Di Kota Pontianak yang multikultur, Bima Wijaya dan Wibi Wijaya jatuh hati pada Aisyah. Bima, sang kakak yang serius, kagum pada kecerdasan Aisyah. Wibi, sang adik yang santai, terpesona oleh kecantikan Aisyah. Cinta segitiga ini menguji persaudaraan mereka di tengah kota yang kaya akan tradisi dan modernitas. Siapakah yang akan dipilih Aisyah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka di Hati, Luka di Bisnis
Berita tentang pengkhianatan Pramudya menyebar seperti api di padang rumput. Para pengrajin batik, karyawan Warna Warni Nusantara, dan pelanggan setia merasa terkejut, marah, dan dikhianati. Reputasi Warna Warni Nusantara, yang selama ini dibangun dengan susah payah, hancur dalam semalam.
Andini merasa seperti disambar petir. Ia tidak hanya kehilangan cinta dan kepercayaan, tetapi juga bisnis yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia merasa malu, bersalah, dan tidak berdaya.
Keesokan harinya, Andini datang ke Warna Warni Nusantara dengan wajah pucat dan mata sembab. Ia melihat para karyawannya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan: kasihan, marah, dan curiga.
"Selamat pagi," kata Andini, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Tidak ada yang menjawab. Suasana di ruangan itu terasa tegang dan dingin.
Andini berjalan menuju ruangannya, merasa seperti seorang pesakitan yang akan dihukum. Ia duduk di kursinya dan menatap foto dirinya dan Pramudya yang terpajang di meja. Air matanya mulai mengalir.
"Kenapa kamu melakukan ini padaku?" bisiknya. "Kenapa kamu menghancurkan segalanya?"
Tiba-tiba, pintu ruangannya terbuka dan seorang karyawan bernama Ratna masuk dengan wajah marah.
"Bu Andini, apa benar Pak Pramudya bekerja sama dengan perusahaan lain untuk menjatuhkan kita?" tanya Ratna dengan nada menuduh.
Andini mengangguk lemah. "Iya, Ratna," jawabnya. "Itu benar."
"Kenapa Ibu tidak memberitahu kami dari awal?" tanya Ratna. "Kami berhak tahu apa yang terjadi."
"Aku... aku tidak ingin kalian khawatir," jawab Andini. "Aku berharap bisa menyelesaikan masalah ini sendiri."
"Tapi sekarang semuanya sudah terlambat!" seru Ratna. "Kita kehilangan pelanggan, pesanan dibatalkan, dan reputasi kita hancur! Bagaimana kita bisa bertahan hidup sekarang?"
Andini terdiam. Ia tahu Ratna benar. Ia telah membuat kesalahan dengan menyembunyikan kebenaran.
"Aku minta maaf," kata Andini. "Aku tahu aku telah mengecewakan kalian. Tapi aku berjanji, aku akan melakukan segala yang aku bisa untuk memulihkan Warna Warni Nusantara. Aku tidak akan menyerah."
"Bagaimana kami bisa mempercayai Ibu lagi?" tanya Ratna, suaranya meninggi. "Setelah semua yang terjadi, bagaimana kami bisa yakin bahwa Ibu tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi?"
Andini menatap Ratna dengan tatapan memohon. "Aku tahu aku telah kehilangan kepercayaan kalian," katanya. "Tapi aku akan berusaha untuk mendapatkannya kembali. Aku akan membuktikan kepada kalian bahwa aku pantas untuk dipercaya."
Ratna terdiam sejenak, menatap Andini dengan tatapan yang sulit diartikan. Akhirnya, ia menghela napas panjang dan berkata, "Aku harap Ibu bisa membuktikan kata-kata Ibu. Karena jika tidak, aku dan karyawan lainnya tidak akan punya pilihan selain meninggalkan perusahaan ini."
Ratna berbalik dan keluar dari ruangan, meninggalkan Andini sendirian dengan air mata yang terus mengalir.
Andini tahu, ia telah mencapai titik terendah dalam hidupnya. Ia kehilangan cinta, kepercayaan, dan reputasi. Ia merasa sendirian dan tidak berdaya.
Namun, di tengah keputusasaannya, Andini menemukan secercah harapan. Ia menyadari bahwa ia tidak bisa menyerah. Ia memiliki tanggung jawab terhadap para pengrajin batik, karyawan Warna Warni Nusantara, dan warisan keluarganya. Ia harus berjuang untuk menyelamatkan bisnisnya, meskipun itu berarti menghadapi tantangan yang sulit dan menyakitkan.
Andini menghapus air matanya dan berdiri dari kursinya. Ia berjalan menuju jendela dan menatap ke luar, ke arah kota yang ramai dan sibuk.
"Aku tidak akan menyerah," bisiknya. "Aku akan membuktikan kepada semua orang bahwa aku bisa bangkit kembali. Aku akan memulihkan Warna Warni Nusantara, tidak peduli apa pun yang terjadi."
Dengan tekad baru, Andini mulai bekerja. Ia menghubungi para pelanggan setianya dan meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Ia menawarkan diskon dan promosi untuk menarik kembali pelanggan yang telah pergi. Ia juga menghubungi media dan memberikan wawancara untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya dan memulihkan citra Warna Warni Nusantara.
Namun, upaya Andini tidak selalu berhasil. Banyak pelanggan yang tetap marah dan tidak mau memaafkannya. Beberapa karyawan mengundurkan diri dan mencari pekerjaan di tempat lain. Reputasi Warna Warni Nusantara terus merosot, dan bisnisnya semakin terpuruk.
Andini merasa putus asa dan ingin menyerah. Namun, ia selalu teringat akan dukungan Abi, yang selalu ada di sisinya, memberikan semangat dan kekuatan. Ia juga teringat akan para pengrajin batik, yang menggantungkan hidup
hidup mereka pada Warna Warni Nusantara. Ia tidak bisa mengecewakan mereka.
Suatu malam, saat sedang bekerja lembur di kantor, Andini menerima telepon dari seorang pelanggan setia bernama Ibu Rini.
"Selamat malam, Bu Andini," kata Ibu Rini dengan nada yang ramah. "Saya hanya ingin mengatakan bahwa saya masih percaya pada Warna Warni Nusantara. Saya tahu, Ibu telah melakukan yang terbaik untuk melindungi bisnis ini. Saya akan terus mendukung Ibu dan membeli produk-produk Ibu."
Andini merasa terharu mendengar kata-kata Ibu Rini. Ia merasa ada secercah harapan di tengah kegelapan.
"Terima kasih banyak, Bu Rini," kata Andini, suaranya bergetar. "Saya sangat menghargai dukungan Ibu."
"Sama-sama, Bu Andini," balas Ibu Rini. "Saya yakin, Warna Warni Nusantara akan bangkit kembali. Ibu hanya perlu terus berjuang dan tidak menyerah."
Setelah menutup telepon, Andini merasa semangatnya kembali membara. Ia menyadari bahwa ia tidak sendirian. Ada orang-orang yang masih percaya padanya dan Warna Warni Nusantara. Ia harus berjuang untuk mereka.
Dengan dukungan Abi dan para pelanggan setianya, Andini terus bekerja keras untuk memulihkan Warna Warni Nusantara. Ia melakukan inovasi dalam desain batik, meningkatkan kualitas produk, dan memperluas jaringan pemasaran. Ia juga menjalin kerjasama dengan komunitas lokal dan organisasi sosial untuk mempromosikan batik sebagai warisan budaya Indonesia.
Perlahan tapi pasti, Warna Warni Nusantara mulai bangkit kembali. Pelanggan kembali berdatangan, pesanan meningkat, dan reputasi perusahaan mulai pulih. Andini berhasil membuktikan kepada semua orang bahwa ia bisa bangkit kembali dari keterpurukan dan memulihkan bisnisnya.
Namun, luka di hatinya masih belum sembuh sepenuhnya. Ia masih merasa bersalah atas pengkhianatan Pramudya, dan ia masih merindukan cinta yang pernah mereka bagi. Ia tahu, ia tidak akan pernah bisa melupakan masa lalunya.
Tapi ia juga tahu, ia harus terus melangkah maju dan membangun masa depan yang lebih baik. Ia harus belajar untuk memaafkan Pramudya, bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk ketenangannya sendiri. Ia juga harus membuka hatinya untuk cinta yang baru, cinta yang tulus dan setia yang ditawarkan oleh Abi.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*