NovelToon NovelToon
Ketika Kesabaran Berakhir

Ketika Kesabaran Berakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Mengubah Takdir
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nurulina

Lestari, yang akrab disapa Tari, menjalani hidup sebagai istri dari Teguh, pria yang pelit luar biasa. Setiap hari, Tari hanya diberi uang 25 ribu rupiah untuk mencukupi kebutuhan makan keluarga mereka yang terdiri dari enam orang. Dengan keterbatasan itu, ia harus memutar otak agar dapur tetap mengepul, meski kerap berujung pada cacian dari keluarga suaminya jika masakannya tak sesuai selera.

Kehidupan Tari yang penuh tekanan semakin rumit saat ia memergoki Teguh mendekati mantan kekasihnya. Merasa dikhianati, Tari memutuskan untuk berhenti peduli. Dalam keputusasaannya, ia menemukan aplikasi penghasil uang yang perlahan memberinya kebebasan finansial.

Ketika Tari bersiap membongkar perselingkuhan Teguh, tuduhan tak terduga datang menghampirinya: ia dituduh menggoda ayah mertuanya sendiri. Di tengah konflik yang kian memuncak, Naya dihadapkan pada pilihan sulit—bertahan demi harga diri atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan yang sejati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurulina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26

Tari yang duduk di pojok ruangan, akhirnya hanya bisa menarik napas panjang. "Tidak usah khawatir," pikirnya, "biar saja, aku sudah terbiasa." Namun, meskipun ia mencoba tetap tenang, sedikit rasa kecewa muncul dalam hatinya, terbesit begitu saja.

"Ohh, ibu memang sengaja gak beli buat dia," sahut Bu Ayu dengan tenang, sambil menyendok sepotong ayam ke piringnya sendiri. "Sebagai bentuk hukuman untuk menantu yang telah durhaka pada mertua." Suaranya terdengar seperti sebuah keputusan yang sudah dipikirkan matang-matang, tanpa sedikit pun rasa penyesalan.

Mendengar itu, Tari hanya bisa tersenyum miris, sebuah senyum yang penuh dengan kepahitan. Eee buseeet, pikirnya, tega banget mertuaku itu.

Ia ada, tapi tidak dianggap. Bahkan sampai jam segini, ia masih saja terjebak mengerjakan pekerjaan rumah yang tak ada habisnya. Namun apa balasannya? Satu potong ayam pun tidak disisakan untuknya.

Tari merasa kesal, tetapi lebih dari itu, ia merasa dihina. "Bikin kesel saja!" gumamnya dalam hati, berusaha menahan emosi yang mulai memuncak. Tak terbayangkan betapa lelahnya ia, baik fisik maupun batin, namun segala pengorbanan itu tak mendapatkan penghargaan yang seharusnya.

"Ya udah, Mbak Tari, pizza-nya aja ya? Nanti ayamnya kongsi sama aku," kata Bayu dengan niat baik, sambil bersiap-siap mengambil potongan pizza terakhir yang masih tersisa di kotak.

Namun, tanpa memberi kesempatan, dengan gesit Sinta langsung menyambar potongan pizza itu dan memasukkannya ke piringnya sendiri. "Hehe, maaf, aku duluan!" serunya sambil tertawa kecil, seolah itu hal yang wajar saja.

"Potongan terakhir buat Sinta, Bayu!" seru Sinta dengan suara riang, sambil mencubit potongan pizza terakhir dan menatap Bayu dengan mata berbinar.

"Eh, dek, kamu kan udah makan," kata Bayu dengan nada sedikit serius, merasa tak adil jika Sinta terus mengambil jatah pizza. "Berilah itu ke Mbak Tari," lanjutnya, mencoba memberi pengertian.

Namun, Sinta malah melengos, menjulurkan lidahnya dengan ekspresi kekanak-kanakan. "Gak mau, weeeeeeek!" serunya dengan nada mengejek, sebelum berlari cepat menuju kamarnya, meninggalkan Bayu yang hanya bisa terdiam.

Tari, yang menyaksikan adegan itu dari kejauhan, hanya bisa menatap dengan perasaan campur aduk. Apa lagi yang harus dihadapinya? Sebuah senyum pahit muncul di bibirnya, meski hatinya merasa semakin berat.

Bayu mendengus pelan, merasa tidak enak dengan sikap Sinta yang sangat kekanak-kanakan. Perlahan, ia pun mendekati kakak iparnya yang sedang duduk di pojok ruangan.

"Mbak, kongsi sama aku aja ya," seru Bayu dengan tulus, mencoba menawarkan potongan pizza yang masih tersisa.

Tari pun tersenyum manis, meski hatinya agak berat. "Gak usah, Bayu, buat kamu aja. Mbak udah makan kok tadi, masih kenyang," tolaknya dengan halus, sambil menyandarkan punggungnya pada kursi.

Meski Tari merasa enggan untuk mengambil makanan itu, ia benar-benar menghargai perhatian Bayu. Sejauh ini, hanya Bayu yang selalu bersikap baik padanya. Tanpa banyak kata, Bayu sudah menunjukkan bahwa ia peduli, bahkan di tengah ketegangan yang sering muncul di keluarganya.

Tari sudah menganggap Bayu seperti adiknya sendiri. Di tengah situasi yang penuh dengan ketidakadilan, perhatian kecil seperti ini terasa seperti oase di padang pasir.

"Udahlah Bayu, kamu itu terlalu berlebihan pada Tari. Atau jangan-jangan kamu suka ya sama istri kakakmu itu?" tukas Bu Ayu dengan nada sinis, langsung menuduh tanpa berpikir panjang. Bukan apa-apa, menurutnya sikap Bayu yang terlalu baik kepada Tari sudah melewati batas, bahkan mencurigakan.

Wajah Bayu langsung berubah merah padam, dan Tari pun tak kalah sewot. Keduanya langsung berpandangan, seakan mendengar tuduhan yang tak masuk akal itu. Bayu terdiam sejenak, canggung, sementara Tari, yang sudah cukup terbiasa dengan tuduhan-tuduhan semacam itu, menatap Bu Ayu dengan kesal.

"Benar begitu, Bayu? Kamu suka sama istri mas?" tanya Teguh dengan tatapan tajam, menilai setiap gerak-gerik adiknya. Suara beratnya menggema di ruang makan, menambah ketegangan yang sudah terbentuk.

Bayu, yang sudah merasa cukup kesal dengan situasi yang semakin memburuk, hanya bisa mendengus keras. "Memang gila otak orang di rumah ini," gumamnya dengan kesal. Tak ingin terjebak dalam drama yang semakin rumit, ia memutuskan untuk pergi. Dengan langkah cepat, ia langsung berbalik dan menuju kamarnya, memilih untuk menghindari pertengkaran lebih lanjut.

Tari yang sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi, berdiri dari kursinya dan menatap Bu Ayu dengan tatapan tajam. "Ck, bisa-bisanya kamu nuduh yang nggak- nggak terhadap kami, Mas!" serunya dengan nada kecewa yang sangat jelas. Rasa kesal yang sudah lama terpendam akhirnya meledak, dan kali ini, ia tidak bisa diam lagi.

Suasana semakin tegang, dan hanya kedipan mata yang saling bertukar antara Tari dan Bayu yang menunjukkan bahwa mereka mulai kehilangan sabar.

"Enak sendiri, padahal ada istrinya tak jauh darinya. Bisa- bisanya makan enak sendirian dan mengabaikan istrinya." sarkas Tari.

"Ya habis, sikap Bayu tak wajar kepadamu, Tari! Kau beri apa terhadap anakku itu!" tukas Bu Ayu dengan sewot, matanya melotot penuh kecurigaan. Tari bisa merasakan betapa emosinya Bu Ayu semakin memuncak, seakan segala hal yang terjadi adalah salah dirinya.

Tari menghela napas dalam hati. Tak ingin terjebak dalam tuduhan-tuduhan yang semakin jauh dari kenyataan, ia pun menjawab dengan penuh kesabaran, meskipun hatinya mendidih. "Sikap Bayu itu masih wajar sebagai manusia waras, Bu," jawabnya dengan nada datar, namun tegas. "Yang tak wajar itu sikap Mas Teguh yang sedang asik makan enak sendiri, padahal ada istrinya tak jauh darinya. Bisa-bisanya makan enak sendirian dan mengabaikan istrinya."

"Heh, wajar saja kami begini, kamu itu selalu membangkang kami, Tari. Malas lah ibu baik-baikin kamu!" hardik Bu Ayu dengan nada tinggi, tampaknya semakin kehilangan kesabaran. Matanya penuh dengan amarah, dan setiap kata yang keluar seakan tajam menusuk.

Tari, yang sudah terlalu sering mendengar tuduhan itu, tak bisa menahan emosinya lagi. "Ibu selalu nuduh aku membangkang kan? Nih, aku tunjukin artinya membangkang yang sesungguhnya," seru Tari dengan suara yang penuh kesal, tanpa mempedulikan keadaan sekitar.

Dengan emosi yang memuncak, Tari mulai melempar-lempar baju yang baru saja dilipatnya. Setiap lemparan seakan melampiaskan seluruh perasaan kecewa dan marah yang terpendam. Baju-baju yang tadi ia cuci dan lipat dengan susah payah kini jatuh berserakan di lantai, menciptakan pemandangan yang jauh dari rapih.

Suasana pun semakin tegang. Tari berdiri di tengah-tengah ruangan, napasnya terengah-engah, sementara Bu Ayu hanya bisa menatapnya dengan penuh kemarahan.

"Hehh, apa yang kau lakukan, Tari?!" pekik Bu Ayu, suaranya melengking tinggi penuh kemarahan. Wajahnya memerah, seolah tak percaya dengan sikap Tari yang begitu berani melawan.

"Ya ini, bentukan melawan ibu mertua," jawab Tari dengan sarkasme yang tajam, sambil melangkah maju, membawa baju miliknya yang masih terlihat rapi, meskipun sekarang ada sedikit rasa jengkel yang tertinggal. "Ibu rapiin sendiri tuh bajunya!" tukasnya, sebelum berbalik, tanpa memberi kesempatan untuk Bu Ayu membalas.

Dengan langkah yang cepat, Tari berlalu menuju kamarnya. Ia merasa cukup lelah dengan segala ketegangan ini, dan saat pintu kamar hampir tertutup, ia menambah kekuatan untuk menutupnya dengan sedikit keras.

Blamm!

Suara pintu yang tertutup keras itu menggema di rumah, menciptakan suasana yang semakin sunyi. Tari berdiri di balik pintu, mencoba menenangkan dirinya, meskipun perasaan marah dan kecewa masih menggelora. Ia merasa terperangkap dalam situasi yang tak pernah ia pilih, namun tetap harus dihadapi.

1
Wanita Aries
Suka ceritanya..
Semangat thor
Wanita Aries
Naudzubillah dpt laki pelit amit2 dah
Wanita Aries
Gila aj dkasih cm 25rb. Uang saku ankq yg SMP itu
Diah Ratna
ceritanya bagus,thor .
Sulfia Nuriawati
udah d perbudak msh mw bertahan helloooo cinta blh goblok jgn y sayang, bersikap lah tunjuk kan bahwa km pny harga yg lbh dr pelakor jg suami g pny otak itu,mn pelit lg dih ogah bnget😡😡😡
Sulfia Nuriawati
Luar biasa
Nurulina: makasi yaaa🥰
total 1 replies
Aerilyn Bambulu
Aku nunggu update terbaru setiap harinya, semangat terus author!
Nurulina: Waaah makasih yaaaw😍
total 1 replies
Phoenix Ikki
Aku tumpahkan air mata gara-gara endingnya😢
Kazuo
Bikin nagih bacanya 😍
Nurulina: waaah, makasih yaaa🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!