NovelToon NovelToon
Garis Takdir (Raya)

Garis Takdir (Raya)

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Nikah Kontrak / Mengubah Takdir / Penyesalan Suami / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: BYNK

••GARIS TAKDIR RAYA••

Kehidupan Raya Calista Maharani penuh luka. Dibesarkan dalam kemiskinan, dia menghadapi kebencian keluarga, penghinaan teman, dan pengkhianatan cinta. Namun, nasibnya berubah saat Liu, seorang wanita terpandang, menjodohkannya dengan sang putra, Raden Ryan Andriano Eza Sudradjat.

Harapan Raya untuk bahagia sirna ketika Ryan menolak kehadirannya. Kehidupan sebagai nyonya muda keluarga Sudradjat justru membawa lebih banyak cobaan. Dengan sifat Ryan yang keras dan pemarah, Raya seringkali dihadapkan pada pilihan sulit: bertahan atau menyerah.

Sanggupkah Raya menemukan kebahagiaan di tengah badai takdir yang tak kunjung reda?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26: Semakin Rumit

"Begitu saja, harus drama dulu," nyinyir Ryan, merasa semua ini terlalu mudah baginya.

"Aku ingin pulang," ucap Raya dengan suara pelan setelah dia selesai menandatangani kontrak pernikahannya itu. Ryan hanya mengangguk, tanpa menunjukkan ekspresi lebih, sembari meletakkan beberapa lembar uang di hadapan Raya. Lalu dia berbalik, berjalan menuju sebuah ruangan di dalam unit itu dengan kontrak yang dia bawa.

...----------------...

Ryan berjalan dengan langkah gontai menuju pintu unit apartemennya yang tampak kokoh dan modern, dilapisi material kayu gelap dengan akses elektronik yang hanya bisa dibuka dengan kartu khusus. Pintu otomatis terkunci begitu tertutup, memberikan keamanan ekstra di apartemen mewah itu.

Saat pintu terbuka, seorang pria dengan senyum khas dan penampilan rapi sudah berdiri menunggu di luar.

"Selamat malam, Tuan Muda Sudrajat," sapa pria itu dengan nada santai.

Ryan hanya memberikan anggukan kecil tanpa niat menjawab lebih jauh. Ia berjalan masuk lebih dulu, diikuti pria tersebut yang tampak membawa beberapa kantong plastik berisi makanan. Setelah meletakkan kantong-kantong itu di meja, Ryan duduk di sofa besar dengan desain minimalis dan nyaman. Dia menatap pria di sebelahnya dengan pandangan yang menyiratkan sedikit kekesalan.

"Aku sudah menunggumu sejak tadi. Apa memesan makanan membutuhkan waktu selama itu?" tanyanya dengan nada tajam. Pria yang tak lain adalah Alex, sahabat sekaligus sekretarisnya, duduk di sebelah Ryan sambil terkekeh kecil.

"Tidak juga. Aku kebetulan bertemu dengan kekasihku dulu. Jadinya ya lupa dengan pesanmu. Untung saja dia mengingatkanku," jawab Alex sambil tersenyum lebar.

"Dasar teman tidak punya akhlak. Aku menahan lapar, dan kamu malah asyik pacaran. Mungkin gaji yang kuberikan terlalu besar, jadi sepertinya harus aku potong," Ujar Ryan mendengus, menatap sahabatnya dengan ekspresi sinis.

Alex yang memiliki wajah cerah dengan rahang tegas dan rambut hitam sedikit coklat hanya tertawa kecil mendengar ancaman itu. Pria dua tahun lebih muda dari Ryan ini memang punya pembawaan ceria yang sering kali berhasil memperbaiki suasana hati Ryan, meski di sisi lain juga sering membuat darah tinggi Ryan naik.

"Yasudah, potonglah gajiku kalau itu membuatmu bahagia. Tapi sekarang cepat makan makananmu ini, Boss. Maaf aku sempat lupa," ujar Alex, nada suaranya terdengar tulus meski tetap ada kesan santai.

"Siapkan untukku, Lex. Badanku lemas sekali," ujar Ryan, suaranya terdengar lelah.

Alex hanya mengangguk dan beranjak menuju dapur terbuka yang menyatu dengan ruang makan. Sekitar lima menit kemudian, dia kembali dengan makanan yang sudah tertata rapi di piring porselen putih, lengkap dengan sendok dan garpu yang diletakkan sejajar. Aroma masakan menggugah selera memenuhi ruangan.

"Kamu jadi menikah dengan wanita pilihan Tante Liu?," ucap Alex meletakkan piring itu di hadapan Ryan.

Ryan tak langsung menjawab. Dia lebih tertarik menyendok makanannya. Namun, tanpa banyak kata, dia mengangkat tangan kirinya, memperlihatkan jari manisnya yang kini dihiasi cincin perak berkilauan.

"Hooowoooo!" teriak Alex, membuat Ryan hampir tersedak makanan yang baru saja masuk ke mulutnya.

"Kenapa sih? Astaga, habis obat kamu?" ujar Ryan dengan ekspresi heran, menatap tajam sahabatnya.

"Kamu beneran mau nikahin tuh cewek? Astaga, akhirnya sahabatku ini menikah juga! Terima kasih banyak, Tuhan!" ujar Alex dengan ekspresi sumringah yang berlebihan.

"Mau bagaimana lagi... Mama dan Papa mendesak ku. Kau tahu sendiri kalau aku paling tidak bisa menolak kehendak orang tuaku," Ujar sembari Ryan mendengus kesal.

"Helleehh... dulu saja kamu selalu dijodohkan, tapi terus menghindar. Ini bukan pertama kalinya Tante Liu dan Om Rudi mengenalkan mu pada wanita," sindir Alex yang memang paham betul sifat sahabatnya itu.

"Ini beda, wanita ini polos. Jadi aku bisa mengendalikan dia dengan mudah. Alasan aku menolak yang lain? Mereka jelas-jelas mengejar hartaku. Tapi wanita ini... ah entahlah, kurasa dia beda," ujar Ryan sambil menyendok makanan lagi.

"Kau menyukainya?," Ujar Alex dengan alis terangkat.

"Bicara apa kau ?!,"Ryan menatap sinis.

"Sudahlah, Ryan. Lupakan wanita itu dan mulailah hidup baru. Aku sudah berusaha mencari dia, tapi tidak ada titik terang soal keberadaannya," ujar nya sembari terkekeh, melihat tatapan sinis dari sahabatnya itu.

"Aku akan membenci dia selamanya karena masuk dalam kehidupanku. Dan aku hanya mencintai wanita itu," jawab Ryan dengan nada datar namun penuh penegasan.

"Salah apa dia Ryan?" ujar Alex yang tidak paham dengan ucapan sahabatnya itu.

"Hadir.. Kehadiran nya dalam hidup ku adalah kesalahan terbesar nya," ujar Ryan tanpa menatap Alex sedikit pun.

"Perlu ku cari tahu profil lengkap wanita itu?" tawar Alex.

"Ya, lakukan saja. Siapa tahu suatu hari kita membutuhkannya," ujar Ryan menyetujui.

"Siapa namanya?" tanya Alex sembari mengetik sesuatu di layar ponselnya.

"Raya," jawab Ryan singkat, masih fokus pada makanannya.

Ruangan hening sejenak, hanya suara denting garpu dan sendok yang terdengar. Ryan menikmati makanannya dengan tenang sementara Alex sibuk dengan ponselnya. Saat hendak mengambil cup kopi yang ada di meja, tangan Alex tak sengaja menyentuh sesuatu yang terlipat di bawah kantong plastik.

Alex duduk tegak dengan ekspresi bingung, tangannya meraih benda tersebut. "Uang!?" serunya dengan kening berkerut saat melihat beberapa lembar uang seratus ribuan tergeletak di bawah kantong plastik yang dia bawa tadi.

"Uangmu?" tanya Alex dengan nada bingung, matanya melirik sejenak ke arah beberapa lembar uang yang tergeletak di meja.

"Bukan... uangmu kali," ujar Ryan dengan santai, menepis anggapan bahwa dia yang menaruh uang tersebut.

"Jadi ini uang siapa?" tanya Alex lagi, merasa heran dengan keberadaan uang tersebut yang jelas bukan miliknya maupun milik Ryan.

Ryan yang baru tersadar dengan ucapan Alex itu, langsung mengambil uang tersebut. Tangannya menggenggam beberapa lembar uang seratus ribuan yang terlipat rapi, dan dia menatap lekat sahabatnya itu.

"Lex... ini beneran bukan uangmu?" Ryan bertanya dengan nada yang lebih serius, memperhatikan ekspresi Alex yang menggeleng.

"Tentu saja aku serius. Untuk apa aku menaruh uang di sana? Lagipula, aku jarang bawa cash," jawab Alex sambil memutar matanya, tampak tak terduga dengan situasi ini. Ryan tampak semakin penasaran dan termenung, lalu bergumam pelan.

"Kenapa dia tidak mengambil uangnya... lalu dia pulang menaiki apa?" Matanya tampak kosong, terlarut dalam pikirannya sendiri.

"Siapa yang kamu maksud?" tanya Alex, semakin bingung dengan alur pembicaraan yang tiba-tiba berubah arah.

"Cewek itu... si Raya!!" ujar Ryan dengan nada lebih tegas, seakan menemukan jawaban dari keraguan yang melanda dirinya.

"Hah... dia sudah pernah masuk ke apartemen ini? Dan apa hubungannya uang itu dengan calon istrimu?" tanya Alex, tatapan matanya semakin tajam, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.

"Tadi aku mengajak dia kemari untuk menandatangani kontrak pernikahan kami," ujar Ryan dengan santai, tanpa ragu menyampaikan fakta yang baru saja terjadi. "Setelah dia selesai menandatangani kontrak itu, dia izin pulang. Dan karena aku tidak mau mengantarnya, aku hanya memberikan uang ini padanya sebagai gantinya. Namun ternyata, dia tidak mengambil uang ini!" lanjut Ryan, suaranya terdengar datar, meskipun sedikit bingung dengan sikap Raya yang aneh.

"Wait... wait... maksudnya kontrak pernikahan apa?!" tanya Alex dengan kaget, jelas kebingungan dan terkejut dengan penjelasan Ryan.

"Jadi..." Ryan menghela napas panjang, menatap kosong ke luar jendela sejenak, kemudian melanjutkan penjelasannya.

••••

Di tempat Raya

Drttttttt... drttttttt... drttttttt...

Suara ponsel yang terus bergetar tanpa henti itu seolah tak mampu menarik perhatian Raya. Meskipun getaran itu terus menggema di ruangan, Raya tetap tidak bergerak sedikit pun dari posisinya.

Pikirannya begitu kacau, tidak ada satupun kata yang bisa menenangkan gelisah di dalam hatinya. Sejak pertemuan itu dengan Ryan dan Arka, dunia seolah runtuh di sekelilingnya. Setiap kata yang keluar dari mulut Ryan terus terngiang dalam pikirannya. Setiap tindakan Arka seperti memukulnya keras di wajahnya. Semua itu terasa seperti penghinaan yang tak bisa dia hindari.

"Aku tidak mau menikah dengan cara seperti itu... apa yang sudah kau lakukan Raya? Kau menjual dirimu atau bagaimana hah? Rendah sekali hidupmu ini... Kenapa aku selalu dijadikan objek kesenangan oleh orang lain, Tuhan... aku lelah!!" Raya menggigit bibirnya, menahan isakan yang semakin membesar, namun tidak mampu menahan air mata yang mulai membanjiri pipinya. "Hiks... hiks... aku lelah, Tuhan... kenapa aku harus menikah dengan orang yang sama sekali tidak kukenal, bahkan pria itu sangat kasar padaku..." Suaranya tenggelam dalam tangisan yang pecah, seakan tak mampu menahan segala luka di hatinya.

Tangannya spontan menjambak rambutnya, seolah ingin menghentikan semua kebisingan di dalam kepala yang tak pernah berhenti. Gerakan itu begitu liar, seperti mencerminkan perasaan kacau yang tengah dia rasakan. Raya merasa seakan dunia menimpanya, menghimpitnya dengan segala beban yang tak mampu dia tanggung.

"Apakah wanita dilahirkan hanya untuk jadi bahan perbandingan para pria saja, Tuhan?" lirihnya, suara itu penuh kesedihan dan kebingungan yang mendalam. "Lalu untuk apa Engkau ciptakan cinta, jika pada akhirnya, kehadiran kami hanya sebagai pelengkap bagi mereka?" Air mata kembali mengalir deras, wajahnya tertunduk, wajah yang tersembunyi di antara kedua lututnya yang tertekuk. Seakan dia ingin bersembunyi, menghindari dunia yang penuh dengan kebohongan dan manipulasi.

Raya merasakan kebingungannya semakin mengakar. Dia sudah cukup lelah untuk terus menerus bertanya-tanya tentang kehidupan yang penuh dengan pengorbanan ini. Dia ingin bahagia, hanya sesekali saja merasakan ketenangan, namun rasanya Tuhan seolah tidak memberinya kesempatan itu. Seperti ada sesuatu yang menghalangi dia untuk merasakan kebahagiaan meskipun sejenak.

Dia sudah berharap banyak ketika mengenal Liu. Di mata Raya, Liu adalah sosok yang begitu baik, bahkan Raya menganggapnya seperti ibu kandungnya sendiri. Liu pun tidak segan-segan untuk memperlakukan Raya seperti anaknya sendiri. Namun, harapan itu pun kandas ketika Liu meminta sesuatu yang tak pernah dia bayangkan—menjadi menantunya. Kenapa harus seperti ini? Kenapa keinginan untuk hidup bahagia selalu berakhir dengan pengorbanan? Kenapa semuanya harus berubah menjadi semakin rumit setelah ia mengenal Liu?.

1
Nunu Izshmahary ula
padahal cuma bohongan, tapi posesif banget 😅
Nunu Izshmahary ula
emang gak kebayang sih se desperate apa kalau jadi Raya, wahhh🥹🙈
Nunu Izshmahary ula
keluarga Raya gaada yg bener 🤧 orang tua yang seharusnya jadi pelindung pertama untuk seorang anak, malah menjadi orang pertama yang memberikan lukaಥ⁠‿⁠ಥ
Nunu Izshmahary ula
raya bego apa gimana sihh 😭 bikin gregetan deh .. lawan aja padahal
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!