Arabella seorang anak perempuan yang menyimpan dendam terhadap sang Ayah, hal itu diawali sejak sang Ayah ketahuan selingkuh di tempat umum, Ara kecil berharap ayahnya akan memilih dirinya, namun ternyata sang ayah malah memilih wanita lain dan sempat memaki istrinya karena menjambak rambut selingkuhannya itu.
Kejadian pahit ini disaksikan langsung oleh anak berusia 8 tahun, sejak saat itu rasa sayang Ara terhadap ayahnya berubah menjadi dendam.
Mampukah Arabella membalaskan semua rasa sakit yang di derita oleh ibunya??
Nantikan kisah selanjutnya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Malam itu, rumah sakit sudah mulai sepi. Lampu-lampu lorong menyala temaram, menyisakan bayangan panjang di dinding putih. Di dalam ruang perawatan, suara monitor detak jantung berdenting pelan mengikuti irama kehidupan yang masih bertahan milik Naira.
Rafli berdiri di sisi ranjang, menatap bocah kecil itu yang terbaring lemah dengan perban di kepala dan selang infus menempel di lengannya. Gadis kecil itu tampak begitu rapuh, seolah secuil saja angin bisa membuatnya hancur.
“Dia kuat, Dok?” tanya Sena pelan dari balik pintu, matanya sembab karena tangis yang belum kering sepenuhnya.
Rafli menoleh, suaranya rendah namun mantap. “Untuk ukuran anak sekecil itu, dia luar biasa kuat, Sena. Kalau bukan karena Ara yang cepat mendonor, mungkin keadaannya sudah berbeda.”
Sena menatap putranya yang tertidur di kursi tunggu, kepala Arkan bersandar di bahunya, masih menggenggam boneka kecil milik Naira yang tadi ikut terbawa dari tempat kejadian.
“Aku nggak habis pikir, Raf… kenapa bisa ada orang tua yang tega begitu ke anaknya sendiri,” lirih Sena dengan nada getir. “Arkan cerita kalau ibunya Naira yang malah kejar-kejar mereka…”
Rafli menarik napas panjang, matanya kembali mengarah pada Naira. “Aku juga belum tahu pasti, Sen. Tapi dari hasil pemeriksaan tadi, aku curiga… anak ini mengalami kekerasan fisik dalam jangka lama. Ada bekas luka lama di punggung dan lengan. Seolah dia sudah terbiasa disakiti.”
Sena menutup mulutnya, menahan isak. “Ya Tuhan…”
Rafli menatapnya dalam, ada sesuatu di sorot matanya yang lebih dari sekadar iba. “Sena, aku ingin minta bantuan kamu satu hal.”
Sena menegakkan tubuhnya. “Apa itu, Raf?”
“Kalau nanti anak ini sudah sadar, jangan langsung dibawa pulang ke orang yang ngaku sebagai orang tuanya. Aku ingin memastikan dulu siapa sebenarnya dia. Aku sudah minta perawat untuk menelusuri catatan medis dan data kependudukan, tapi… entah kenapa aku merasa anak ini punya keterkaitan dengan kita.”
Sena mengernyit. “Maksudmu?”
Rafli tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Naira dengan pandangan dalam seperti seseorang yang mencoba mengingat sesuatu yang hilang dari potongan masa lalu.
“Aku nggak tahu kenapa, tapi wajahnya… matanya, Sen, aku seperti pernah melihat mata itu sebelumnya,” ucap Rafli lirih, nadanya nyaris seperti bisikan rahasia.
☘️☘️☘️☘️☘️
Beberapa jam berlalu. Jam menunjukkan pukul satu dini hari ketika Naira menggeliat pelan. Matanya terbuka sedikit, cahaya lampu membuatnya meringis.
“Di… di mana aku?” suaranya serak, nyaris tak terdengar.
Sena yang kebetulan masih duduk di tepi ranjang segera mendekat, menggenggam tangan mungilnya. “Kamu di rumah sakit, Sayang. Tenang ya, kamu sudah aman sekarang.”
“Naira… mau ketemu Abang Arkan…” bisiknya lemah.
Sena tersenyum lembut dan menoleh ke arah kursi, di mana Arkan masih tertidur. Ia menepuk pelan bahu anaknya. “Nak, bangun dulu sebentar. Naira sudah sadar.”
Arkan langsung terlonjak bangun, matanya membulat. Ia segera menghampiri ranjang dan menggenggam tangan Naira. “Ra! Kamu bangun juga… aku takut banget tadi.”
Naira tersenyum kecil, matanya berkaca-kaca. “Arkan jangan nangis lagi, ya… aku kan udah janji mau jadi adik kamu selamanya.”
Sena menatap keduanya dengan air mata menetes. Sementara di balik pintu, Rafli berdiri diam mendengar percakapan itu. Dadanya terasa sesak oleh perasaan yang sulit dijelaskan campuran iba, haru, dan entah kenapa… rasa kehilangan yang seperti baru saja ditemukan kembali.
Ia menatap kedua anak itu dari celah pintu, lalu bergumam lirih, “Naira… siapa kamu sebenarnya, Nak?”
Namun sebelum ia sempat beranjak, suara perawat terdengar dari ujung koridor, memanggilnya. “Dok, hasil pemeriksaan DNA tambahan untuk pasien kecil itu sudah keluar.”
Rafli spontan menoleh. “DNA? Maksudmu yang kamu ambil dari darahnya waktu transfusi?”
Perawat mengangguk, menyerahkan berkas hasil uji. Rafli membuka lembaran itu dengan hati berdebar. Matanya menyapu cepat baris demi baris data, hingga pandangannya berhenti di satu kesimpulan tebal di bagian bawah.
‘Hasil DNA menunjukkan kecocokan 99,9% dengan subjek referensi. Arabella Santika.
Rafli membeku. Kertas itu hampir terlepas dari tangannya. Dunia seolah berhenti sesaat. “A-apa maksudnya ini?”
Perawat menatapnya bingung. “Kami juga kaget, Dok. Tapi dari hasilnya… artinya mereka bersaudara.”
Rafli menatap ke arah ruangan tempat Ara dan Naira berada. Matanya bergetar, suaranya pecah saat bergumam pelan, “Jadi… anak itu… Naira… Apa benar ada hubungannya dengan Ara dan Arkana, atau jangan-jangan dia anak dari wanita lain tapi satu ayah ...." ucap Rafli tercekat.
Sementara itu Sena pun ikut menimpali ucapan Rafli. "Rafli kenapa?"
Rafli pun tertegun. "Begini Sena hasil tes, antara Ara dan Naira hampir seratus persen kecocokannya, sebagai saudara kandung."
Dag!!
Dunia Sena hampir runtuh tubuhnya langsung bergetar kepalanya menggeleng secara cepat, ia tidak tahu takdir apa yang saat ini tengah alami, bahkan disaat pertama kali ia bertemu Naira memang ada kemiripan dengan putra bungsunya namun ia pun berusaha untuk menepisnya sebagai kebetulan semata.
"Ah tidak ... apa mungkin dia anak lain dari ayahnya anak-anak?"
"Kemungkinan besar bisa begitu dan usianya sama dengan Arkan," sahut Rafli segera.
Sejenak ingatan Sena mulai menilik ke belakang, dan benar memang dulu pas Ika hamil, tanpa dia sadari ia pun juga sedang mengandung Arkan, namun menurut kabar yang di dengar dari Siska sahabatnya dulu, bahwa anak Dirga dan Ika berjenis kelamin laki-laki.
"Rafli, apa mungkin ini anak Dirga dan Ika, tapi kata temanku anak mereka berjenis kelamin laki-laki," cerita Sena.
Ia pun menatap wajah Naira yang sedang berbincang dengan Arkan.
Rafli terdiam, ia pun tidak tahu harus menjelaskan apa, tapi yang jelas di dalam surat DNA tersebut tertulis jelas, bahwa mereka mempunyai ikatan saudara.
"Sen, aku akan menyuruh orang untuk menyelidiki semua ini ya," ujar Rafli.
Dan tanpa mereka sadari, Ara yang sedari tadi terlihat tidur pulas ternyata mendengarkan semuanya, dan di dalam matanya yang terpejam Ara janji akan menyelidikinya sendiri.
"Ah ... bahan baru untuk menyelidiki kebusukanmu Ika, dan kau Dirga lihatlah sebentar lagi," ucap Ara di dalam hati.
Bersambung .....
Kasih komen ya kakak.
janji "aja tuh