Putri cantik kerajaan yang bernama Khanina itu memiliki kemampuan mengubah batu menjadi emas pada saat ia dalam keadaan bahagia. Kemampuan Putri Khanina tersebut membuat sang ayah ketakutan akan sesuatu yang menimpanya.
Kemudian Khanina menikah dan menjadi Ratu di kerajaan suaminya. Banyak permasalahan yang menimpanya selama berada di Kerajaan itu, sehingga ia harus menolong suaminya dengan kekuatan yang ia miliki. Namun malang menimpanya. Saat ia mengubah bebatuan menjadi emas, ada seorang yang melihatnya. Masalahpun semakin berat, ia dan suaminya dituduh berkhianat dan harus dipenjara, dan ia harus melarikan anaknya Mahiya yang juga memiliki kemampuan yang sama ke hutan gunung dan terus berada disana hingga akhirnya Mahiya menikah dan memiliki anak bernama Rae. Bebatuan di gunung itupun banyak yang berubah menjadi emas. Rae dan gunung emas menjadi incaran para pengkhianat kerajaan. Apa yang terjadi pada mereka selanjutnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon atika rizkiyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Identifikasi Kejadian
Sampai di istana...
Hari sudah menjelang siang.
Rae bergegas memasuki ruang utama istana. Tampak para pejabat, Dewan istana, Davin, kakek Diaru dan juga Juna, masih berkumpul menunggu kedatangan Rae.
Rae langsung menyapa orang-orang yang telah lama menunggunya.
“Maafkan aku,... Aku..tadi ke hutan gunung untuk...
“Apa kau berhasil mendapatkan kijangnya tadi malam, Rae ?.. bukankah kau kesana untuk itu.. ?”
Kakek Diaru menyela pembicaraan Rae.
“Ee..emm.. kijang ?.. aku.. em.. tidak.. tidak ada kijang kakek.. kami tidak berhasil memburunya.” Jawab Rae dengan sangat gugup, memahami kakek pura-pura bertanya seperti itu.
Kemudian Davin berkata,
“Baiklah nak.. kami semua menunggumu disini karena ada hal besar yang terjadi di istana ini menjelang subuh tadi. Tahanan utama kerajaan, ia bernama Farami dan beberapa komplotannya telah melarikan diri, dan... ruang tahanan telah terbakar”
“Bagaimana bisa ayah ?” tegas Rae.
“Mungkin sebentar lagi aku akan melihat langsung ke lokasi kejadian itu. Aku akan mencari kebenaran tentang apa yang terjadi” jawab Davin.
“setauku.. mereka telah dijaga oleh beberapa orang prajurit utama kerajaan. Tapi kenapa mereka masih bisa melarikan diri”. Ucap Rae.
“Terkadang, bentuk pemberontakan yang terjadi di dalam kerajaan memang diluar akal sehat, Rae” ucap kakek Diaru sambil memandang sinis kearah Juna.
Saat pembicaraan berlangsung, datang seorang prajurit memberitahu kepada Davin bahwa api telah padam dan bara api mulai dingin.
“Baiklah Rae, ayah (kakek Diaru) ... dan para pejabat Dewan istana. aku akan pergi melihat apa yang terjadi sebenarnya di ruang tahanan itu.” Ucap Davin pada semua orang yang berada di ruangan itu.
Davin melangkah menuju ruang tahanan bawah istana. Semakin mendekati ruangan itu, udara yang pengap karena asap masih terasa. Perlahan Davin mendekati pintu ruangan dan melihat gembok pintu yang terbuka dengan baik. Artinya, gembok itu dibuka secara baik dengan anak kuncinya. Bukan dari patahan atau paksaan yang mengakibatkan gembok tersebut harus terbuka.
Davin lalu memasuki ruangan. Tak ada satu orangpun lagi yang berada disitu. Ruangan tampak kosong dan masih dalam kondisi yang baik meski terlihat hitam pekat karena asap.
“mereka juga tidak berupaya melarikan diri dengan cara memecahkan dinding. Dinding disini masih kokoh dan dalam kondisi baik” gumam Davin. Ia terus menganalisa kondisi fisik ruangan.
“Dimana penjaga ruangan tahanan ini?, panggil mereka !!!”. Perintah Davin pada prajurit yang mengawalnya ke ruangan itu.
“Maaf Tuan, sejak kejadian itu, penjaga pintu ruangan ini sudah tidak ada. Kami tidak mengetahui mereka berada dimana” jawab prajurit.
Davin menghela napas panjang. Ia mengetahui jika ini sudah direncanakan.
“Bersihkan kembali ruangan ini” perintah Davin pada prajurit.
“baik Tuan” jawab mereka.
Davin kembali ke ruang utama istana. Mereka masih berkumpul di tempat itu menunggu kabar dari Davin.
“Apa yang terjadi, ayah ?” tanya Rae.
“Menurutku, ini sudah direncanakan. Gembok pintu tahanan dalam kondisi baik dan penjaga pintu tahanan juga ikut menghilang.” Ujar Davin.
“Katakan padaku, dimana kalian berada tadi malam ???.” Davin bertanya kepada semua orang. Banyak diantara mereka yang mengatakan jika mereka berada di kamar dan tidur. Lalu Davin menghampiri Juna.
“Dimana engkau berada tadi malam ?..” tanya Davin.
“Sss sa..saya Tuan, tidur. Yaa.. ssaa saya juga tertidur tadi malam.” Jawab Juna.
Melihat gelagat yang aneh dari Juna. Davin menebak jika Juna terlibat kejadian saat itu.
“Tuanmu ?”.. tanya Davin kembali.
Spontan Juna sangat terkejut.
“Tuan lumpuh,.. emm maksud saya, Tuan tidak bisa kemana mana. Ia hanya tertidur di kamarnya.” Jawab Juna dengan sangat gugup.
Melihat ayahnya yang terus menginterogasi Juna, Rae mengerti jika ayahnya terus memaksa Juna untuk jujur.
“Sudahlah ayah, kita akan utus prajurit terutama yang sedang berjaga tadi malam untuk mencari informasi apakah ada seseorang yang mereka jumpai sebelum kejadian. Dan aku akan memerintahkan prajurit untuk mencari dimana keberadaan Farami.” Ucap Rae.
“Ya.. ayah setuju Rae”, ucap Davin.
“Baiklah kakek, ayah, dan pejabat Dewan istana” kembalilah ke urusan kalian masing-masing. Jika ada kelanjutan tentang masalah ini, aku akan beritau kalian” ujar Rae dengan tegas.
Merekapun meninggalkan ruangan itu. Sedangkan Suli dan Mukaz hanya duduk di ruangan depan istana menunggu kabar apa yang harus dilakukan. Suli dan Mukaz tidak ikut ke ruang utama istana untuk membahas permasalahan tadi karena mereka bukan anggota kerajaan.
Setelah selesai membahas kejadian tadi. Rae mendatangi Suli dan Mukaz.
“Suli, Mukaz.. maafkan aku”. Ucap Rae.
“Tidak apa-apa Rae, katakan saja jika engkau memerlukan bantuan kami”. Ucap Suli.
“Sejauh ini tidak ada, kembalilah ke kamar kalian dan beristirahatlah.” Ucap Rae.
“Baiklah” jawab Suli.
Mukaz hanya tersenyum sambil mengangguk. Masih berat napas dan penuh beban di dada Mukaz. Ia masih memikirkan tentang Putri Mahiya yang kemungkinan adalah orang yang sama dengan wanita yang ditemuinya di sungai kala itu.
Suli dan Mukaz pergi menuju kamar mereka masing-masing. Sambil berjalan, Suli tau jika abangnya Mukaz tidak dalam keadaan yang baik.
“ada apa abangku Mukaz?, sepertinya begitu berat bebanmu.” Ucap Suli.
Sejenak Mukaz menghentikan langkahnya, kemudian menghela napas yang panjang.
“Tidak ada Suli, aku hanya memikirkan ibunya Rae, Putri Mahiya. Semoga ia dalam keadaan yang baik” ucap Mukaz sambil menatap wajah Suli.
Lalu mereka kembali berjalan. Sampai di depan kamar mereka dengan pintu yang saling berhadapan.
“Istirahatlah, Suli” ucap Mukaz.
“Ya.. terima kasih..” jawab Suli.