Di tahun 2145, dunia yang pernah subur berubah menjadi neraka yang tandus. Bumi telah menyerah pada keserakahan manusia, hancur oleh perang nuklir, perubahan iklim yang tak terkendali, dan bencana alam yang merajalela. Langit dipenuhi asap pekat, daratan terbelah oleh gempa, dan peradaban runtuh dalam kekacauan.
Di tengah kehancuran ini, seorang ilmuwan bernama Dr. Elara Wu berjuang untuk menyelamatkan sisa-sisa umat manusia. Dia menemukan petunjuk tentang sebuah koloni rahasia di planet lain, yang dibangun oleh kelompok elite sebelum kehancuran. Namun, akses ke koloni tersebut membutuhkan kunci berupa perangkat kuno yang tersembunyi di jantung kota yang sekarang menjadi reruntuhan.
Elara bergabung dengan Orion, seorang mantan tentara yang kehilangan keluarganya dalam perang terakhir. Bersama, mereka harus melawan kelompok anarkis yang memanfaatkan kekacauan, menghadapi cuaca ekstrem, dan menemukan kembali harapan di dunia yang hampir tanpa masa depan.
Apakah Elara dan Orion mampu m
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Kebangkitan yang Terlambat
Dunia seakan runtuh di sekitar mereka. Gelombang ledakan itu tidak hanya menghancurkan Norvalis, tetapi juga memecah segala bentuk harapan yang pernah ada. Namun, di tengah kegelapan dan reruntuhan yang menyesakkan, ada satu hal yang lebih mematikan daripada api yang menyala: keputusasaan yang semakin mendalam.
Elara terjatuh ke tanah setelah ledakan terakhir, tubuhnya terguncang oleh getaran yang melanda seluruh fasilitas. Suara tumpukan puing-puing yang berjatuhan menjadi latar belakang yang hampir mematikan. Namun, di balik kebisingan itu, ia masih bisa mendengar nafas Ardan yang terengah-engah di sampingnya.
“Kita harus segera pergi… ini belum selesai,” suara Ardan terdengar serak, penuh kelelahan.
Namun, Elara tidak bisa menjawab. Tubuhnya terasa lemah, terluka parah, dan ada perasaan dingin yang merayap melalui setiap sendinya. Semua yang mereka hadapi, semua pengorbanan yang telah mereka lakukan, seakan tidak membawa mereka lebih dekat ke kemenangan. Apa yang mereka hancurkan, apa yang telah mereka matikan, ternyata hanya bagian dari permainan yang lebih besar.
“Elara…” Ardan meraih tangannya, memaksanya untuk bangun. “Ini bukan saatnya untuk menyerah. Kita masih punya satu kesempatan.”
Elara mendongak ke arahnya, matanya penuh dengan keputusasaan. “Bagaimana kita bisa melanjutkan? Cassandra… dia masih hidup. Dia tahu lebih banyak daripada yang kita kira. Apa yang kita hancurkan, ternyata hanya membuka jalan bagi sesuatu yang lebih buruk.”
Ardan menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan kegelisahannya. “Cassandra bukan hanya ancaman, dia adalah bagian dari sistem yang lebih besar. Eden belum runtuh. Kita harus bergerak cepat, menghentikan semua ini sebelum menjadi lebih parah.”
Elara tahu Ardan benar, meskipun dia tidak ingin menghadapinya. Apa yang telah mereka hadapi di Norvalis hanyalah lapisan luar dari kekuatan jahat yang menguasai dunia ini. Cassandra mungkin telah kalah, tetapi ada banyak bagian dari Eden yang belum dihancurkan. Mereka hanya menyentuh permukaan dari masalah yang jauh lebih dalam.
“Kita harus menemukan inti dari semuanya,” Elara berkata, suaranya dipenuhi tekad. “Jika Eden tidak hancur sampai ke akar-akarnya, kita tidak akan pernah bebas.”
Dengan segenap tenaga yang tersisa, mereka mulai bergerak menuju pintu keluar yang tersembunyi, menuju tempat yang mereka harap bisa memberi mereka kesempatan untuk bertahan hidup dan melawan lebih jauh. Tapi mereka tahu, ada sesuatu yang lebih besar yang mengintai mereka, menunggu di luar sana.
---
Ketika mereka keluar dari reruntuhan Norvalis, mereka menemukan dunia yang sangat berbeda. Semua yang dulu mereka kenal telah hancur oleh ledakan dan perang. Kota-kota terbakar, tanah dipenuhi dengan mayat, dan langit yang tadinya biru kini dipenuhi oleh asap dan kabut tebal. Dunia ini bukan lagi tempat yang mereka kenal. Eden telah menorehkan jejaknya, menghancurkan segalanya di jalurnya.
“Apa yang terjadi?” Mira, yang ternyata selamat, muncul dari balik bangunan yang runtuh. Tubuhnya berdarah, dan wajahnya pucat pasi. “Kami hampir mati di sana. Apa yang terjadi di dalam?”
Elara menggenggam tangan Mira dengan erat. “Kita harus bergerak cepat. Cassandra mungkin sudah kalah, tetapi itu tidak berarti kita menang. Masih ada banyak bagian dari Eden yang harus dihancurkan.”
Mira mengangguk, tetapi matanya penuh kecemasan. “Eden masih punya pasukan yang tersebar di seluruh dunia. Bahkan jika kita berhasil mengalahkan Cassandra, kita belum bisa menghentikan kekuatan mereka. Mereka jauh lebih kuat dari yang kita kira.”
“Kita tahu itu,” kata Ardan, wajahnya serius. “Tapi kita tidak punya pilihan lain. Jika kita tidak menghentikan mereka di sini, mereka akan menghancurkan lebih banyak dunia lagi.”
Namun, keputusasaannya semakin nyata. Mereka tahu pertempuran ini jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan. Mereka bisa saja hancur, atau dunia ini bisa jatuh lebih dalam ke dalam kekacauan yang tidak akan pernah bisa dihentikan.
Tiba-tiba, suara ledakan lainnya mengguncang tanah di bawah kaki mereka, dan sebuah pesawat tempur besar meluncur di atas mereka, melesat dengan kecepatan tinggi. Tanpa mereka sadari, pasukan Eden yang masih tersisa mulai melancarkan serangan balasan.
“Kita harus segera bergerak,” Elara berteriak, menarik mereka untuk berlari ke tempat yang lebih aman. “Ini belum selesai. Kita akan melawan sampai akhir.”
Namun, meskipun mereka berlari dengan segenap tenaga, mereka tahu bahwa pertarungan ini belum berakhir. Bahkan jika mereka bertahan hidup, dunia yang mereka tinggalkan sudah tidak sama lagi. Eden masih ada, dan lebih dari itu, mereka masih harus menghadapi kejahatan yang jauh lebih besar—kekuatan yang mengendalikan dunia mereka dengan tangan besi.
---
Kembali ke markas Eden, Cassandra duduk di ruang pengendalian, matanya memandang layar yang menampilkan kehancuran yang telah mereka sebabkan. Wajahnya terlihat tenang, meskipun seluruh dunia hancur di luar sana. Baginya, itu adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.
“Kalian pikir kalian bisa menghentikan saya?” Cassandra berbicara dengan suara yang begitu datar, seakan tidak ada apa pun yang bisa merubah takdir yang sudah ditulis. “Dunia ini sudah ada di bawah kendali saya. Apa yang kalian hancurkan hanya bagian kecil dari sistem yang jauh lebih kuat.”
Di sekelilingnya, layar-layar menunjukkan bahwa kekacauan yang terjadi di luar adalah bagian dari rencananya yang lebih besar. Eden tidak hanya mengontrol beberapa wilayah, mereka mengontrol seluruh dunia, dengan kekuatan yang tersebar di setiap sudut.
“Mereka akan datang,” suara Cassandra terdengar tenang, tapi ada kebanggaan yang tercermin di wajahnya. “Semua yang mereka coba hancurkan, hanya akan mempercepat akhir mereka.”
Di luar markas Eden, Elara dan timnya berlari menuju titik berikutnya, menghindari serangan dari pasukan musuh. Mereka tahu bahwa pertempuran ini belum selesai. Jika mereka ingin bertahan hidup dan menyelamatkan dunia, mereka harus menghancurkan Eden sekali dan untuk selamanya. Namun, semakin mereka menggali, semakin jelas bahwa mereka berhadapan dengan sesuatu yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.
Eden bukan sekadar sebuah organisasi. Itu adalah sistem, sebuah mesin yang telah menggerakkan dunia selama bertahun-tahun, dan hanya dengan menghancurkan setiap bagiannya, mereka bisa berharap untuk menghentikan kehancuran yang lebih besar.
---
Elara dan timnya terus maju. Mereka tahu ini akan menjadi perjalanan panjang yang penuh dengan pengorbanan. Namun, di balik semangat yang terbangun di dalam diri mereka, ada satu hal yang semakin jelas—pertarungan ini bukan hanya untuk mereka, tetapi untuk setiap orang yang masih memiliki harapan. Dunia ini bisa saja hancur, tetapi jika mereka berjuang bersama, ada sedikit peluang untuk membalikkan keadaan.
Mereka tidak akan menyerah. Selama masih ada hidup, masih ada harapan. Dan harapan itulah yang akan membawa mereka menuju kemenangan.
To be continued...