Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nervous.
"Kenapa undangan untuk teman-teman kamu tidak jadi di sebarkan?" tanya Adnan. Inilah pertanyaan yang mengganjal di benak Adnan.
"Akan lebih baik jika aku tidak mengundang teman-teman, agar jangan ada yang datang selain Prily. Daripada dicemburui terus-terusan," Sabrina menyindir.
"Bukan begitu maksud aku In, kamu ini berlebihan, aku hanya nggak mau kamu dekat-dekat dengan pria yang suka sama kamu, apa aku salah sih In?" Adnan merasa jika Ina menyudutkan dirinya.
"Ya sudah aku catat di kepala ini, kata-kata Mas Adnan," Sabrina menunjuk kepalanya sendiri. Bukan tidak mau kalah, tetapi cemburu buta yang di tunjukkan Adnan kadang membuat Sabrina pusing.
Perdebatan berakhir setelah wattrees menyuguhkan hidangan. Mereka menyantap makan siang dalam diam. Sesekali Adnan melirik Sabrina yang kurang berselera makan.
"Kok nggak di habiskan..." Adnan berkata lembut.
"Kebanyakan porsinya," kilah Sabrina.
Adnan tidak lagi berkata-kata lantas menghabiskan makan siang, kemudian mereka beranjak pergi.
"Kita mau kemana Mas?" tanya Sbrina. Sebab mobil bukan menuju arah jalanan rumah sabrina maupun rumah mama Fatimah.
"Nanti kamu juga tahu?" Adnan tersenyum.
"Kok pakai rahasia-rahasian segala?" Sabrina mengerucut kan bibirnya. Membuat Adnan gemas.
Mobil meluncur cepat akhirnya melewati jalanan perumahan. Sampai di depan salah satu rumah berlantai dua walaupun tidak terlalu besar, tetapi sangat unik dan menarik perhatian Sabrina.
"Rumah siapa ini Mas?" Sabrina memindai sekeliling. Ketika Adnan mengajaknya ke tempat itu.
"Rumah ini untuk tempat tinggal kita setelah menikah nanti, tapi kalau kamu mau... nanti malam kita boleh kok tidur di sini," kelakar Adnan mengulum senyum.
"Iiihhh... mesum!" sungut Sabrina melengos kemudian masuk lebih dulu.
Adnan terkekeh lalu menyusul calon istrinya.
Sabrina kagum dengan desain furniture, ruang tamu, ruang keluarga, dan juga dapur.
"Kamu lihat-lihat dulu... jika tidak cocok dengan desain nya, bisa kamu rubah, dan atur letak barang-barang rumah ini sesuai keingina kamu." Adnan mengejutkan Sabrina.
"Bagus kok Mas, semua ini yang atur siapa?" Sabrina memindai dapur. Kitchen set, belum lama di pasang, dan juga sudah berisi perabot, meja makan dan lainya pun sudah ada.
"Mama Fatimah yang atur, dari memlih warna, model, dan juga barang yang bagus," tutur Adnan.
"Oh pantas" Sabrina di buat terkesima dengan desain rumah dan fasilitas.
"Kita lihat kamar yuk," Adnan menarik lengan Sabrina melihat satu persatu kamar dan yang terakhir kamar utama.
Adnan langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur, sedangkan Sabrina membuka gorden. Ia memandangi keluar jendela, tidak melihat apapun selain genteng rumah-rumah penduduk, dan ada beberapa pohon.
"Kayak nya ke kurangan pohon ya Mas, bagaimana jika nanti di rooftop kita tanami bonsay," usul Sabrina.
"Ide bagus In, pokoknya nanti aku serahkan ke kamu, atur saja yang menurut kamu nyaman," jawab Adnan. Ternyata sudah berdiri di samping Sabrina.
Sabrina menoleh Adnan, laki-laki di sampingnya ini seperti mempunyai dua kepribadian. Tidak jarang bersikap tenang, lembut, mengayomi, dan karismatik. Namun Sabrina sering di buat bingung jika sudah cemburu rasanya ingin mites.
"Kok kamu lihatin aku sampai begitu? Kenapa, aku ganteng kan?" Adnan tersenyum lalu tanganya melingkar di pundak. Membuat Sabrina seketika menjauh.
"Hais! Kamu cuma di pegang pundaknya saja, kok malah menjauh sih!" Adnan segera menyusul Sabrina keluar dari kamar.
"Yang namanya di kamar, hanya berdua itu, yang ketiganya setan Mas, awalnya hanya memegang tangan, atau apa, tapi... kita ini kan manusia biasa yang bisa hilap," Sabrina menjelaskan.
Adnan terkekeh. "Kita ke balkon dulu yuk," ajak Adnan.
"Lain kali saja, sekarang lebih baik kita pulang" Sabrina tadi sudah berjanji pada Afina ingin bermain di rumah mama Fatimah. Jika tidak di tepati bisa-bisa ia ngambek.
"Tapi ke rumah mama dulu kan?" Adnan pun berpikir sama dengan apa yang Sabrina pikirkan.
"Iya, aku kan sudah berjanji sama Fina tadi" Sabrina sampai di lantai bawah, kemudian ambil tas yang ia letakkan di meja. Menylempang nya kemudian keluar.
Adnan menyusul Sabrina, mengunci pintu rumah, kemudian mereka ke rumah mama Fatimah.
********
"Huaaa... nenek... kuncing aku. Nek..." begitu sampai di mansion. Sabrina di kejutkan oleh tangisan Afina.
"Mas cepetan, kenapa Afina..." Sabrina berjalan cepat menuju taman di belakang rumah. Adnan melempar jaket di sofa tak kalah kaget, segera menyusul Afina.
Sampai di belakang rumah, Afina duduk bersimpuh di depan kandang kucing. Jika malam Kucing hitam Afina di masukkan ke kandang, dan jika siang, di biarkan bermain di taman.
"Afina... kenapa sayang..." Sabrina melihat kucing hitam, yang tergeletak kemudian memegang nya ternyata sudah kaku.
"Bunda... kucing kita mati..." Afina mendongak menatap wajah Sabrina yang masih terpaku di tempat.
"Kucing nya mati tidak ketahuan In" kata Fatimah sejak tadi tidak bisa menghentikan tangis cucunya.
"Mati ya sudah... besok kita cari kucing yang lebih bagus dari ini," Adnan menghibur putrinya.
"Nggak! Fina mau yang ini," Afina berlinangan air mata.
"Ayo, Bunda bilangin," Sabrina menggendong Afina.
"Yang namanya, makhluk hidup di bumi ini, sekuat apapun akan mati, jika Allah sudah berkehendak," Sabrina berkata bijak.
"Hanya, mana yang Allah sayangi maka Allah akan mengambilnya lebih dulu. Termasuk kucing kita. Dia sudah mati berarti Allah sayang padanya," nasehat Sabrina.
"Betul kata Bunda, kucing ini sekarang kita kubur yuk," Adnan menambahkan.
Afina pun mengerti. Adnan lantas menggali lubang di taman, mengubur kucing tersebut. Sabrina dan Afina memandangi kucing untuk yang terakhir kalinya. Kucing yang sudah menjembatani antara Sabrina, Afina, dan Adnan. Hingga akan tercipta menjadi sebuah keluarga.
*******
Di negara A, seorang wanita sedang bersiap-siap akan pulang ke Indonesia. Selain kangen pada keluarga besarnya, juga ingin menghadiri acara pernikahan mantan suami.
"Vid, cepetan bangun dong! Nanti kita ketinggalan pesawat!" wanita itu sejak tadi ngomel-ngomel. Sebab, David sang suami belum juga bangun.
"Bella! Yang benar saja! Sekarang ini masih dini hari," jawab David kesal.
Yah wanita itu adalah Isabbela mantan istri Adnan.
"Cek! David! Kita berangkat ke bandara jam tiga loh, belum mandi, belum yang lain," Bella menarik selimut Davit.
"Iya, iya! Bawel!" David mengalah kemudian beranjak ke kamar mandi.
Tepat jam tiga pagi pasutri itu menumpang taksi menuju bandara.
*********
Seminggu kemudian, tibalah saatnya ijab kabul akan dilaksanakan di masjid dekat kediaman Abdullah.
Saat ini Sabrina sedang dirias MUA ditemani Prily dan juga Sulastri.
"Bu Lastri, waktu mau menikah dengan Pak Arman, gugup nggak?" tanya Sabrina saat sedang dipoles wajahnya.
"Saya kira... semua wanita yang mau ijab kabul, merasakan nervous In, termasuk saya," jujur Lastri.
"Kalau saya... pasti nggak akan merasakan itu Bu" Potong Prily.
"Ah masa?" Sabrina tidak percaya.
"Andai saja wajah saya secantik loe, maupun Bu Lastri In," Prily kagum melihat Sabrina. Tidak dirias pun sudah cantik apa lagi saat ini.
*****
...Semoga bisa menghibur....
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello