Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20_Perasaan Yang Sebenarnya
Warna senja mulai tergantikan dengan awan hitam. Bulan dan bintang mulai menghiasi langit malam. Dua gadis cantik dengan karakter yang berbeda kini tengah berada di pantry, membereskan barang barang yang mereka beli sepulang sekolah tadi.
Raya dan Gita. Kedua gadis itu tengah bercanda, tertawa bersama sampai terdengar gelak tawa " Lo serius? Parah. Pantesan aja mama lo marah orang lo patahin lipstiknya." Raya kembali tertawa menertawakan cerita Gita yang menurutnya lucu.
" Seriuslah Ray, Lagian mama gue maksa sih. Mana warnanya nyolot lagi, kaya bibir adek gemes lo taukan? Kaya abis makan orok merah bener dah."
" Ya lagian lo-nya sih. Mama lo itu pengen lo sedikit lebih feminim gitu." Tutur Raya memberi tahu.
" Udahlah. Gue suka gue yang kaya gini. Gue males tuh pake lipstik atau temen temennya. Makan gorengan aja bibir gue udah menarik kok." Raya kembali tertawa mendengar guyonan dari temannya itu. Dasar Tomboy.
" iya deh gimana lo aja," Jawab Raya " Eh ini, lo beli puding?" Raya menunjukkan puding rasa cokelat pada Gita. Gadis itu menggeleng pelan lalu mengambil duduk di kursi meja makan.
" Bukannya lo yang beli Ray, masa lo lupa? Itu pas gue beli cake terus lo juga beli puding, inget nggak?" Raya terdiam lalu ikut bergabung bersama Gita.
" Serius gue yang beli?" Tanyanya tidak yakin " Seriuslah Ray. Masa iya gue yang beli? Gue kan nggak suka puding."
" Terus ini gue beli buat apa?"
Gita mengangkat bahunya acuh " Mana gue tau. Ya lo tadi beli buat apa? Noh lolipop lo juga banyak banget dah. Awas lo kena diabet makan yang manis manis mulu."
Raya tidak mengindahkan perkataan Gita. Dia lebih memilih melamun, bingung dengan pikirannya sendiri. Sampai akhirnya lamunan nya buyar saat Gita memberitahu jika ada yang mengetuk pintunya. Raya dan Gita beranjak melangkah menuju pintu utama.
Raya membuka pintu, lalu melihat Mbok Jum yang berdiri di sana dengan sebuah rantang di tangannya " Ada apa Mbok?" Tanya Raya.
" Ini neng Mbok bawain makanan, Dimakan ya." Tutur Mbok Jum.
" Ngapain repot repot Mbok, Raya juga masak kok."
" Nggak apa apa. Tadi Mbok masak banyak. Mubazir kalo di buang neng, si Aden juga makannya dikit disana juga masih banyak. Ini di terima aja ya neng."
" Ya udah Raya terima, makasih banyak ya Mbok." Raya menerima rantang itu lalu tersenyum tipis pada Mbok Jum.
" Yaudah Mbok pamit ke rumah si aden lagi ya, masih ada kerjaan." Mbok Jum menghentikan langkahnya saat ara memanggil namanya kembali " Ada apa neng?"
" Tunggu disini ya, bentar." Raya menyerahkan rantang makanan itu pada Gita lalu berlari menuju meja makan meninggalkan mereka berdua.
" Si neng ini teh temennya neng Raya?" Tanya Mbok Jum.
" Iya Mbok saya teman Raya, nama saya Gita." Ucap Gita memperkenalkan diri.
" Saya Mbok Jum. Neng boleh manggil Mbok kaya neng Raya, Neng Gita nginep disini?" Gita mengangguk membenarkan tebakan Mbok Jum.
" Iya Mbok nemenin Raya," Mbok Jum tersenyum " Alhamdulillah kalo si neng teh ada temennya. Jadi mbok teu hariwang teing."
" hariwang?"
" Cemas neng." Ujar Mbok Jum menjelaskan. Tidak lama kemudian Raya pun kembali dengan tangan yang membawa Puding tadi.
" Mbok tadi Raya beli puding tapi Gita nggak suka katanya. Ini dibawa kesana aja ya." Raya menyerahkan sebungkus puding cokelat pada Si Mbok.
" Tapi bukannya si neng teh suka puding juga?"
" Iya Raya belinya dua tadi. Sayang kalo nggak kemakan Gita nya nggak mau katanya." Ucap Raya kembali.
" Iya Mbok. Saya kurang suka sama Puding. Dibawa aja sayang kalo nggak kemakan." Imbuh Gita.
" Nya Atuh Mbok bawa. Si aden pasti suka, Inikan puding kesukaannya. Yaudah Mbok pamit ya!"
" Iya Mbok, Tar pulangnya hati hati ya."
" Iya neng." Setelah memastikan Mbok Jum masuk kerumah Hito, Raya dan Gita barulah masuk kedalam Rumah. Meraka langsung menuju Meja makan menikmati makanan yang diberikan Mbok Jum tadi.
" Lo nggak bisa terus terusan seperti ini," Pria itu mengesah. Menggusar rambutnya kasar berkali kali. Wajahnya suram dengan kecemasan dan kegelisahan yang terpancar jelas dari sorot matanya.
" Gue udah berusaha."
" Dan lo jangan menyerah sampai disini," Rian mengesah kasar lalu ikut duduk bergabung bersama Hito " kali ini lo nggak boleh nyerah. Gue yakin lo pasti bisa."
" Enggak!" Hito langsung menyangkal perkataan Rian " Gue nggak bisa. Gue nggak bisa Yan "
" Oke. Kalo lo nggak bisa. Setidaknya lo ubah sikap kasar lo pada Raya itu. Setidaknya lo bisa deket sama dia. Tidak seperti sekarang lo semakin jauh dari dia."
Itu yang gue mau. Dengan bersikap kasar sama dia, gue harap dia benci sama gue bahkan kalo bisa dia lupain gue. Batin Hito.
" Cara lo ngelindungin dia itu salah To salah," Ucap Rian menegaskan " Bukan seperti ini caranya. Kalo sikap lo seperti ini terus yang ada Raya benci dan salah faham sama lo."
" Di satu sisi gue emang pengen lindungin dia. Tapi di disi lain gue juga nggak mau dia bergantung sama gue. Gue nggak mau dia berharap banyak dari gue. Gue bebasin dia sama siapa saja. Tapi kenapa harus Dirga?"
" Karena ada rasa cinta di hati lo." Hito tertawa sumbang lalu menoleh cepat pada sahabatnya itu " Cinta? Cinta apaan huh? Gue cuma mau dia nemuin cowok yang bisa jagain dan lindungin dia. Gue berharap dia dapat menemukan cowok yang sayang dan tulus sama dia. Gue nggak mempermasalahkan siapapun cowok itu kecuali si brengsek itu!"
" DAN COWOK ITU LO, HITO!" Teriak Rian " Sampai kapan lo bohongin perasaan lo sendiri huh sampai kapan? Lo juga berhak bahagia, lo berhak mendapatkannya!"
" Gue? Nggak salah lo?" Hito tersenyum miris, bertolak pinggang lalu menatap pada sahabatnya itu " Jika Kebahagiaan Raya ada pada Dirga, gue akan berusaha mengikhlaskan dan menerima kenyataan-ini." Lirihnya
Rian menggeleng cepat " nggak. Lo sendiri yang bilang kalo Raya bakal terluka. Tapi kenapa lo nyerah sampai ini To?"
" Gue bingung dengan perasaan gue sendiri." Tutur Raya pada Gita. Kini kedua gadis itu tengah berada di dalam kamar Raya.
" Bingung kenapa?"
" Gue rasa ini terlalu cepat. Gue ngerasain hal yang aneh saat bersama Dirga." Tutur Raya kembali. Gita yang awalnya tiduran dengan memainkan ponselnya, kini mengubah posisinya menjadi ikut bersandar pada kepala Ranjang.
" Lo.... lo..."
" Gue juga nggak tau," Potong ara cepat " Gue masih bingung. Dan gue harus memastikanya sebelum menyimpulkannya."
" Terus Hito?" Tanya Gita.
" Hito? Rasa ini berbeda saat bersama dia. Lo tau sendiri gue balik kesinikan demi Hito, demi pertemanan kami."
" Serius? Lo yakin dengan omongan lo itu?" Tanya Gita meyakinkan.
" Serius. Kali ini gue bener bener serius. Kalo memang Raya dapat menemukan kebahagiaannya bersama Dirga gue bakal merelakannya."
"To, jangan mulai lagi. Gua gak suka Lo yang kaya gini!" Rian mulai Frustasi. Jika kepala batu Hito sudah muncul maka dia akan sangat sulit untuk ditaklukkan " Lo inget inget lagi dengan ucapan lo To, lo mau Raya terluka huh?"
" Lo bego? Dengan gue ngejauhin Raya dari Dirga pun gue udah bikin dia terluka. Dengan bersikap kasar pada dia gue juga udah bikin dia terluka. Jadi mungkin ini saatnya gue bener bener bebasin dia."
" Nggak nggak nggak. Lo salah To, l salah!"
" Gue nggak bisa berbuat apa apa disaat dia memilih pria itu. Gue nggak bisa ikut campur tentang asmaranya. Gue hanya bisa menjadi penonton saja disini!"
" Penonton yang akan menyaksikan cewek yang lo suka terluka huh? Gue yakin lo pun masih ingat dengan ucapan lo To."
" Cukup Yan. Gue nggak ada perasaan apa apa sama Raya."
" Bohong. Lo nggak bisa bohongin gue To, Gue kenal lo bukan sehari dua hari. Mungkin lo masih bisa menyembunyikan perasaan lo itu sama yang lain tapi nggak dengan Gue. Gue bisa liat cinta lo itu To gue melihatnya." Hito bungkam dengan penuturan Rian. Apa benar jika topengnya sudah terbongkar? Tidak. Mana mungkin secepat itu Rian menyadarinya? Rian menghela nafas lalu menepuk bahunya.
" Kejar Dia lo berhak bahagia."
" Gue nggak bisa. Di saat gue ingin menjaganya ada tangan lain yang sudah menggenggamnya!" Ucap Hito.