NovelToon NovelToon
Cinta Suami Amnesia

Cinta Suami Amnesia

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Penyesalan Suami / Suami amnesia
Popularitas:15k
Nilai: 5
Nama Author: Mama eNdut

Anara Bella seorang gadis yang mandiri dan baik hati. Ia tak sengaja di pertemukan dengan seorang pria amnesia yang tengah mengalami kecelakaan, pertemuan itu malah menghantarkan mereka pada suatu ikatan pernikahan yang tidak terduga. Mereka mulai membangun kehidupan bersama, dan Anara mulai mengembangkan perasaan cinta terhadap Alvian.
Di saat rasa cinta tumbuh di hati keduanya, pria itu mengalami kejadian yang membuat ingatan aslinya kembali, melupakan ingatan indah kebersamaannya dengan Anara dan hanya sedikit menyisakan kebencian untuk gadis itu.
Bagaimana bisa ada rasa benci?
Akankah Anara memperjuangkan cintanya?
Berhasil atau berakhir!
Mari kita lanjutkan cerita ini untuk menemukan jawabannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama eNdut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Voting

Di ruangan kerja Vian terdapat sebuah ruangan yang khusus di gunakan untuk istirahat saat Vian memiliki pekerjaan yang menumpuk dan mengharuskannya menghabiskan malam di kantor. Di ruangan ini pula, kini terlelap sepasang suami istri yang telah menyelesaikan kegiatan panas mereka. Mereka tertidur karena kelelahan hingga suara dering ponsel berhasil membangunkan lelaki itu.

"Hallo".

"Vian, apa Nara bersamamu?", ucap suara di seberang telepon yang ternyata telepon tersebut dari Papa Agam.

"Iya Pa, dia ada di kantor bersamaku".

"Syukurlah, kalau begitu, cepatlah pulang ada yang ingin Papa bicarakan denganmu".

Setelah mendengar jawaban dari putranya, Papa Agam menutup panggilannya, kemudian beralih menelpon seseorang dan meminta orang tersebut untuk menghentikan pencarian Nara. Sebelumnya Mama Arin meminta suaminya untuk mengerahkan anak buahnya mencari menantunya yang tidak kunjung pulang yang ternyata malah bersama dengan putranya.

Di kantor, Vian yang sudah memakai setelan kemejanya kembali naik ke atas ranjang untuk membangunkan Nara yang tertidur karena kelelahan akibat permainan panas yang mereka lakukan sebelumnya. Terdengar lenguhan dari gadis itu saat tangan Vian mengusap bahu mulus Nara yang terekspose. Bulu mata lentik itu bergerak hingga matanya terbuka.

"Mas".

"Maafkan Mas karena mengganggumu sayang, tetapi kita harus pulang".

Dengan wajah yang setengah lesu, Nara duduk. "Apa sesuatu terjadi Mas?".

"Tidak ada Nara".

"Baiklah". Nara bangkit seraya memegangi selimut untuk menutupi tubuhnya dan segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Pukul sembilan malam Nara dan Vian sampai di rumah, mereka sudah makan malam saat perjalanan pulang. Saat mereka memasuki rumah, di ruang tamu terlihat Papa Agam dan Mama Arin yang sudah menunggu kedatangan mereka.

"Pa, Ma", sapa Vian sembari menyalami keduanya, begitu juga dengan Nara setelahnya.

"Ada yang ingin Papa bicarakan, langsung saja atau kamu mau istirahat dulu Vian?".

"Langsung saja Pa, aku tidak lelah".

"Baiklah jika begitu, ikutlah dengan Papa".

Setelah berpamitan kepada Mama Arin dan istrinya, Vian beranjak pergi meninggalkan keduanya, mengikuti langkah Papa Agam membawanya.

"Ma apa ada masalah? Papa terlihat serius dan di kantor tadi Mas Vian juga lebih banyak diam", tanya Nara yang penasaran setelah kepergian Papa dan suaminya.

"Biasa sayang, masalah bisnis. Biarlah mereka yang menyelesaikan urusan kantor. Em Nara, kamu lelah tidak? Mama ingin meminta tolong sebentar".

"Tidak Ma. Mama ingin minta tolong apa Ma?".

Mama Airin lantas mengajak Nara untuk ikut ke kamarnya. Gadis itu merasa kagum saat ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mertuanya, ruangan yang mewah dan elegan, bernuansa abu tua dan silver.

"Nara sini sayang", panggil Mama Arin saat melihat menantunya yang terbengong di ambang pintu.

"Ah iya Ma, apa yang bisa Nara bantu Ma?".

Mama Arin duduk di kursi kecil di depan meja rias, membungkukkan badannya kemudian tangannya terulur untuk menarik laci bagian bawah meja riasnya. Sebuah kotak perhiasan dengan kain beludru berwarna merah terlihat saat laci terbuka. Segera Mama Arin mengambilnya dan mengajak Nara untuk beranjak menuju sofa yang berada di sisi lain ruangan ini.

"Nara dalam kotak ini ada sebuah gelang peninggalan turun temurun dari nenek buyut Papa. Gelang ini adalah simbol keutuhan dan kerukunan. Dulu Ibu Mas Agam memberikan ini untuk Mama, sekarang gelang ini Mama berikan untukmu Nara", ucap Mama Arin sembari membuka kotak beludru tersebut, di dalamnya terlihat gelang giok berwarna hijau dengan ukiran naga yang terlihat bercahaya saat terkena sinar lampu.

"Indah sekali Ma".

"Iya sayang, dan gelang ini sekarang untukmu".

Mama Arin membantu memakaikan gelang tersebut di tangan Nara, dan ternyata ukuran gelang itu sangat pas.

"Cantik sekali sayang".

"Terimakasih banyak Ma, Nara berjanji akan merawat dan menjaga gelang ini Ma".

"Harus itu, jaga gelang ini seperti kamu menjaga keutuhan rumah tanggamu Nara, jangan pernah kecewakan Vian. Kamu harus bisa mempertahankan sikap hangat suamimu. Jika suatu saat ingatan Vian kembali kamu harus berusaha merubahnya menjadi sosok yang lebih baik dari sebelumnya Nara".

"Maksud Mama dengan merubah sikap Mas Vian apa ya Ma?".

Seketika, Mama Arin menyadari sesuatu. "Ah, tidak apa-apa sayang, maaf Mama terbawa suasana sehingga ngelantur bicaranya. Ini sudah malam sebaiknya kamu kembali ke kamarmu dan istirahat Nara".

"Baiklah Ma".

Nara tidak ingin memaksa Mama Arin untuk menjelaskannya walaupun ia sangat penasaran, tidak mungkin kan jika ucapan Mama Arin hanya sebuah ketidaksengajaan? Namun Nara tidak ingin lancang selagi Mama Arin tidak ingin berterus terang maka Nara hanya bisa menunggu.

*****

Suasana kantor pagi ini cukup tegang saat dua puluhan orang pemegang saham melakukan rapat mendadak di mana dalam rapat ini membahas tentang CEO mereka yang mengalami amnesia. Tentu saja semua ini sudah di siapkan dan di rencanakan oleh Pak Farhan. Mereka hanya tinggal menunggu kedatangan Vian bersama dengan Papa Agam untuk memulainya.

"Sebentar lagi kau akan menggantikan posisi Vian, Arka", ucap Pak Farhan setengah berbisik kepada putranya yang duduk di sebelahnya.

Mengabaikan ucapan Ayahnya, Arka sama sekali tidak merespon hanya diam dengan pandangan yang lurus ke depan seakan ucapan Ayahnya tidak berarti sama sekali.

Sesaat kemudian sebuah seruan terdengar, di mana salah seorang penjaga pintu mengatakan jika pemimpin Perusahaan telah tiba, terlihat Agam dan Vian begitu juga Johan dan Arland memasuki ruangan rapat.

Semua yang berada di dalam ruangan lantas berdiri dan membungkukkan kepala hormat.

"Silahkan duduk", ucap Vian sembari dirinya sendiri juga ikut duduk di kursinya.

Tanpa basa-basi lagi, Vian meminta Arland untuk membuka rapat tersebut. Awalnya suasana cukup kondusif hingga saat Pak Farhan buka suara, rapat menjadi ricuh, di mana Pak Farhan mulai berdialog dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika memiliki pemimpin yang mengalami amnesia. Tentu saja kemungkinan-kemungkinan itu menjurus pada kerugian yang akan di alami oleh Perusahaan ini jika mempertahankannya.

"Apa kau lupa Paman, memang benar ingatanku telah hilang namun tidak dengan pemikiran serta cara kerjaku. Selama dua minggu aku kembali bekerja dengan kondisiku yang sekarang, aku mampu memenangkan banyak proyek dan menyelesaikan permasalahan Perusahaan ini. Apa itu tidak cukup membuktikan jika diriku mampu?", ucap Vian setelah lama terdiam.

“Benar sekali, apa yang perlu di cemaskan, pemimpin kita memang mengalami amnesia namun kemampuannya akan tetap ada, jadi sekarang bisa kalian putuskan sendiri, kalian masih ingin bertahan dengan pemimpin yang hebat seperti Pak Vian atau pemimpin baru yang kita sendiri belum mengetahui kemampuan serta cara kerja nya, bisa kalian putuskan sekarang”, timpal Arland setelahnya.

Pro dan kontra memang biasa terjadi, apalagi di dalam Perusahaan yang memiliki dua kubu berbeda. Semua saling berbisik-bisik. Selain meyakinkan para pemegang saham dengan kata-kata, Vian juga telah menyiapkan beberapa bukti pencapaiannya selama dua minggu ini dengan mendapatkan beberapa proyek baru serta menyelesaikan masalah internal Perusahaan ini.

"Saya berikan waktu kalian berpikir selama dua menit setelah itu kita bisa melakukan voting, setuju atau tidak setuju untuk Perusahaan ini di Pimpin oleh Pak Vian!", ucap Arland.

Waktu dua menit berjalan dengan cepat, hasil dari voting akhirnya menunjukkan jika lima puluh sembilan persen pemegang saham telah setuju untuk tetap mempertahankan Vian sebagai pemimpin Perusahaan ini.

"Sial", umpat Pak Farhan kesal, rencananya berantakan. "Bagaimana bisa seperti ini padahal aku sudah berhasil membujuk beberapa pemegang saham untuk berpihak padaku?", batin Pak Farhan.

"Sudah aku bilang sejak awal kan Pa, rencanamu akan sia-sia. Lagi pula aku juga tidak tertarik dengan hal yang merepotkan seperti ini".

"Apa maksudmu? Jangan bilang jika kamu juga ikut memberikan dukunganmu untuk Vian!".

"Seharusnya kau sudah tau tanpa aku harus menjawabnya", ucap Arka yang langsung berdiri dan meninggalkan ruang rapat yang belum selesai di tutup.

1
Muliati Sherina
ceritanya banyak alurnya belum terlalu ngerti tapi ceritanya cukup menantang dan bikin penasaran, mampir baca novel aku masih pemula biar semangat judulnya" jarum penunggu"
Nur Adam
lnjut
Antok Antok
Sepertinya aku yang pertama.... lanjut Thor
WiwikAgus
bagus /Good/
Antok Antok
kelomang lukis jadi inget mainan jaman kecil dulu
Antok Antok
Menarik
Antok Antok
Semakin menarik... semoga novel ini berlanjut sampai tamat. dan banyak p mbacanya yang suka.... lanjut torrrrr
Antok Antok
Awal yang bagus, lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!