NovelToon NovelToon
Aku Cinta Kamu, Dia, Dan Mereka

Aku Cinta Kamu, Dia, Dan Mereka

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Dikelilingi wanita cantik / Pelakor / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi
Popularitas:231
Nilai: 5
Nama Author: Wahyu Ibadurahman

Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.

Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.

Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33.

Ayaka tertidur dalam pelukan Yuki, napasnya teratur dan tenang. Yuki menatapnya sejenak sebelum dengan hati-hati mengangkat tubuhnya dan membaringkannya di kasur. Setelah memastikan Ayaka nyaman, Yuki ikut berbaring di sampingnya, memperhatikannya dalam diam.

Wajah Ayaka terlihat damai, seolah tidak ada beban. Namun, bagi Yuki, pikirannya justru penuh dengan pertanyaan. "Kemarin gue lihat ada pistol di tas Ayaka, sekarang dia kembali dengan luka tembak di lengannya. Sebenarnya seperti apa duniamu itu, sayang?" gumam Yuki dalam hati.

Rasa penasaran dan kekhawatiran bercampur menjadi satu, tetapi ia memilih untuk menyimpannya sendiri. Akhirnya, kantuk menguasainya, dan ia pun tertidur.

Pagi hari, sinar matahari yang masuk dari sela-sela tirai membuat Yuki terbangun lebih dulu. Ia melihat Ayaka masih tertidur nyenyak, nafasnya lembut dan stabil. Wajahnya terlihat sedikit pucat, mungkin efek dari luka yang dideritanya.

Tanpa ingin mengganggu tidurnya, Yuki bangkit dari kasur dan pergi ke dapur. Ia membuka kulkas, mencari bahan untuk membuat sarapan. Setelah beberapa menit, aroma telur dadar dan roti panggang memenuhi ruangan.

Ayaka akhirnya terbangun, matanya masih sedikit sayu. Ia mencoba bangkit, tapi saat menekan tangannya ke kasur, rasa nyeri menjalar di lengannya.

"Aw,,,"

Suara kecil itu langsung menarik perhatian Yuki. Ia bergegas menghampiri dan menahan tubuh Ayaka sebelum ia kehilangan keseimbangan. "Hati-hati, sayang," ujar Yuki dengan lembut, membantunya duduk.

Ayaka tersenyum tipis. "Maaf, masih sedikit ngilu."

"Ayo, aku sudah buat sarapan buat kamu," kata Yuki sambil membantu Ayaka berdiri dan membawanya ke meja makan.

Ayaka menatap hidangan sederhana itu dengan senyum bahagia. "Terima kasih, sayang. Aku benar-benar beruntung bisa bersamamu."

Mereka mulai makan dalam keheningan yang nyaman, tapi Yuki tak bisa menahan rasa penasarannya lebih lama lagi. "Sayang,,, aku benar-benar penasaran," kata Yuki, suaranya hati-hati. "Sebenarnya kenapa kamu bisa tertembak?"

Gerakan Ayaka sedikit terhenti, tatapannya berubah. Ia meletakkan garpu dengan pelan lalu menghela napas. "Sayang, bukannya aku sudah bilang? Jangan tanyakan itu," ucapnya, nada suaranya tetap lembut tapi tegas.

"Aku cuma khawatir," kata Yuki, menatapnya dengan serius. "Bukannya aku ini pacarmu? Apa tidak boleh seorang pacar merasa khawatir dengan keselamatan pasangannya?"

"Tentu saja kamu boleh tahu semuanya tentangku," kata Ayaka, tatapannya melembut. "Tapi untuk masalah ini… aku mohon, jangan tanya lebih lanjut."

Yuki menatapnya dalam diam, lalu akhirnya menghela napas. "Ya sudah, aku nggak akan maksa. Aku cuma takut kehilanganmu. Sekarang mungkin cuma tangan yang tertembak, tapi kalau,,,,,"

Sebelum sempat Yuki menyelesaikan kata-katanya, Ayaka tiba-tiba meraih tangannya dan menariknya ke dalam pelukan. "Aku janji tidak akan meninggalkanmu," bisik Ayaka, suaranya penuh kasih sayang.

Yuki menghela napas panjang dan membalas pelukannya. Ia masih penasaran, tetapi lebih dari itu, ia hanya ingin Ayaka tetap aman.

"Setelah sarapan, kita lari pagi yuk," ajak Yuki, mencoba mencerahkan suasana.

Ayaka tersenyum kecil. "Boleh, tapi… kayaknya aku lebih ke jalan santai, deh."

Yuki terkekeh. "Ya sudah, yang penting keluar sebentar."

**

Sementara itu, di rumah sakit, Nana sudah siap untuk pulang. Ia duduk di tepi ranjangnya sambil mengenakan sepatu, sementara Yuna dan Yui berdiri di dekatnya. "Lu mau pulang ke kontrakan yang mana?" tanya Yuna.

"Kontrakan lama aja," jawab Nana.

"Eh, di tempat lu ada kontrakan kosong nggak sih?" tanya Yui tiba-tiba.

"Kenapa?" Yuna menaikkan alisnya.

"Gua pengen kontrakan yang dekat sama kalian," jawab Yui santai.

Yuna melipat tangannya di dada. "Asal lu jangan bikin masalah aja."

Yui memasang ekspresi polos, lalu tiba-tiba menggenggam tangan Yuna. "Gua janji nggak bakal bikin lu kesel."

Yuna memutar matanya. "Jangan janji kalau nggak yakin bisa nepatin."

Mereka akhirnya keluar dari rumah sakit dan pulang menuju kontrakan.

**

Di tempat lain, Matahari pagi bersinar lembut, langit biru cerah tanpa awan, dan udara terasa sejuk. Di sekitar apartemen, taman kecil dengan pepohonan rindang dan jalan setapak yang bersih menjadi tempat yang sempurna untuk menghabiskan pagi bersama.

Yuki dan Ayaka berjalan berdampingan di sepanjang jalur jogging, niat awalnya memang untuk berlari pagi, tapi nyatanya sejak awal Ayaka lebih memilih berjalan santai sambil terus menggenggam tangan Yuki.

"Ayolah, masa lari pagi cuma jalan santai gini?" goda Yuki sambil melirik Ayaka.

"Aku baru kena tembak, sayang," jawab Ayaka dengan manja, merapatkan tubuhnya ke lengan Yuki. "Mau lari gimana kalau baru jalan aja udah terasa ngilu?"

Yuki terkekeh, lalu mengeratkan genggaman tangannya. "Baiklah, kalau gitu kita jalan santai aja. Yang penting olahraga, kan?"

Ayaka tersenyum puas. "Nah, itu baru pacarku."

Mereka berjalan perlahan melewati jalur yang dipenuhi daun-daun hijau yang masih segar karena embun pagi. Beberapa pasangan tua juga terlihat berjalan santai, menikmati suasana pagi yang damai. Sesekali angin bertiup, membuat rambut panjang Ayaka sedikit berantakan.

Yuki menoleh ke arahnya dan dengan refleks menyelipkan helai rambut yang menutupi wajah Ayaka ke belakang telinganya. "Nah, lebih cantik begini," katanya sambil tersenyum.

Ayaka merasakan wajahnya sedikit memanas. "Kamu ini, dari tadi bikin aku malu terus."

"Lho, memangnya salah kalau aku mengagumi pacarku sendiri?" tanya Yuki dengan nada menggoda.

Ayaka tertawa kecil dan menarik tangan Yuki, mendekatkan diri lebih lagi. "Aku suka dipuji, tapi kalau terlalu sering aku bisa meleleh, tahu."

"Yah, kalau kamu meleleh, aku bakal menangkapmu," balas Yuki, menatap Ayaka dengan lembut.

Mereka terus berjalan di sepanjang taman, sesekali berhenti untuk menikmati pemandangan. Ayaka tampak begitu menikmati waktu bersama Yuki, bahkan ia menggantungkan lengannya di lengan Yuki, seolah tak ingin melepaskannya.

"Kamu tahu, ini pertama kalinya aku merasa sebahagia ini di pagi hari," ujar Ayaka tiba-tiba.

Yuki menoleh. "Masa?"

Ayaka mengangguk, lalu menatap ke depan dengan senyum lembut. "Biasanya, pagi-pagiku selalu penuh dengan jadwal yang melelahkan. Entah itu latihan, rapat, atau hal-hal lain yang bahkan aku sendiri sudah lupa kapan terakhir kali punya waktu santai seperti ini."

Yuki mendengarkan dengan seksama, lalu dengan lembut menarik Ayaka ke dalam pelukan samping. "Kalau begitu, mulai sekarang kita harus sering-sering seperti ini. Kamu nggak boleh terlalu sibuk sampai lupa menikmati hidup."

Ayaka tersenyum dan mengangguk, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Yuki. "Aku suka versi Yuki yang begini. Yang perhatian, yang lembut, yang selalu ada buat aku."

"Memangnya aku pernah nggak ada buatmu?" Yuki bertanya balik.

Ayaka diam sejenak, lalu menatap Yuki dengan serius. "Pernah… saat kamu kehilangan ingatan. Aku merasa jauh banget dari kamu."

Yuki terdiam, merasa sedikit bersalah. Ia tahu betapa sulitnya bagi Ayaka melihatnya bersama Nana tanpa mengingat hubungan mereka sebelumnya.

Tapi sebelum Yuki sempat mengatakan sesuatu, Ayaka tersenyum lagi dan mencubit pipinya pelan. "Tapi itu dulu. Sekarang aku nggak mau mikirin hal sedih lagi. Yang penting, kamu ada di sini, sama aku."

Yuki menatap Ayaka sejenak sebelum akhirnya menariknya ke dalam pelukan erat. "Aku janji nggak akan ninggalin kamu lagi."

Mereka berdiri di bawah pohon besar, menikmati momen itu dalam diam. Hanya suara angin dan burung yang berkicau yang menemani mereka.

Setelah beberapa saat, Ayaka menarik diri dari pelukan Yuki dan tersenyum nakal. "Oke, sekarang kita harus lari sedikit!"

"Hah? Katanya nggak bisa lari?" Yuki mengerutkan alis.

Ayaka menjulurkan lidahnya. "Aku cuma mau lihat kamu panik."

Yuki tertawa dan tanpa peringatan langsung menggendong Ayaka dengan gaya bridal carry. "Kalau kamu nggak mau lari, aku aja yang lari sambil bawa kamu."

"Hei! Turunin aku!" Ayaka menepuk bahu Yuki, tapi tawanya lepas, menikmati candaan kekasihnya.

"Enggak, kamu terlalu manja, jadi aku hukum dengan menggendongmu keliling taman!"

"Yuki, dasar bodoh!"

Mereka tertawa bersama, menikmati pagi yang seharusnya jadi sesi olahraga, tapi malah berubah jadi momen romantis yang tak terlupakan.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!