia pasti ngak pernah ngerasain makan indomie, di bagi sama saudara terus pake nasi lagi,” tambah Nara dengan kekehan.
“Sea juga pasti ngak pernah tahu gimana galaunya kalau token listrik udah bunyi,” timpal Vino santai sembari mengklip tali helm Nara.
“Hahahaha.” Tawa Nara.
“Dia juga ngak tahu Vin, gimana kalau mau makan aja, baru juga ambil piring, emak udah teriak! Ingat sisain yang lain pada belum makan."
Vino dan Nara kompak tertawa keras membandingkan kehidupan Sea dan mereka. Oh, jiwa miskin itu meronta.
Vino mencubit gemas hidung Nara.
“Sudah nanti kita terlambat kalau membahas hidup enak Sea ngak ada habisnya.”
“Vino.” pekik Nara memegang hidungnya.
Vino menyalakan mesin motornya. Nara pun naik ke motor, duduk di belakang Vino tangannya terulur melingkar di pinggang pemuda itu.
“Sea pasti ngak pernah pernah ngerasain hari libur malah ngurus cucian,” ucap Nara lagi masih membahas hidup nyaman Sea.
“Mana cucian udah di jemur pake pewangi, eh tetangga malah bakar sampah,” timpal Vino.
"Hahahaha.” Nara tertawa keras. “Aduh Vin perutku keram karena tertawa,” seru Nara.
Obrolan dan tawa terus berlanjut. Mereka tak menyadari jika dari balkon kamar ada sesosok pemuda yang menatap tajam ke arah mereka dengan wajah mengeras.
Ya Milan, mengepalkan tangannya, sejak tadi berdiri memperhatikan si culun dan pemuda itu bercanda. Bagaimana Vino sangat perhatian memakaikan Nara helm. Bahkan melihat si culun melingkarkan tangannya erat di pinggang Vino.
Sejak di meja makan tadi Milan sudah tak suka melihat perhatian Vino pada Nara.
Milan bisa menilai tatapan dan perhatian Vino pada si culun bukan tatapan biasa seorang sahabat. Ia bisa melihat pemuda itu memiliki perasaan lebih pada si culun.
Ah ... Rasa panas menjalar dalam hati, membuat dadanya sesak melihat cara mereka bercengkrama apalagi saat Nara berboncengan terlihat mesra dengan pemuda itu.
nguras emosi
Alhamdulillah
harusnya nunggu dijemput dari jerman biar kelihatan kesungguhan Milan
dan harusnya Nara nyuruh Milan ngejar Zeline
kenapa gak dijodohin aja Vino dgn Nana Thor
kemabilah Nara setelah sukses dan Nana pulih total dari oplas wajahnya dan kau punya modal utk buka usaha agar hinaan padamu berkurang dan bisa mengembalikan uang Vino yg kalian pakai