Namira, wanita karier yang mandiri dan ambisius terpaksa menjalani pernikahan paksa demi menyelamatkan nama baik dan bisnis keluarganya. Namun pria yang harus dinikahinya bukanlah sosok yang pernah ia bayangkan. Sean, seorang kurir paket sederhana dengan masa lalu yang misterius.
Pernikahan itu terpaksa dijalani, tanpa cinta, tanpa janji. Namun, dibalik kesepakatan dingin itu, perlahan-lahan tumbuh benih-benih perasaan yang tak bisa diabaikan. Dari tumpukan paket hingga rahasia masalalu yang tersembunyi. Hingga menyeret mereka pada permainan kotor orang besar. Namira dan Sean belajar arti sesungguhnya dari sebuah ikatan.
Tapi kalau dunia mulai tau kisah mereka, tekanan dan godaan muncul silih berganti. Bisakah cinta yang berbalut pernikahan paksa ini bertahan? ataukah takdir akan mengirimkan paket lain yang merubah segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kara_Sorin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26_Kebenaran yang Tersembunyi
Langit siang tampak mendung ketika Sean, Anton, dan Nina melangkah cepat ke dalam lobi hotel mewah yang tampak begitu megah namun dingin. Tempat itu adalah lokasi di mana nama baik Namira jatuh, di mana dunia menyangka ia wanita murahan, padahal kebenaran justru sebaliknya.
“Aku tidak tahu harus mulai dari mana,” ujar Nina dengan suara pelan sambil memandang sekeliling.
“Tempat ini menyimpan luka untuk Namira.”
Sean menggertakkan gigi, matanya menyapu meja resepsionis.
“Kita akan dapatkan rekaman itu. Kita akan bersihkan namanya.”
Anton yang sedang sibuk dengan ponselnya, berjalan sedikit lebih cepat.
“Aku sedang coba hubungi Andi. Dia kerja di bagian keamanan hotel ini.”
Mereka bertiga menghampiri resepsionis. Seorang wanita dengan seragam formal menyambut mereka dengan senyum tipis.
“Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?”
Sean maju.
“Kami ingin berbicara dengan manajer keamanan hotel. Terkait rekaman CCTV pada malam tanggal sembilan.”
Wajah resepsionis itu seketika berubah kaku.
“Maaf, kami tidak bisa memberikan akses CCTV kepada pihak di luar institusi resmi atau penegak hukum. Apalagi itu sudah lewat lebih dari satu minggu.”
“Kami tahu aturannya,” ujar Nina cepat.
“Tapi ini menyangkut kehormatan seorang wanita. Bisa jadi Anda menyimpan bukti untuk sebuah kejahatan.”
“Saya mengerti,” jawab resepsionis itu, tetap menjaga nada netral.
“Namun aturan kami tetap kecuali Anda membawa surat resmi.”
Sean menghela napas. Ia menoleh ke arah Anton, namun sebelum ia sempat berkata sesuatu, matanya menangkap sosok aneh di luar kaca lobi. Seorang pria memakai topi hitam dan jaket panjang berdiri memandangi mereka dari kejauhan. Tatapannya tajam. Saat mata mereka bertemu, pria itu tersenyum miring lalu berbalik pergi.
“Aku rasa kita diawasi,” gumam Sean.
Nina menoleh cepat.
“Siapa?”
“Tidak tahu. Tapi ekspresinya… seperti dia tahu kita tidak akan menemukan apa-apa.”
Anton kembali mendekat setelah menjauh sebentar.
“Andi bilang hotel ini sedang dalam pengawasan internal. Ada tekanan dari pihak luar. Semua data dari hari kejadian sudah dihapus.”
Sean terdiam. Bahunya merosot, dan untuk pertama kalinya sejak pagi itu, ada keputusasaan yang terlihat jelas di wajahnya.
“Jadi kita terlambat?” bisik Nina.
“Belum tentu,” jawab Anton pelan.
“Andi sudah dalam perjalanan ke sini. Dia bilang kita harus bicara di tempat yang lebih aman.”
Beberapa menit kemudian, mereka bertiga mengikuti Anton ke lorong samping hotel, lalu masuk ke dalam ruangan kecil kosong di dekat area parkir karyawan. Di sana, seorang pria berperawakan sedang, berkemeja putih dengan wajah lelah menunggu mereka.
“Andi,” kata Anton menyapa.
“Mereka Sean dan Nina.”
Andi menjabat tangan keduanya cepat, lalu berkata tanpa basa-basi.
“Hotel ini dalam pengawasan. Ada orang-orang yang menyuap bagian IT. Semua rekaman dari tanggal sembilan sudah dihapus, termasuk data di server cadangan.”
Sean nyaris terduduk.
“Jadi tidak ada bukti lagi?”
Andi mengeluarkan flashdisk dari saku kemejanya.
“Aku tahu ini akan jadi masalah. Jadi begitu Anton menelepon malam itu, aku langsung copy rekaman dari CCTV lorong dan lift sebelum sistem terhapus. Aku merahasiakan salinan ini, bahkan dari atasanku.”
Mata Sean langsung membesar. Nampak secercah harapan dari binar matanya.
“Kamu serius?”
Andi mengangguk.
“Tapi harus hati-hati. Mereka akan lakukan apapun agar bukti ini tidak muncul.”
Sean menggenggam erat flashdisk itu setelah diberikan. Lantas menghubungkan dengan ponsel Nina yang tentu saja lebih canggih daripada miliknya.
“Apa yang ada di dalamnya?”
“Rekaman jelas. Namira terlihat menolak Bima di koridor. Kamu bisa lihat bagaimana dia berusaha mundur. Bima memaksa membawanya masuk ke kamar. Beberapa menit kemudian, Namira keluar dengan wajah ketakutan.”
Nina menutup mulutnya, nyaris menangis.
“Ini… bisa menyelamatkan dia.”
Anton menoleh pada Sean.
“Sekarang terserah kamu. Kita bisa bawa ini ke pengacara, atau langsung ke media.”
Sean memandang flashdisk di tangannya. Napasnya terasa berat, tapi tekad di matanya tidak goyah.
“Kita akan siapkan semuanya. Hukum, media, bahkan opini publik. Kali ini, kita lawan dengan bukti.”
...****************...
Di sudut lain kota, pria bertopi yang tadi mengawasi mereka kini berbicara lewat telepon di dalam mobil hitam.
“Semua sudah dibereskan. Mereka tidak akan mendapatkan apa-apa,” ujarnya dengan suara pelan namun tegas.
Suara di ujung telepon lainnya adalah milik Bima.
“Bagus, pastikan semuanya hancur.”
“Soal kurir itu. Kau mau aku urus dia juga?”
Hening beberapa saat sebelum suara Bima kembali terdengar.
“Belum. Aku masih punya rencana lain.”
Telepon ditutup. Pria itu menyalakan mobilnya, melaju perlahan meninggalkan area hotel.
Sementara itu, di apartemen Namira, mereka bertiga duduk menatap layar laptop. Rekaman itu diputar. Mata Sean menajam ketika melihat Namira mencoba melawan, menghindar dari sentuhan Bima.
“Aku tahu dia tidak bersalah…” bisik Sean.
Nina menatapnya, matanya berkaca-kaca, “dan sekarang kita bisa bantu dia bangkit.”
Sean mengepalkan tangan.
“Besok kita ke pengacara. Setelah itu, biar publik tahu siapa yang sebenarnya bersalah.”
Anton menambahkan, “Tapi kita juga harus siapkan serangan balik dari Bima. Dia tidak akan diam.”
Sean menoleh ke arah jendela. Langit mulai gelap. Tapi di hatinya, cahaya kebenaran sudah mulai terlihat. Kali ini, dia tidak akan membiarkan Namira berjuang sendirian.
***
Di kantor pusat B ‘N M Corporation, Bima berdiri menatap layar berita yang masih menampilkan rumor dan spekulasi. Ia tersenyum tipis, lalu berkata kepada asistennya.
“Sebentar lagi mereka akan tahu bahwa melawan ku bukan keputusan cerdas. Siapkan semua. Aku ingin pastikan… kurir paket itu hancur.”
Namun apa yang tidak ia sadari, di sisi lain kota, satu rekaman yang tersisa akan menjadi kunci untuk membuka semua kebusukan yang selama ini tersembunyi dan Sean, bukan lagi pria biasa yang bisa ia remehkan.
kl kmu sayang ke Namira, kamu harus ekstra sabar dalam menyikapi Namira.