Kisah cinta dua insan dengan karakter bertolak belakang yang diawali dengan keterpaksaan demi bakti kepada kedua orang tua. Jelita Khairani, gadis cantik 21 tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikannya tak dapat mengelak kala kedua orang tuanya menjodohkannya.
Namun siapa sangka yang di maksudkan sebagai calon suaminya adalah pria yang sama dengan seseorang yang ia juluki "ALIEN, MANUSIA KAYU, dan PRIA KAKU" seusai pertemuan pertama mereka.
Dialah Abima Raka Wijaya, pria dengan segala keangkuhan dengan masa lalu menyakitkan yang membuatnya tak mampu berdamai dengan diri tidak mungkin menerima begitu saja keputusan orang tuanya. Kehadiran Kinan di lubuk hatinya menjadi alasan utama ia tak dapat membuka diri pada sembarang wanita.
Akankah Raka melupakan Kinan dan menerima kehadiran Jelita? Bagaimana jika suatu saat sang mantan kekasih berniat kembali padanya?
Ig: desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Mau Mengalah.
Lanjutan part sebelumnya ...........
"Akhirnya keluar juga. Aku pikir kau bunuh diri," ucap Raka tanpa melihat Jelita seperti biasa.
"Ah tidak ada alasan saya melakukan itu," ucap Jelita dengan senyum terpaksa yang padahal tidak terlihat oleh Raka.
Raka merebahkan dirinya ditempat tidur. Jelita kembali tak bergeming yang benar saja dia akan benar-benar tidur ditempat yang sama dengan Raka.
"Maaf, Pak. Saya tidak bisa tidur berbagi tempat tidur." Jelita berucap ragu yang sebenarnya mengusir Raka secara halus.
"Kau bisa tidur disana." Raka menunjuk sofa didepan mereka.
Mendengar ucapan Raka, Jelita menjadi kesal dan segera meraih bantal dan guling disamping pria itu. Ia merebahkan tubuhnya di sofa yang sebenarnya kurang nyaman bagi Jelita.
"Dasar manusia kayu, nggak ada ngalah-ngalah nya jadi laki." Jelita mengumpat dalam hati.
"Jangan coba-coba mengumpatku." Raka berucap dengan mata yang sudah terlihat terpejam. Insting laki-laki itu sungguh tajam pikir Jelita.
"Dih. Kenapa dia bisa tau" gumam Jelita.
Tubuhnya yang begitu lelah membuat Jelita tak butuh waktu lama menyelami dunia mimpi. Tidak ada yang spesial dari pernikahannya pikirnya. Malam pertama yang begitu berbeda dengan apa yang pernah ia dengar dari teman-temannya. Semua hanya omong kosong pikirnya.
******
Malam berlalu Jelita membuka matanya perlahan menyesuaikan dengan cahaya. Suasana yang terlihat berbeda dari kamarnya. Sesaat ia mengingat kenapa bisa berada di kamar itu.
Benar-benar tidak bisa dipercaya semua bukanlah mimpi pikirnya. Jelita meregangkan otot-ototnya karena tidur ditempat yang kurang dnyaman menurutnya. Lagi-lagi Jelita harus melihat pemandangan pagi hari.
Raka keluar dari kamar mandi seraya menggosok rambutnya yang terlihat basah. Sepagi itu Raka membersihkan diri, Jelita tak bisa mengalihkan pandangannya dari Raka. Merasa dirinya diperhatikan Raka melirik kearah Jelita yang sudah mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.
"Apa kau begitu senang mencuri pandang tubuhku," ucap Raka yang membuat Jelita merasa sangat malu. Bisa-bisanya dia tertangkap basah memperhatikan Raka sedari tadi.
"Saya tidak melihat apa-apa." Jelita membela diri.
"Bersiaplah kita akan kembali kerumah Papa." Raka memberi perintah.
"Lalu pakaianku bagaimana?" tanya Jelita heran.
"Kita akan kerumah Ibu dan Ayah terlebih dahulu." Raka berucap singkat.
Jelita yang tidak ingin membuat Raka memberikan perintah untuk kedua kalinya beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Selesai dengan urusannya Raka dan Jelita beranjak meninggalkan hotel dan segera menuju rumah Mertuanya.
Perjalanan sunyi seperti biasa. Raka dengan kebisuannya dan Jelita enggan untuk mengajaknya bicara. Memilih menatap jauh keluar jendela adalah pilihan terbaiknya.
*******
Setelah Raka mengehentikan mobilnya didepan rumah Jelita, segera ia turun tanpa memperdulikan Raka yang tertinggal. Jelita datang diwaktu yang tepat, keluarganya tengah sarapan bersama seperti kebiasaan mereka setiap pagi. Bu Rini yang melihat kedatangan mereka segera berlari menyambut kedatangannya.
"Eh mantu Ibu udah dateng, ayo kita sarapan sama-sama."
Jelita yang melihat sikap manis Ibunya hanya mencebikkan bibir. Raka seolah telah mengambil kasih sayang Ibunya.
Raka mendaratkan tubuhnya tepat disamping Jelita. Jelita sudah merasa lapar sejak tadi, segera ia mengambil jatah sarapan untuknya.
"Jelita ambilin Suami kamu!" titah Bu Rini memberikan perintah.
Sesaat Jelita terdiam, dia begitu kaku untuk hal ini. Perlahan Jelita mengambilkan sarapan untuk Raka. Ia tidak tahu apakah Raka akan menyukainya sarapan sederhana kesukaan keluarga mereka, satu piring nasi goreng disertai telur mata sapi favoritnya.
Melihat Jelita yang terlihat kaku dan ragu Randy susah payah menahan tawanya. Ia tidak bisa tertawa lepas kali ini. Jelita yang berada didepannya dengan sengaja menendang kaki Randy di bawah meja. Randy meringis kesakitan namun tidak berani untuk membalas.
Usai sarapan Raka terlihat berbincang hangat dengan Pak Arman dan juga Bu Rini. Ini adalah kesempatan Randy untuk membalas dendamnya sebelum pergi ke sekolah. Sengaja Randy berjalan ke arah Jelita yang tengah mencuci tangannya. Dengan tanpa dosa Randy menarik rambut Panjang Jelita yang membuatnya berteriak menahan sakit.
"Ra-sa-in." Randy begitu geram tanpa melepaskan tangannya.
Raka dan kedua orangtuanya yang tengah mengobrol merasa terganggu dengan suara keributan dari kedua saudara itu. Melihat Jelita yang terlihat kesakitan Raka mendekati Randy dan mencekal tangan Adik iparnya untuk melindungi Jelita. Randy yang melihat Raka menahan tangannya segera mungkin melepaskan rambut Jelita dari genggamannya.
"Randy ! Kamu tu kayak cewek tau nggak!" Jelita meneriaki Randy yang berada tak jauh di depannya.
"Udah-udah. Randy minta maaf sama Kakak kamu!" bentak Sang ibu.
"Dia yang mulai, Bu." Randy mencebikkan bibirnya.
"Kamu tu persis anak gadis tau. Main tarik rambut segala. Cepet minta maaf," Sang ayah ikut andil menegur Putranya.
"Iya udah. Maaf," ucap Randy singkat dan mengulurkan tangannya kepada Jelita. Namun, Jelita menepisnya dan berlalu begitu saja masuk ke kamarnya.
Randy meminta maaf bukan hanya karena perintah Ayahnya. Tapi lebih takut melihat Raka yang melihatnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Ia tidak perduli meskipun Jelita tidak memaafkannya. Toh nanti akan kembali akur pikirnya.
Usai tragedi perang Bharatayuda dengan adiknya Jelita menyiapkan pakaian dan beberapa barang yang akan ia bawa ke rumah Mertuanya. Raka yang ikut masuk kekamar Jelita terlihat sedikit terkejut dengan apa yang terdapat didalamnya.
Kamar Jelita cukup untuk dikatakan rapi dan terasa cukup nyaman meski tidak terlalu besar. Raka memperhatikan tembok kamar yang terlihat beberapa foto Jelita dari masa ke masa terpajang rapi disana.
Namun, yang membuat Raka sedikit heran adalah foto-foto pria tampan dengan ukuran berbeda bertebaran di dinding kamarnya. Jelita benar-benar terobsesi dengan Pria tampan pikirnya.
"Untuk apa kau memenuhi kamar mu dengan wajah Pria ini," ucap Raka yang tidak bisa membendung penasarannya.
"Ah. Dia suami saya, Pak," ucap Jelita singkat yang membuat Raka mengernyit heran.
"Kau pernah menikah sebelumnya?"
"Belum, Anda yang pertama." Jelita berkata sembari memasukkan barang-barangnya.
Raka semakin yakin bahwa dia menikahi wanita yang kadar kewarasannya dibawah rata-rata. Ia tidak habis pikir kenapa Papanya begitu kekeh menikahkannya dengan wanita itu.
Cukup lama Raka menunggu Jelita, ia fokus dengan ponsel ditangannya sesekali menghubungi Andra menanyakan keadaan kantor yang ia tinggal kemarin dan juga pagi ini.
"Sebanyak itu?" Raka sedikit terkejut melihat Jelita yang siap membawa dua koper dengan ukuran besar.
"Iya. Kenapa?" Jelita melirik koper di sisi kanan dan kirinya.
"Tidak. Lakukan sesukamu." Raka berlalu begitu saja menarik salah satu koper milik Jelita.
"Kenapa nggak dua-duanya sih." Jelita berdecak dalam hati. Bu Rini menghampiri Jelita di dalam kamarnya setelah melihat Raka membawa salah satu koper Jelita keluar.
"Hah .... Kamu bawa barang sebanyak ini untuk apa Jelita, astaga." Bu Rini sama terkejutnya dengan persiapan Jelita.
"Bu, aku itu cuma bawa dua koper bukan dua lemari." Jelita membela diri.
"Iya, dua koper tapi kamu lihat ukuran koper itu segede apa," ujar Bu Rini menggelengkan kepala.
Jelita berpamitan kepada Ibunya. Raut sedihnya tak bisa disembunyikan. Meskipun ia akan tetap bisa berkunjung sesuai keinginannya namun ia tidak akan bisa merasakan kehangatan keluarganya seperti dulu, akan ada waktu yang menjadi penghalang untuk selalu bertemu pikirnya.
Berpisah dengan rumah yang menjadi saksi tumbuhnya membuatnya menitikkan air mata. Bu Rini begitu paham dengan perasaan anaknya. Jelas saja ia merasa begitu sedih, anak manjanya itu tetap akan manja kepadanya. Meski berat Jelita harus tetap mengambil langkahnya.
TBC 🌻
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak 🌧🌧
akan tercipta ...amiiin