Jinwoo seorang prajurit bermasalah dari Korea Selatan, di kirim ke sebuah negara yang sangat kacau, dan banyak hal hal yang tidak terjadi terjadi di sana, negara yang kacau tidak hanya memerlukan tentara, tetapi mereka juga perlu tenaga medis, dan Renata yang merupakan seorang dokter, juga ikut ke sana, dan disanalah, benih benih cinta mereka berdua tumbuh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan Anna
Bandara Internasional Incheon
Choi berdiri di tengah kerumunan, matanya terus mencari sosok yang ia rindukan. Meski pernikahan mereka tidak direstui, cinta yang tumbuh di antara mereka tak pernah luntur. Esok, mereka akan menikah—tanpa kehadiran orang tua, tanpa kemewahan, namun penuh dengan ketulusan.
"Anna!" seru Choi begitu melihat Anna berjalan sendirian dengan koper besar di tangannya.
Anna berlari secepat mungkin, lalu langsung memeluk Choi erat. "Aku merindukanmu... entah karena bayi kita atau karena hatiku memang selalu ingin bertemu denganmu," ucapnya dengan senyum penuh kasih.
Choi tidak bisa menahan air matanya. Bukan senyuman yang ia berikan, melainkan tangis haru yang membuncah. "Aku juga merasakan hal yang sama," bisiknya, membalas pelukan Anna dengan lebih erat.
Anna melepaskan dirinya perlahan, lalu mengusap air mata di pipi Choi. "Apa ini? Kau menangis?" tanyanya lembut.
Choi menatap Anna dalam-dalam. "Aku telah kehilangan begitu banyak orang, tetapi saat semua pergi, kau datang kepadaku... Kau adalah sandaran paling nyaman yang pernah kupunya."
Anna merangkulnya erat. "Sudahlah... sekarang dan selamanya, kita tidak akan terpisahkan," ujarnya, lalu menggenggam tangan Choi dan berjalan bersamanya menuju pintu keluar bandara.
"Kita akan menikah besok. Walau sederhana, aku harap kau menyukainya," ucap Choi sambil menarik koper Anna menuju parkiran.
Anna tersenyum lembut. "Apa pun itu, jika bersamamu, aku pasti menyukainya."
Mereka melangkah bersama, senyum bahagia menghiasi wajah masing-masing.
*
*
*
Kediaman Lee dan Hyejin
Di dalam kamar, Lee tengah merapikan berkas-berkasnya. Setelah melalui banyak kesalahan, kini ia akhirnya mendapatkan kembali tugasnya sebagai seorang kapten. Semua ini berkat ayah Hyejin, yang dengan kebijaksanaannya telah memberinya kesempatan kedua.
Sementara itu, di dapur, Hyejin sibuk menyiapkan hidangan. Ia memasak begitu banyak makanan, padahal hanya mereka berdua di rumah.
"Sayang, makanlah dulu. Jangan pergi dengan perut kosong!" seru Hyejin dari dapur.
Namun, tak ada jawaban. Lee tetap terdiam di dalam kamar, menatap sebuah foto yang Choi edit sebagai kenang-kenangan. Dalam foto itu, mereka semua terlihat bahagia—hingga matanya berhenti pada satu sosok. Renata. Senyuman gadis itu terpampang jelas, seolah membawa kenangan yang tak mudah ia lupakan.
Hyejin menatap pintu kamar dengan dahi berkerut. "Kenapa dia tidak menjawab? Apa dia tidak mendengar?" Dengan penasaran, ia berjalan menuju kamar dan membuka pintu.
Di dalam, ia mendapati Lee yang baru saja menutup kopernya.
"Kenapa kau masuk?" tanya Lee sambil buru-buru mengusap air matanya.
Hyejin mendekat. "Kau kenapa? Apa kau sedih karena harus kembali bertugas dan meninggalkanku?" tanyanya, mencoba mengusap air mata Lee.
Namun, Lee menghindar. "Aku tidak apa-apa. Dan kau harus tahu, aku bahagia bisa kembali bekerja." Ia berhenti sejenak, seolah ingin melanjutkan ucapannya, tapi kemudian mengurungkannya.
Hyejin hanya tersenyum pahit. "Ya, aku tahu ini adalah impianmu. Itu sebabnya aku meminta Ayah untuk menerimamu kembali," ucapnya sambil merapikan seragam Lee.
Lee menatapnya sekilas, lalu berkata, "Masakanmu gosong."
Setelah itu, tanpa menoleh lagi, ia mengambil koper dan pergi begitu saja.
Hyejin menatap kepergiannya dengan perasaan sesak. "Kau mau ke mana? Aku sudah memasak. Setidaknya, makanlah dulu," ucapnya setengah berteriak.
Namun, Lee tak menghiraukannya. Dengan cepat, ia mengenakan sepatunya dan meninggalkan rumah tanpa satu pun kata perpisahan.
*
*
*
Di Rumah Choi
Tok... Tok...
Anna segera membuka pintu. "Ya?"
Di hadapannya, berdiri seorang pria dengan seragam rapi.
"Apakah Choi ada?" tanya Lee singkat.
"Sayang, Kapten Lee datang," seru Anna ke dalam rumah.
Choi keluar dan menatap sahabatnya itu. "Kau berangkat bertugas hari ini?" tanyanya, memperhatikan seragam yang melekat di tubuh Lee.
Lee menyerahkan sebuah hadiah. "Selamat atas pernikahan kalian... dan juga si kecil yang akan segera hadir," ucapnya tulus.
Choi menerima hadiah itu dengan senyum. "Dan selamat juga atas kembalinya jabatanmu sebagai kapten."
Lee tersenyum kecil, meskipun ada sesuatu dalam dirinya yang enggan ia ungkapkan. Namun, kehangatan persahabatan mereka masih sama seperti dulu.
Meski demikian, Lee tidak menyapa Anna. Entah karena canggung atau karena alasan lain, Choi pun tak sepenuhnya mengerti.
*
*
*
Di Rumah Renata
"Naya, mulai sekarang ini adalah rumahmu. Jika kau pulang sekolah besok, kau bisa langsung ke sini. Atau jika ingin, kau juga bisa datang ke rumah sakit," ucap Renata sambil merapikan rambut gadis kecil itu.
Naya menatap Renata dan Rafael dengan mata berbinar. "Aku akan tinggal di sini? Ini rumahku?" tanyanya penuh haru.
Renata mengangguk. "Ya, sayang. Ini rumahmu. Kau boleh membawa teman atau siapa pun yang kau mau."
Mata Naya mulai berkaca-kaca. "Ini pertama kalinya... pertama kalinya aku punya rumah yang layak dan tinggal bersama orang tua yang baik," bisiknya sambil menatap Rafael.
Rafael merasakan sesuatu dalam tatapan itu. "Kenapa, sayang?" tanyanya lembut.
Tanpa menjawab, Naya berlari ke arahnya dan memeluknya erat. "Ayah..." katanya lirih. "Selama ini, aku tidak pernah bisa mengucapkan kata itu... tapi sekarang aku bisa. Ayah..." Air mata mengalir di pipinya.
Rafael mengusap kepala Naya dengan lembut, matanya pun basah. "Iya, Nak... Ayah di sini. Kau tidak perlu menangis, Ayah akan selalu ada untukmu," ucapnya sambil menepuk pelan pundak putri kecilnya.
Renata tersenyum melihat mereka. "Benar ternyata... cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya."
*
*
*
Pagi di Korea Selatan
Hari yang dinanti akhirnya tiba.
Di sebuah gereja kecil, Choi dan Anna mengucap janji suci mereka. Tidak ada tamu undangan, tidak ada perayaan besar. Hanya mereka berdua, disaksikan Tuhan dan janji yang mereka genggam erat.
Setelah resmi menjadi suami istri, mereka berjalan pulang dengan hati yang penuh kebahagiaan.
"Setelah sampai rumah, buatkan aku mi instan yang enak," ucap Anna manja sambil menggandeng tangan Choi.
Choi tersenyum, mengusap wajah istrinya dengan lembut. "Baiklah, aku akan membuatkan sesuatu yang spesial untukmu."
Tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari belakang mereka.
"Selamat atas pernikahan kalian," ujar seseorang sambil membawa buket bunga.
Anna menatap wanita itu dengan kening berkerut. "Siapa kau?"
Wanita itu tersenyum tipis. "Hyejin. Aku istri Lee."