NovelToon NovelToon
Terjebak dalam Ikatan Cintamu

Terjebak dalam Ikatan Cintamu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / LGBTQ / GXG
Popularitas:43
Nilai: 5
Nama Author: Raylla Mary

"Briana Anderson, seorang miliarder berusia 30 tahun, bagaikan menggenggam dunia di tangannya. Dingin, penuh perhitungan, dan pemilik perusahaan multijutaan dolar, ia dikenal sebagai wanita yang selalu mendapatkan segala yang diinginkannya... hingga ia bertemu Molly Welstton.
Molly, yang baru berusia 18 tahun, adalah kebalikan sempurna dari Briana. Polos, pemalu, dan penuh dengan impian, ia berfokus pada studinya di jurusan manajemen bisnis. Namun, hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat ketika jalan hidupnya bersilangan dengan CEO paling berkuasa dan posesif di New York.
Apa yang awalnya adalah ketertarikan sederhana, berubah menjadi sebuah obsesi yang membara. Briana bertekad untuk memiliki Molly dalam hidupnya dan akan melakukan segalanya untuk melindungi gadis itu dari ancaman apa pun — nyata atau hanya dalam bayangannya.
Akankah cinta Briana yang posesif dan menguasai cukup kuat untuk meluluhkan kepolosan Molly? Atau justru gairah cemburu si miliarder akan membuat Molly terasa terkurung? Sebuah kisah tentang kekuasaan, kontrol, dan cinta yang menantang semua aturan."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raylla Mary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 26

Gema-gema Keheningan

Cahaya pagi masuk melalui celah-celah tirai apartemen Molly, mewarnai lantai dengan nuansa pucat. Dia duduk di tempat tidur, ponsel di tangannya, mata terpaku pada berita utama yang mendominasi semua media sosial.

> "Briana Anderson dan Isabel Rains: kemitraan bisnis atau sesuatu yang lebih?"

"Tertangkap dalam makan malam intim di Swiss: suasana kebersamaan dan tawa."

"CEO yang kuat, Isabel Rains, dan bintang desain Inggris — duo baru yang tak terkalahkan... dan mungkin tak terpisahkan?"

Hati Molly mencelos. Gambar yang digunakan media sangat indah — Briana dan Isabel berdampingan di restoran elegan di Jenewa, senyum bersekongkol, tangan hampir bersentuhan di atas meja. Isabel tampak memukau, mengenakan gaun putih yang kontras dengan setelan gelap Briana yang sempurna.

Keterangan foto itu berbunyi:

> "Dua wanita yang tahu apa yang mereka inginkan."

Molly menarik napas dalam-dalam, mencoba menyingkirkan simpul di tenggorokannya, tetapi rasa sakit itu keras kepala. Sejak Briana pergi ke Swiss, semuanya tampak berubah — pesan menjadi lebih pendek, panggilan lebih jarang. Ucapan "selamat malam" telah digantikan oleh respons otomatis dan keheningan yang berteriak lebih keras daripada kata-kata.

Dia menutup ponsel dan menjatuhkannya ke kasur. Suara kering bergema di kamar kosong, di mana masih tercium aroma lembut parfum Briana — yang tertinggal di pakaian, seprai, di setiap kenangan.

Molly menyisir rambutnya dengan jari-jarinya, mencoba menahan air mata yang memaksa keluar. Dia tidak ingin mempercayai berita itu, tetapi ketakutan kehilangan apa yang telah dia capai mulai menggerogoti dadanya.

Di Swiss, Briana mengamati pemandangan salju dari jendela hotel mewah di Zurich. Kaca beruap memantulkan matanya yang lelah, dan jam di pergelangan tangannya menunjukkan hari keempat tanpa berbicara dengan Molly.

"Dia pasti marah..." gumamnya, meletakkan cangkir kopi di atas meja.

"Atau terluka," jawab Isabel Rains, memasuki kamar dengan senyum percaya diri. Dia mengenakan setelan abu-abu, elegan dan tepat. "Pers sangat kejam, Bri. Mereka suka mengubah pertemuan menjadi roman."

Briana meliriknya. Isabel adalah tipe wanita yang memancarkan kekuatan — dan dia tahu itu. Segala sesuatu tentang dirinya diperhitungkan: nada suaranya, cara dia menyilangkan kaki, bahkan parfum mahal yang seolah menyerbu udara tanpa izin.

"Kau tidak tampak terlalu terganggu dengan berita utama," sindir Briana.

Isabel tersenyum perlahan. "Mengapa aku harus terganggu? Ini bagus untuk bisnis. Dua wanita sukses bekerja bersama menarik perhatian. Selain itu..." dia mendekat, membungkuk berbahaya dekat, "aku suka melihat bagaimana kau bereaksi ketika dunia mengamati."

Briana mundur selangkah, tegas. "Aku punya seseorang, Isabel."

"Aku tahu." Senyum Isabel tidak goyah. "Tapi apakah dia ada di sini?"

Keheningan yang menyusul terasa tajam.

Di London, Molly menyaksikan wawancara yang sama yang menjadi viral. Briana dan Isabel berdampingan di sebuah acara, menjawab pertanyaan tentang kemitraan baru antara perusahaan mereka. Penonton bertepuk tangan, lampu kilat meledak, dan Isabel, dengan gerakan halus, menyentuh lengan Briana.

Molly merasakan perutnya mual.

> "Kami sangat selaras, secara profesional dan... pribadi," kata Isabel, dengan senyum seolah dia tahu persis apa yang dia lakukan.

Para penonton tertawa, jurnalis membuat lelucon, dan Briana hanya tersenyum, tidak nyaman, tetapi tidak menyangkal.

Itu sudah cukup.

Molly mematikan televisi, bernapas dengan susah payah. Semakin lama, dia merasa seperti bayangan dalam kehidupan Briana — kenangan yang tersimpan dalam laci yang terkunci oleh komitmen, lampu kilat, dan kekuasaan.

Malam itu, dia pergi berjalan-jalan. Angin dingin London menusuk wajahnya, tetapi itu lebih tertahankan daripada keheningan apartemen. Jalanan penuh sesak, namun dia merasa sendirian.

Briana, di seberang lautan, mengamati ponsel di atas meja hotel. Layar berkedip dengan pesan yang belum dibaca — dari Molly.

> "Kau baik-baik saja?"

"Aku melihatmu di wawancara. Kau cantik..."

"Aku merindukanmu."

Dia tidak bisa menjawab.

Beban pekerjaan, media, dan kehadiran Isabel yang konstan mencekiknya. CEO itu adalah sekutu yang kuat, tetapi juga ancaman diam-diam — dan dia tahu betul di mana harus menyerang: dalam kerentanan emosional Briana.

Saat makan malam, Isabel menatapnya dengan mata yang diperhitungkan. "Kau tahu, Bri, orang-orang yang menjauh darimu akhirnya melupakanmu. Dan orang-orang yang kau biarkan menunggu, belajar hidup tanpamu."

Briana menghentikan sendok garpu di udara. "Apakah itu ancaman?"

"Peringatan," kata Isabel, dengan setengah senyum. "Tidak ada yang bisa mempertahankan dua kehidupan selamanya."

Kembali ke London, Molly mulai tersesat dalam pikiran. Dia mencoba berkonsentrasi pada pekerjaan, tetapi gambar Briana dan Isabel tidak keluar dari benaknya.

Notifikasi tidak berhenti. Profil gosip, blog selebriti, komentar pedas:

> "Apakah Isabel Rains dan Briana Anderson adalah pasangan kekuasaan baru?"

"Sumber mengklaim bahwa Briana tidak lagi di London."

Rumor tumbuh seperti api di jerami kering.

Dan Molly, semakin lama, merasakan kekosongan meluas di dalam dirinya.

Dia tidak lagi tidur nyenyak. Dia tidak lagi tersenyum dengan cara yang sama.

Dia mulai menghindari tempat-tempat yang biasa dia kunjungi bersama Briana. Pesan berhenti. Panggilan juga.

Ketika akhirnya ponsel bergetar, seminggu kemudian, nama Briana bersinar di layar seperti pukulan di dada.

> Briana: Aku harus bertemu denganmu. Segera setelah aku kembali.

Molly menatap pesan itu selama beberapa detik, tidak tahu apakah harus menangis atau tersenyum.

Tidak ada "aku merindukanmu".

Tidak ada "aku mencintaimu".

Hanya kalimat netral, dingin, seperti seseorang yang mencoba menjaga nyala api tetap hidup yang sudah berkedip lemah.

Dia mengetik dan menghapus beberapa kali sebelum mengirim:

> Molly: Aku tidak tahu apakah kau masih akan menemukanku di sini ketika kau kembali.

Jawabannya tidak pernah datang.

Dan sementara dunia mengomentari dugaan romansa antara Briana Anderson dan Isabel Rains, Molly mulai terbiasa dengan keheningan — keheningan yang dulunya manis dan nyaman di sisi Briana, tetapi yang sekarang hanya menyakitkan.

Cinta mereka masih ada... tetapi mulai terkubur oleh bayangan jarak, penampilan, dan kata-kata yang tidak terucapkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!