NovelToon NovelToon
World Imagination

World Imagination

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Epik Petualangan / Akademi Sihir / Kehidupan Tentara / Perperangan / Barat
Popularitas:706
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

Sean, bocah 11 tahun yang berlayar sendirian menuju sebuah negara yang diamanahkan sang kakek. 11 tahun telah berlalu sejak ia dan kakeknya terpaksa meninggalkan sebuah negara, tempat Sean lahir. Di negara inilah, dia akan bertemu dengan orang-orang baru yang menemani kerja kerasnya. Namun kisahnya tidak semenyenangkan itu. Bersamaan dengan pengaruh baik, ada banyak tantangan gila menantinya di depan. Dia hanya bocah 11 tahun!

Apakah Sean dan teman-temannya bisa menghadapi setiap masalah demi masalah yang tak kunjung pergi? Simak dan ikuti perjalanannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Momen

"Guru dengan kak Zoe dulu?" tanya Sean terheran. "Ya, kau harus melihat bagaimana Zoe bertarung" jawab Marito segera.

Zoe menghela nafas. Ia dan Marito akhirnya saling menyiapkan kuda-kuda masing-masing.

Zoe maju dan mulai menyerang Marito. "Woah, kak Zoe bisa menatap guru dengan mata telanjang?" tanya Sean terkejut.

"Perhatikan saja" saran Daisuke tersenyum. Marito kini mengeluarkan petir di tangannya. Ia mengeluarkan petir itu untuk menyerang Zoe.

Sean terus memperhatikan cara bertarung keduanya. "Hampir saja" gumam Zoe berhasil menjaga keseimbangannya. Ia segera menahan serangan Marito dari belakang.

"Kak Zoe... kuat imun?" tanya Sean terkejut. Mata Marito kini biru menyala, seharusnya Zoe terpengaruh dengan kemampuan halusinasinya.

"Tidak, dia itu bukan anggota militer dengan kemampuan spesial. Elemen alamnya hanya api, keluarganya hanya keluarga biasa"

Sean mengerutkan keningnya dan memperhatikan Zoe lagi. Bagaimana mungkin Zoe tidak kuat imun?

"Perhatikan lebih baik" pesan Daisuke menyilangkan kedua tangannya sambil tersenyum.

Zoe masih terus mengelak serangan Marito. Lagi-lagi ia berhasil menahan serangan dari belakang. Dia sangat tenang.

"Sudah kuduga" gumam Marito tersenyum sinis ketika Zoe menahan serangannya lagi. "Halusinasi itu... tidak bekerja, untukku" ujar Zoe tersenyum.

"Hee... kenapa kau jadi menyebalkan hari ini?" tanya Marito tersenyum sinis. Dan keduanya mulai memberikan serangan tercepat.

"Tampaknya ini bukan latihan, tapi pertarungan serius" Daisuke terkekeh memaklumi suasana itu.

"Cepat sekali..." gumam Sean terkejut ketika melihat bagaimana pertarungan sesungguhnya.

"Kanan ?!"

Zoe segera menghindari serangan yang muncul dari kanan. Ia terus memberikan perlawanan pada mereka. "Hampir saja" gumam Marito berhasil menahan serangan Zoe.

Marito mengarahkan petir dan Zoe segera mengelaknya. Ledakan demi ledakan terjadi.

Zoe mengarahkan jarumnya. Marito mengelak setiap serangan yang datang. "Apa yang dilakukannya ?" batin Marito mengelak hujan jarum yang datang.

"Baiklah, sudah cukup! Hasilnya seri"

Keduanya menyudahi hal itu. "Kau tahu apa yang terjadi?" tanya Daisuke pada Sean.

"Ya!" jawab Sean tersenyum antusias. "Coba sebutkan apa yang terjadi dari pertarungan mereka ini" perintah Daisuke segera.

"Setelah aku perhatikan, kak Zoe ini tidak memiliki stamina luar biasa ataupun imun yang sekuat oniisan. Dia hanya pengguna senjata jarum dan memiliki elemen api"

"Sementara guru, dia punya stamina besar. Dia punya sihir mata, elemen alam petir yang luar biasa, jenius, dan ahli bela diri. Dan guru itu bisa membuat halusinasi pada seseorang"

Daisuke tersenyum mendengar deskripsi itu. "Lalu kenapa Zoe tidak bisa terkena halusinasi?" tanya Marito menyilangkan tangannya.

"Kak Zoe menggunakan teknik pengendalian energi yang benar"

Zoe tampak terkejut. "Alasannya?" tanya Daisuke lagi. Sean tersenyum simpul.

"Kak Zoe mengendalikan energinya dengan membagi energi itu untuk dialirkan ke mata, dan sisanya digunakan untuk bertarung. Energi pada mata kak Zoe melindungi penglihatannya dari sihir yang mempengaruhi pikiran"

Marito tersenyum puas mendengarnya.

"Cerdas sekali, sepertinya kau akan diluluskan dengan cepat dari akademi" tutur Zoe kagum. Sean terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku belum mengajarkan beberapa jenis sihir, jadi aku tidak bisa mengajarimu sihir buatanku" ujar Marito membereskan kekacauan di sana.

"Eh... kenapa guru?" tanya Sean terheran dan wajahnya berubah murung. "Jika salah sedikit saja, otakmu akan diserang dan kau bisa saja menjadi gila"

Sean tentu terkejut mendengarnya.

"Aku menyempurnakan sihir itu setelah aku memiliki mata ini. Ada seorang muridku yang sudah menguasainya, tapi suatu saat dia melalukan kesalahan ketika bertarung dan sekarang dia menjadi gila"

Sean terdiam mendengarnya.

"Mungkin kau harus sedikit bekerja keras. Ini termasuk dalam memperjuangkan citra guru yang cukup buruk sekarang"

Sean menghela nafas. "Baiklah, guru harus mengajariku semua jenis sihir! Lalu aku akan berlatih dengan giat untuk mempelajari sihir ciptaan guru. Dan setelahnya, aku bisa mengalahkan guru dalam pertarungan kita!"

Marito terdiam. Ada seseorang yang ia kenali di dalam diri bocah itu.

"Guru harus mengajariku semua jenis sihir! Lalu aku akan berlatih agar aku bisa melampaui guru !"

Marito berbalik badan membawa sekotak perlengkapan berlatih. "Aku tunggu di perpustakaan" pesan Marito segera.

Bocah itu menatap punggung gurunya. Ada beberapa luka gores di leher Marito.

Sean tersenyum. "Baik!"

Di sisi lain,

"Bowen di kota mati?" Theo terkejut setelah mendengar kesaksian Chloe pagi itu. "Benar, komandan" jawab Chloe mengangguk.

"Saat Marito hampir berhasil menangkapnya, dia kabur dan menghilang" lanjut Chloe memberikan sebuah kotak.

"Kami belum menemukan kotak ini. Marito bilang isinya peta selanjutnya menuju sumber pohon iblis"

Theo mengerutkan keningnya. Setelahnya ia tersenyum. "Aku tidak salah memilih orang dalam misi ini" gumam Theo tersenyum tenang.

"Chloe, aku ingin kau pindah ke pasukan rahasia" Chloe tentu terkejut mendengarnya. "Pasukan... rahasia?" tanya Chloe terkejut.

"Ya, aku sudah membuat daftar orang-orangnya. Besok aku akan memanggil kalian di ruang bawah tanah. Dan aku akan memperhatikan beberapa bocah-bocah di akademi, untuk bergabung beberapa waktu lagi" ujar Theo lagi sambil tersenyum.

"Bukankah jika anak-anak di akademi bergabung, mereka harus menyelesaikan pendidikan di akademi dan 100 misi?" tanya Chloe terheran.

"Karena itulah aku menyebutkan beberapa waktu lagi. Aku mau kau yang memimpin pasukan ini, berhubung kau adalah pasukan intelijen"

Chloe tambah terkejut mendengarnya.

(Jantungan ga tuh)

"Siapa saja yang bergabung?" tanya Chloe memastikan. "Louis bersaudara, Arabella, Daisuke, James, Jiali, dan Marito"

Chloe yang mendengarnya terkejut. "Tidak bisakah Marito saja yang menjadi pimpinan pasukan ini?" tanya Chloe terheran.

"Dia akan menjadi asistenmu. Aku tidak bisa membuatnya jadi komandan kalian"

Chloe paham maksud perkataan Theo. "Simpan saja informasi ini untukmu, aku akan segera memanggil kalian nanti" pesan Theo segera.

"Siap komandan"

Sementara di rumah, "Haish... aku sudah kalah tiga kali!" gerutu Sean kesal. Sedari tadi ia dan Daisuke bermain catur, dan ia tidak memenangkan satupun perlawanan itu.

"Masih butuh 1000 abad agar kau bisa mengalahkanku" ujar Daisuke dengan sombong.

"Sama saja seperti guru, sama-sama aneh" ledek Sean dengan wajah masam. "Berani sekali" gumam Daisuke menahan kesal sambil tersenyum paksa tentunya.

"Oniisan, ada surat untukmu" Zoe memberikan surat yang ia terima.

Daisuke menghampirinya. "Dari siapa?" tanya Daisuke terheran. "Entahlah, mungkin saja dari kantor pusat" jawab Zoe berlalu.

"Sean kau masih ingin bermain?" tanya Daisuke sambil membuka amplop tanpa menoleh. "Aku akan melanjutkan belajar dengan guru" jawab Sean beranjak dan menuju perpustakaan.

Daisuke akhirnya mengabaikan kepergian itu. Namun keningnya segera berkerut.

Kepada tuan Daisuke,

Sebelumnya, kau tidak perlu tahu siapa aku. Yang penting, aku sudah tahu di mana kau berada. Kebetulan sekali minggu depan kami akan datang ke Panzer untuk menandatangi surat kerja sama antar negara untuk membentuk sekutu militer. Sudah lama sekali rasanya kau meninggalkan kami. Aku harap bisa segera bertemu denganmu, karena istriku selalu menceritakanmu.

Besar harapanku agar kita berbicara berdua, dan aku harap kau selalu menjaga kesehatanmu. Kami selalu berharap kau segera kembali, Akira.

^^^Salamku,^^^

^^^Fujisawa^^^

Tangan Daisuke lumayan bergetar ketika membaca isi surat itu. Apalagi penulis surat menyebut nama aslinya yang ia samarkan.

"Sudah kubilang kau tidak bisa bersembunyi, Daisuke" ujar Marito sedari tadi memperhatikan Daisuke yang membaca surat dengan serius.

Marito menyandarkan tubuhnya dengan tangan menyilang. Jarak mereka sekitar 5 meter.

"Kau sudah membaca surat ini?" tanya Daisuke terheran. "Ya" jawab Marito dengan santai.

Daisuke menatap surat itu, dan ia merobeknya. "Aku akan mengambil misi keluar kota" Daisuke tampak kesal dan begitu marah sekarang.

"Komandan mengosongkan misi untukmu, Daisuke"

Langkah pemuda itu terhenti. "Ada surat lain yang lebih dulu diterima komandan, lalu surat ini datang beberapa hari setelahnya. Aku menemukannya di meja kantormu"

Daisuke mengepal tangannya. "Kau sendiri pernah bilang, tidak masalah jika aku membencinya bukan?" tanya Daisuke dengan tatapan penuh benci. Marito memejamkan matanya.

Ia menghela nafas memaklumi.

"Aku salah mengatakan itu, aku akui. Tapi apakah kau tidak memikirkan perasaan ayah dan ibumu?"

Daisuke terdiam. Mata Marito menatap Daisuke dengan tenang. Daisuke akan berkepala panas jika menyangkut keluarga Miyaura

Ya, dialah Miyaura Akira. Ada cerita panjang kenapa ia bisa berganti nama menjadi Kawatsuichi Daisuke. Sesuatu yang mengubah namanya.

"Kau mengagumi ayahmu, lalu kau mencintai ibumu. Tapi kau membenci keluarga utama, keluarga ayahmu sendiri"

Daisuke lagi-lagi diam.

"Aku tidak hanya kehilangan-"

"Ya, aku tahu. Kau juga kehilangan sahabatmu yang bernama Daisuke itu"

Daisuke menatap Marito terkejut. "Keluargamu berbeda jauh dengan keluarga Chloe, Dai"

Daisuke berbalik badan. Air matanya mulai mengalir. Ia mengepal erat kedua tangannya.

"Aku tidak konsisten memberimu nasihat, tapi setelah aku mendengar bagaimana kisah persahabatan komandan dengan pamanmu. Aku benar-benar terkejut mendengar pamanmu seorang pria yang baik"

Marito menghela nafas setelahnya. Sementara tubuh Daisuke mulai bergetar hebat.

"Kau tidak tahu bagaimana rasanya melihat ayahmu hampir mati, sementara mereka hanya memperhatikan putri kecil mereka yang selamat"

Marito memperhatikan punggung lebar Daisuke. Beban keluarga, beban pekerjaan, dan masih banyak beban yang menempel di dirinya.

"Kau bukan membenci mereka, kau hanya marah. Itu yang terjadi, Daisuke"

Daisuke terdiam dan berbalik menatap Marito terkejut. Matanya masih berair.

"Apa kau tidak ingin melihat keponakanmu? Kudengar usianya sudah 5 tahun"

Daisuke diam beberapa saat. "Setidaknya, cobalah dengar cerita kakekmu. Jika kau mengetahuinya, kau bebas menentukan kau ingin tetap membenci mereka atau merubah pikiran"

Setelahnya Marito mulai berjalan meninggalkan Daisuke. "Leon..." panggil Daisuke berhasil menghentikan langkah kaki gadis itu.

"Hmm?" gumam Marito menyahut pelan. "Jika kakiku tidak mampu berdiri ketika berhadapan dengan mereka, apa kau akan menolongku?"

Daisuke menanyakan hal itu dengan keraguan yang memenuhi pikirannya.

Marito tersenyum tenang.

"Seperti ucapanmu, masalahmu adalah masalahku juga. Aku selalu di sana jika kau butuh, Akira"

...****************...

"Selamat datang, Kaiji!" sapa Theo ketika ia menyambut kedatangan keluarga bangsawan Miyaura pagi ini.

"Lama tidak berjumpa, Theo. Apa kabarmu? Kau tampak sangat sehat!"

Keduanya saling berjabat tangan dan berpelukan. "Ayah, dialah Theo. Dia yang akan menjadi sekutu kita untuk membantu kita melawan musuh" Kaiji memperkenalkan Theo pada ayahnya, Kento.

Kento tersenyum dan menjabat tangan Theo. "Heh? Kau membawa siapa saja?" tanya Theo penasaran. "Keluargaku" jawab Kaiji tersenyum.

4 orang lainnya datang. 3 orang dewasa, dan 1 anak laki-laki berusia 5 tahun.

Kaori dengan suaminya, Fujisawa Haruo. Mereka juga membawa anak pertama mereka, Fujisawa Hiroshi. Dan terakhir adik Kaori, Miyaura Kirei.

"Ini adalah putri sulung Kaori, menantuku Haruo, lalu cucuku Hiroshi, dan putri bungsuku Kirei yang akan jadi penerus"

Mereka membungkuk hormat. "Putri bungsumu jadi penerus? Kenapa tidak putri sulungmu saja?" tanya Theo terheran.

"Adiknya lebih berbakat. Keluarga cabang juga ada kekosongan, maka Kaori dan Haruo akan mengisinya dan menjadikan Hiroshi penerus"

Theo mengangguk-angguk paham. "Apa kau memiliki penerjemah? Cucuku ingin sekali diajak berkeliling, kebetulan dia tidak rewel" Kaiji tersenyum sambil mengusap lembut kepala Hiroshi yang memeganginya.

"Tentu saja. Daisuke, kemarilah"

Seorang pemuda akhirnya masuk. Keluarga itu dibuat termenung ketika melihat siapa orang yang memasuki ruangan itu.

"Kaji ?!"

Dan dialah Daisuke. Daisuke membungkuk hormat pada mereka sesuai tradisi di negeri mereka.

"Namanya Daisuke, dia akan menemani cucumu dan menjaganya. Daisuke ini anggota militer kami yang sangat telaten"

Kento bahkan sampai tidak berkedip memandagi wajah Daisuke.

"Onii... san" gumam Kaori terkejut. "Oniisan?" tanya Theo terheran. "Dia mirip sekali dengan keponakanku yang sudah lama hilang" jawab Kaiji tertawa kecil menyembunyikan rasa sedihnya.

Daisuke mencoba menahan diri. "Hiroshi, hari ini kau akan berjalan-jalan dengan oniisan ini" ujar Haruo tersenyum pada putranya.

"Tidak mau! Aku mau berlatih dengan kakek!" ketus Hiroshi menolak segera.

Daisuke mendekati Hiroshi lalu berlutut. "Adik kecil, aku punya mainan di rumah dinasku. Kau bisa bermain dengan adikku juga, dan saudariku sedang memasak kue pie di rumah. Apa kau tidak mau?" tawar Daisuke tersenyum lembut.

Hiroshi memperhatikan Daisuke dengan tatapan berbeda. "Boleh?!" tanya Hiroshi berubah antusias. "Tentu, aku juga bisa menggantikan kakekmu hari ini untuk berlatih. Aku juga bisa beladiri"

Bibir bocah itu menyunggingkan senyum. "Baiklah! Aku akan bersama oniisan hari ini!"

Daisuke bangkit berdiri dan menunjukkan senyuman ceria pada bocah itu.

"Maaf sekali jika ini merepotkanmu, Daisuke-san" ujar Kaori tampak segan sekaligus khawatir.

"Tidak masalah, Kaori-sama" jawab Daisuke tersenyum. Kaori tentu terkejut. Begitu pula yang lain. Apa ada yang salah?

"Ada... apa?" tanya Daisuke terheran. "Aku belum memperkenalkan diri, tapi kau sudah tahu namaku" ujar Kaori menatap Daisuke terkejut.

"A-Ahk itu karena tadi Kaiji-sama menyebutkan namamu" jawab Daisuke terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Kento tiba-tiba saja menghampiri Daisuke dan tatapannya berbeda. Tatapan penuh sedih, penyesalan mendalam, dan amarah yang dipendam. "Sepertinya aku salah orang"

Daisuke tentu menunjukkan ekspresi terkejut sekaligus gugup. "Kakek buyut tidak boleh seperti itu!" ketus Hiroshi menggenggam tangan Daisuke.

"Hai, hai... ingatlah untuk pulang, Hiroshi" pesan Kento sambil tersenyum lembut. Daisuke tentu terkejut menemukan kakeknya yang tersenyum.

"Kami pamit dulu, aku berjanji akan menjaganya" pamit Daisuke menunduk.

Namun sejak awal, tatapan Kirei sama sekali tidak luput dari pemuda itu.

Di sisi lain,

"Jadi kau sering berlatih dengan kakek atau ayahmu, agar kau menjadi kuat?" tanya Daisuke terkejut mendengar kisah bocah itu.

Hiroshi mengangguk. "Aku akan menjadi penerus keluarga cabang, dan aku akan melindungi bibi dan keluarganya!" jawab Hiroshi antusias.

Daisuke menatap lurus. "Mengapa kau mau menjadi anggota keluarga cabang? Dari apa yang kudengar, menjadi keluarga cabang itu merepotkan" ujar Daisuke mengulik infomasi.

Dia tahu, bocah tidak pernah berbohong. Anak kecil selalu jujur jika ditanyai sesuatu.

"Aku ingin seperti paman Akira! Ibu selalu bercerita tentang paman, dan ia selalu sedih setiap menceritakan paman. Jadi aku akan berlatih menjadi kuat dan ketika aku dewasa aku akan mempertemukan ibu dengan paman!"

Daisuke terdiam mendengarnya.

"Ibu selalu bilang, paman itu lebih kuat dari ayah ataupun bibi. Tapi paman itu tidak bisa mengalahkan kakek buyut, karena dia patuh sekali pada kakek buyut dan menghormatinya"

"Kata ibu, paman itu cerdas dan berbakat! Sehingga kakek selalu membanggakannya"

Daisuke semakin tertegun mendengarnya. "Memangnya pamanmu itu pergi ke mana? Seharusnya seseorang yang meninggalkan keluarganya, itu disebut jahat"

Daisuke kembali mengulik informasi dari Hiroshi yang tampaknya bukan bocah biasa.

"Kakek bilang, paman itu diculik. Jadi kakek selalu memerintahkan pengawal untuk mencari paman setiap satu bulan sekali"

Daisuke tentu terkejut mendengarnya. "Aku ingin sekali bertemu paman Akira. Dan jika aku bertemu dengannya, aku ingin berlatih dengannya!"

Daisuke diam tidak berkutik. Seorang anak kecil berhasil membuatnya bungkam.

"Ibu, kenapa aku harus menjadi kuat ?"

"Karena kau harus melindungi keluargamu, nak"

Daisuke akhirnya menyunggingkan sebuah senyuman. "Hiroshi, apa kau mau aku melatihmu hari ini?" tawar Daisuke.

Hiroshi tampak antusias. "Tentu!"

Daisuke membawa Hiroshi pulang ke rumah dinas lamanya yang kosong. Daisuke melatih bocah itu dan menemukan Hiroshi mirip sekali dengannya ketika ia masih kecil.

Ketika siang tiba, "Tadaima" gumam Daisuke memasuki rumah. "Selamat datang!" sambut Jiali antusias. "Eh? Siapa dia, Dai?" tanya James ketika mendapati seorang bocah memegangi Daisuke.

"Dia anak bangsawan yang dititip padaku" jawab Daisuke tersenyum sambil mengusap pelan kepala Hiroshi. Marito di sana hanya menunjukkan tatapan tenang.

"Kalau begitu, ayo makan siang bersama!"

Dan siang itu, suasana rumah ramai. Hiroshi tidak pernah menemukan suasana seperti ini sebelumnya. Ada berbagai cerita di sana, yang ia tidak mengerti.

Sorenya, Hiroshi sudah kembali bersama keluarganya dan Daisuke berjalan kaki pulang ke rumah dinas untuk beristirahat.

"Anu, Daisuke-san!"

Daisuke berbalik.

Beberapa saat,

"Jadi kau memiliki keluarga di sini?" tanya Kirei setelah mendengar penjelasan Daisuke.

"Ya" jawab Daisuke membenarkan. Kirei diam beberapa saat. "Apa yang membuatmu menanyakan hal itu?" tanya Daisuke terheran.

Perlahan ia kembali mengulik informasi dari Kirei, adik sepupunya yang tidak ia lihat tumbuh dewasa seperti saat ini.

"Aku hanya melihat jiwa mendiang pamanku di dalammu" Daisuke terdiam mendengarnya.

Sejenak suasana hening. "Kirei-sama, bisakah aku bertanya?" tanya Daisuke ragu. "Mengenai?" tanya Kirei tentu ingin tahu.

"Kenapa justru kau yang dijadikan penerus keluarga utama?" tanya Daisuke terheran. Itu adalah pertanyaan yang sedari tadi berputar di kepalanya. Kirei tentu cukup terkejut.

Ia memandang lurus ke depan. "Karena oneesama mengalah padaku" jawab Kirei segera. Daisuke menatap Kirei terkejut.

"Dia selalu merasa bersalah sejak kepergian oniisan. Saat itu ayah ingin kami bertarung, dan ayah justru menemukan oneesama lebih lemah dariku. Dia mengalah"

Daisuke tentu terkejut. Namun ia tahu itu adalah sifat Kaori sebenarnya. Wanita lemah lembut.

"Ia memutuskan untuk menjadi keluarga cabang, mengganti oniisan sebagai bentuk penyesalannya"

Daisuke dibuat tertegun. "Jadi selama ini, dia terus dihantui rasa... bersalah ?"

"Baiklah itu saja! Aku pamit dulu, Daisuke-san. Maaf mengganggu waktumu!" Kirei akhirnya meninggalkan Daisuke di sana.

Daisuke tidak segera kembali ke rumah. Ia memutuskan untuk mengunjungi pemakaman. Ya, ia mengunjungi makam seseorang.

"Guru, apa kabar?" tanya Daisuke meletakkan bunga yang ia beli di atas batu nisan seseorang yang sudah lama gugur.

"Hanya guru saja yang tahu permasalahanku selama ini... Dugaan guru benar, kelak aku akan bertemu lagi dengan mereka. Dan hari ini terjadi"

Air mata Daisuke mengalir. "Aku... aku menyesalinya guru. Aku, aku terjebak dalam rasa amarahku!" gumam Daisuke dengan tubuh gemetar. Ia mulai menangis.

"Aku sangat ingin kembali kepada mereka, tapi aku merasa tidak pantas. Setelah aku mencoba membunuhnya, dia tetap mencariku dan menggantikan posisiku"

Daisuke segera terdiam kaku, ketika pundaknya seakan diusap oleh seseorang.

Ia berbalik namun tidak menemukan siapapun. "Apa itu kau... guru?" gumam Daisuke dengan ekspresi terkejutnya.

Malamnya,

"Oniisan" panggil Sean memasuki kamar Daisuke yang tidak terkunci. "Ada apa?" tanya Daisuke yang duduk di pinggir ranjangnya.

"Aku ingin bertanya sesuatu!" jawab Sean berubah antusias. "Soal apa?" tanya Daisuke terkekeh.

Sean duduk di sebelah Daisuke. "Jelaskan padaku bagaimana sihir matamu bekerja!" ujar Sean segera. Daisuke menatap bocah itu dengan tenang.

"Pada dasarnya, karena namanya berawal shiroi itu artinya putih. Saat aku mengaktifkan mata ini, aku bisa melihat aliran energi berwarna putih. Jika aku menyerang titik-titik tertentu, energi akan terhambat ketika dialirkan"

Sean mengangguk-angguk paham. "Sihir mata biasanya bangkit atau pemberian. Jadi bagaimana cara oniisan bisa membangkitkannya?" tanya Sean lagi tambah penasaran.

Daisuke terdiam. "Aku juga sudah lupa, aku tidak ingat bagaimana caraku mengaktifkannya" gumam Daisuke mengerutkan keningnya dan ia menunduk dalam mengingat sesuatu.

"Hilangkan rasa amarahmu itu, oniisan"

Daisuke menatap Sean terkejut. "Apa maksudmu?" tanya Daisuke terheran.

"Joy bilang, dia mencium bau amarah darimu. Apa ada sesuatu yang membuat oniisan tertekan?" tanya Sean terheran.

Daisuke kembali diam. Namun ia segera menunjukkan senyuman tenang.

"Kau masih terlalu kecil untuk mengetahui masalahku, bocah! Tenang saja, aku bisa mengatasinya"

Sean menunjukkan ekspresi kesal. "Jika oniisan punya masalah, berceritalah padaku! Di rumah ini kita keluarga bukan? Kau selalu menyebut aku dan kak Zoe adikmu, jadi aku mau oniisan bercerita padaku layaknya kakak dan adik!"

Daisuke terdiam mendengarnya. Ia menatap Sean terkejut. Ada seseorang yang ia kenali di dalam dirinya.

"Aku ini saudaramu, bukan? Jadi kau harus bercerita tentang apapun padaku layaknya saudaramu sendiri !"

Daisuke kembali tersenyum simpul. Ia meraih kepala Sean dan mengacak pelan rambut Sean.

Sean memasang wajah masam yang sengaja ia buat. "Lain kali aku akan melakukannya untukmu"

Sean terdiam mendengarnya. Tatapannya yang semula kesal menjadi kagum.

"Belajarlah, Leon akan memarahimu jika kau bermalas-malasan begini"

Sean tertawa kecil mendengarnya. Ia berjalan keluar kamar. Langkahnya terhenti.

"Keponakanmu itu sangat mengagumkan. Sama sepertimu, oniisan!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!