Setelah bangun dari kematian, dan menyaksikan keluarganya di bunuh satu persatu untuk yang terakhir kalinya, kini Naninna hidup kembali dan bereankarnasi menjadi dirinya lagi. Memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin. memastikan bahwa apa yang telah di alaminya saat ini hanyalah ilusi, namun ia merasakan sakit saat jari lentiknya mencubit pelan wajah mulusnya. Seketika ia tersadar bahwa hal ini bukanlah ilusi, melainkan kenyataan yang harus ia terima. Tidak mengerti mengapa Tuhan masih baik dan mau memberinya satu kesempatan, Ninna menyadari bahwa ia tidak akan menyia-nyiakannya lagi.
Sembari memantapkan diri dan tekad, Naninna berusaha untuk bangkit kembali dan memulainya dari awal. Dimana musuh bebuyutannya terus saja berulah hingga membuat seluruh keluarganya terbunuh di masa lalu.
Naninna... tidak akan pernah melupakannya.
Kekejaman yang telah mereka lakukan pada keluarga dan orang-orang terdekatnya, ia akan membalasnya satu-persatu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DeeSecret, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjalin Cinta Dan Hubungan Panas Di Villa
Setelah berjalan-jalan dan mengelilingi mall, Naninna dan dua pelayannya memutuskan untuk pulang kerumah. Tidak sabar untuk melihat bagaimana pelayannya itu memakai pakaian yang ia berikan, Naninna justru yang paling antusias diantara mereka. Keduanya bahkan tidak sempat menolak hanya karena melihat senyuman tulus yang menghiasi wajah sang Nona. Daripada menolak apa yang majikannya berikan, mereka berdua memilih untuk tetap menerimanya meskipun dengan berat hati.
Disamping itu, Naninna yang sedari tadi diam tak banyak bicara mengundang beberapa pertanyaan di kepala dua pelayannya. Sejak majikannya bertemu dengan sosok pria di Mall-yang entah darimana asalnya, Naninna lebih banyak diam seolah tengah memikirkan sesuatu. Chloe tidak berani untuk bertanya, melihat dari raut wajah Naninna yang tidak bersahabat. Wajahnya tengah kesal menahan gejolak didadanya. Kedua telapak tangannya mengepal erat seolah sedang menggenggam sebuah batu besar.
Mobil pun berhenti tepat di depan rumah. Chloe dan Yumiella pertama kali turun. Setelah itu menunggu Naninna yang enggan untuk keluar. Wanita itu masih sibuk dengan fikirannya sendiri.
'Dia... pria iblis itu sudah ada didepan matanya tadi, bahkan dia yang pertama kali mengajaknya berkenalan. Ini tidak bisa dibiarkan'
'Luka dimasa lalu saja belum terobati sampai sekarang, melihat senyum penuh dosa di wajah si brengsek Davichi itu, kembali membuat perutnya melilit dan ingin muntah'
'Apa yang harus aku lakukan? Jika si jalang Amalia tahu, pasti wanita itu sudah menyerahkan tubuh busuknya agar si Davichi mau berkerja sama untuknya'
'Maka dari itu, mulai sekarang dirinya harus bertindak lebih cepat. Sudah cukup main-mainnya. Kejadian dimasa lalu tidak boleh terulang kembali di masa sekarang, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi'
'Dan pria itu... akan kupastikan dia mati secara mengenaskan. Akan kupastikan dia menjerit kesakitan di bawah kendalinya'
Naninna keluar dari mobil, dengan ekspresi masih dalam keadaan yang sama. Hanya saja kali ini, ekspresinya lebih buruk bahkan sangat buruk. Seolah tengah memandang musuh tepat di depan matanya.
"Bawa semua belanjaanya ke rung tengah. Pastikan si jalang Amalia tidak menyentuhnya seujung jari pun. Kau mengerti?" Sopir itu hanya mengangguk tak berani untuk menjawab. Sadar jika majikannya saat ini sedang dalam kondisi yang tidak baik, Chloe dan juga Yumiella pun memilih diam. Naninna melenggang pergi setelah mengatakannya. Hatinya saat ini tidak dalam baik-baik saja, musuh sudah ada di depan mata, namun dirinya masih bisa berfoya-foya bahkan jalan-jalan ke mall? Apa yang telah ia lakukan? Tuhan sudah memberikannya kesempatan untuk balas dendam dan memperbaiki semuanya, namun dirinya justru hampir merusaknya.
Hendak melangkahkan kaki menuju lift, karena menaiki tangga sangat membuang tenaga, namun pandangannya justru jatuh pada sosok yang kini tengah duduk sambil menatap datar ke arah suaminya.
Raken? Sejak kapan pria itu datang?
Tak ingin membuang waktu, apalagi rasa rindu yang telah lama tertahankan, Naninna berlari ke arah pria itu dan meneriaki namanya. Sontak sang empu yang merasa namanya di panggil, menoleh dengan wajah sedikit terkejut.
"Raken?!" Naninna menghamburkan tubuhnya ke pelukan sahabatnya, tidak ralat! Tapi... kekasihnya. Ya... Raken adalah kekasihnya sekarang. Tidak peduli meskipun ia telah bersuami, nyatanya perasaan tidak dapat di bohongi. Bahkan perasaan ini begitu besar di banding saat dirinya mencintai Matthew dulu. "Aku merindukanmu.."
Pria itu sedikit terkejut. Masih belum siap menerima pelukan hangat dari sahabat yang sekarang menjadi kekasihnya, tapi perasaanya tidak bisa di sangkal karena begitu merindukan wanita ini. Telapak tangan besarnya, menangkup pipi chubby nan merona itu. Mencium sekilas ujung hidung Naninna lalu melepaskan pelukannya. "Kau merindukanku?"
Naninna mengangguk. Tatapan yang tadinya menukik tajam seketika menghangat saat melihat kedatangan Raken di rumahnya. "Hm, aku sangat merindukanmu."
"Sayang... Aku juga sangat merindukanmu. Dua minggu aku bekerja di Luar Kota tanpa melihat wajah cantik istriku, apa kau... tidak merindukanku juga?"
Naninna lupa kalau dirinya masih ada Matthew di sana. Meskipun Raken dan Naninna menjalin hubungan secara diam-diam, nyatanya dua sejoli yang tengah di mabuk kasmaran itu tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Jadi... Bagaimana ya? Sangat sulit bagi mereka untuk tetap diam tanpa harus saling mengucapkan kalimat penuh romantis. Tak memperhatikan lebih detail kehadiran suaminya di antara mereka, jadi Naninna sedikit lupa diri akan statusnya. Apalagi kedatangan Raken secara tidak terduga, membangunkan sisi manjanya pada pria berperawakan tinggi itu.
"Oh... tentu akan sangat merindukanmu, Matt. Bagaimana pekerjaanmu? Apa lancar?"
Bagaimana pekerjaanmu? Apa lancar?
Bukan! Bukan kalimat ini yang seharusnya ia dengar. Bukan wajah nakal pula yang harus ia lihat dari istrinya itu. Berharap jika kepulangannya di sambut hangat oleh Naninna, seperti biasa wanita itu memeluk erat lengannya lalu meletakkan kepalanya di pangkuan agar bisa di usap secara halus dan pengertian. Hanya saja itu semua hanyalah ilusi dan khayalan semata. Apakah ini semua sebuah kekeliruan? Bagaimana bisa Naninna memeluk pria lain tepat di depan suaminya sendiri? Jika wanita itu merindukannya, harusnya pria yang sekarang ada di sebelahnya itu adalah... dirinya kan? Pelukan hangat yang seharusnya ia lakukan malah di gantikan oleh pria dengan berwajah datar itu. Meskipun Naninna tidak merindukannya, tapi memeluk pria lain di depan suaminya, adalah hal yang salah.
"Pekerjaanku aman, sayang... Hanya saja akhir-akhir ini kepalaku sedikit sakit. Bisa kau memijat kepalaku seperti biasanya kau lakukan?"
Naninna hanya berekspresi datar. Responnya terlalu lambat hanya sekedar menjawab permintaan darinya. Matthew berharap Naninna akan menurutinya. Memghilangkan segala penat di seluruh tubuh dan juga fikirannya. Namun bayangan indah itu harus terhempas begitu saja saat Naninna malah menjawab acuh seolah tidak peduli akan rasa sakit yang dia rasakan.
"Aku lelah, Matt. Maaf, untuk kali ini aku tidak bisa memijatmu. Seharian berbelanja membuat tumit dan juga lenganku lelah." Wanita itu memasang wajah bersalah. Tidak ada kebohongan di wajahnya. Hanya saja... Matthew merasa tidak terima. Meskipun dulu dirinya yang pertama kali menolak untuk di manja oleh istrinya, sekarang beda lagi. Dan untuk pertama kalinya ia di tolak mentah-mentah oleh sang Istri, suami mana yang tidak terima? Apalagi dia mengatakannya tepat di depan pria berwajah datar itu. Raken bahkan enggan ikut berbicara dan memilih diam. Pria itu malah secara terang-terangan menunjukkan perasaanya kepada sang istri dengan cara menelungkupkan wajahnya di ceruk leher sang istri.
Apa-apaan ini?! Dirinya melihat perselingkuhan istrinya dengan pria lain tepat di depan mata? Apakah yang ia lihat ini benar adanya?
Matthew masih enggan untuk percaya. Seolah ada beberapa banyak pertanyaan dan kepulan asap transparan berhasil keluar dari sisi lubang telinganya.
Matthew cemburu? Tidak mungkin.
Ia sudah memiliki kekasih yang sangat ia cintai, tidak mungkin ia cemburu hanya karena melihat sahabat dari istrinya bersikap manja seperti itu. Tidak mungkin!
"Oh... Kalau begitu, lain kali saja. Kepalaku juga tidak terlalu sakit, jadi kau tidak perlu merasa bersalah. Kau juga harusnya beristirahat, sayang... bukannya malah duduk berdua dengan dia." Sebuah jawaban yang terdengar seperti sindirian itu berhasil membuat sang empu membuka suara.
"Aku sahabatnya, dan aku punya nama. Panggil aku Tuan Muda Raken... Matthew?" Iris keduanya saling bertubrukkan. Menyiratkan sesuatu yang berbeda, namun dengan tujuan yang sama. "Jangan bersikap lancang di depanku."
Naninna menyentuh telapak tangan besar itu. Mengusapnya pelan memberikan sebuah kenyamanan dan kehangatan di hatinya. Raken menggeram marah, tentu saja. Pria di depannya ini dari dulu tidak pernah bersikap sopan padanya. Status keluarga yang tidak berarti apa-apa baginya, dan hanya sebesar semut kecil berani bersikap angkuh terhadapnya.
"Maaf, Tuan. Jika perilaku saya terkesan lancang bagimu. Sekali lagi saya minta maaf."
Raken memyeringai tipis, "Hm, sudah seharusnya kau meminta maaf dan bersikap sopan padaku. Sadar diri itu penting."
Jelas Naninna merasakan ketidaknyamanan antara keduanya. Namun pandangannya enggan berpaling dari sosok di sebelahnya. Setelah bertemu dengan Davichi, Naninna harus di hantui oleh perasaan takut dan rasa bersalah. Bahkan di antara kematian keluarganya, Rakenlah yang paling sadis dan menyakitkan. Tubuh dengan kulit terkelupas hingga darah mengalir di setiap daging dan juga uratnya, membuat Naninna mengiris ngilu dan bersalah.
Tidak! Bukan Davichi yang memerintahkan mereka untuk menguliti hidup-hidup sahabatnya, melainkan pria yang saat ini berstatus sebagai suaminya. Bahkan di banding Davichi, pria di depannya ini lebih mirip seperti iblis meskipun label iblis tertinggi yang pernah ia berikan hanya kepada pria bermata zamrud tersebut. Sebelum penghukuman, Davichi sempat mendatanginya dan menawarkan bantuan dengan syarat, ia harus menjadi istri sahnya.
Hanya itu saja, tidak lebih.
Namun, karena Naninna sudah di penuhi oleh dendam, penawaran bagus pun tidak ia hiraukan. Jika saja dimasa lalu ia mau menerima tawaran itu, satu-satunya seseorang yang masih hidup adalah Raken. Davichi memberinya tawaran jika bersedia menjadi istrinya, maka sahabatnya akan selamat. Tapi wanita mana yang sudi menjadi istri dari pembunuh sadis seperti dia? Jawabannya adalah TIDAK ADA!
Jadi Naninna lebih memilih mati jika harus mengorbankan nyawa sahabatnya sendiri.
"Tenang, Ken... tenangkan dirimu. Aku disini, bersamamu."
#####
Disinilah mereka berada.
Karena Naninna meminta untuk dibawa pergi hanya untuk bersenang-senang, Raken menurutinya, dan membawa kekasihnya itu menuju resort pribadinya. Sebuah villa megah hanya milik Raken seorang. Dimasa lalu Naninna bahkan tidak tahu jika pria itu memiliki villa pribadi sebesar ini. Apalagi setelah berlama-lama memandang penuh kagum hamparan pasir putih dan desiran air laut, Naninna sedikit merasa lega. Wanita itu memejamkan kedua matanya lama, mencoba menikmati ketenangan disana.
Raken menatapnya lekat.
Dari dulu, Naninna selalu membuatnya kagum tanpa henti. Wajah ayu yang selalu ia ingat masih membekas di hatinya sejak dulu sampai sekarang. Dan senyuman tulus itu... jarang sekali Naninna menunjukkannya. Dan sekarang Raken melihat senyuman itu. Naninna membuka matanya. Retina emas itu sedikit berbinar kala senja mulai menunjukkan cahayanya.
Naninna menyukainya. Ia juga sangat menyukai pria di sebelahnya. Pria yang sampai sekarang masih tetap mencintainya tanpa meminta imbalan apapun. Naninna memutar tubuhnya hingga mengarah ke arah Raken. Mengunci pandangan pria itu agar selalu melihat kearah dirinya. Jelas Raken menyadarinya. Seolah menyadari apa maksud dari wanita itu, Raken mengangkat tubuh ringan kekasihnya dan membawa masuk kedalam villa. Hanya ada satu kamar, dan kamar itu telah di hias cantik atas perintah darinya.
Raken meletakkan tubuh Naninna di atas kasur. Dalam diam diantara keduanya, retina mereka saling mengunci satu sama lain. Hawa panas mulai menjalar di antara mereka. Tangan Raken terulur menyentuh wajah kekasihnya lalu beralih turun ke arah bibir... kesukaannya. Ya... bibir yang untuk pertama kalinya ia cicipi saat dikamar milik wanita ini. Dan sekarang Raken akan mencobanya lagi di villa pribadinya. Kali ini, Raken akan membahagiakan Naninna dengan penuh. Menjadikan wanita itu satu-satunya miliknya dan juga haknya. Raken mulai mencium lembut bibir kekasihnya.
Lenguhan demi lenguhan kecil berhasil lolos dari bibir mungil wanita itu. Tak berhenti sampai disitu, Raken mulai ngelunjak berani dengan menarik lembut dress milik Naninna lalu melepasnya. Sebuah tubuh cantik dan bersih terpampang jelas di matanya. Naninna dapat melihatnya. Retina kelam itu menunjukkan kabut bergairah saat Naninna mulai menyerahkan diri sepenuhnya.
"Miliki aku sepenuhnya... Raken. Kau bisa memilikiku semaumu. Mulai malam ini... tubuhku hanya untuk dirimu, semuanya akan tetap menjadi milikmu."
Pria itu menelan ludah. Saat melihat cairan bening jatuh dari pelupuk mata kekasihnya-entah hal apa yang membuatnya sedih sampai sebegitu sakitnya, yang harus ia lakukan saat ini adalah menuruti perkataan wanita itu. Raken bahkan sekarang sudah bertelanjang dan tidak ada satupun helai benang di tubuhnya.
Keduanya sama-sama tanpa busana.
Mulai mendekatkan diri satu sama lain dan menikmati setiap sentuhan kecil yang terasa panas... dan nikmat. Ketika Raken telah sampai pada puncaknya, pria itu telah menanamkan kepemilikkan di tubuh Naninna.
Ya... Naninna hanyalah miliknya. Hanya miliknya seorang.