Menantu Yang Di Remehkan

Langkah Jiro di kantor agensi milikinya Extra Team Agency di Korea, membuat para karyawan di sana sedikit tegang. Biasanya Jiro datang sebagai model di sana, agensi model yang baru di rintis satu tahun lalu itu kini sudah beberapa orang ikut agensinya.

Tuan Park sang direktur agensi tersebut mengikuti langkah cepat Jiro, laki-laki yang berwajah dingin dengan tatapan tajam menusuk. Tuan Park mempersilakan Jiro lebih dulu masuk ruang kantornya, meski itu ruangannya tapi jika Jiro menjadi bosnya maka dia yang kini jadi bawahannya.

"Ada kabar apa di kantor?" tanya Jiro.

"Di sini baik-baik saja tuan, tapi waktu itu ada seorang perempuan memaksa ingin bertemu dengan anda. Dia berasal dari Asia Tenggara," jawab tuan Park.

"Hmm, perempuan?"

"Ya, dan dia memaksa ingin bertemu anda," jawab tuan Park lagi.

"Kapan kamu buat jadwal bertemu denganku?" tanya Jiro lagi duduk di sofa.

"Saya katakan besok lusa, karena anda harus di beritahu lebih dulu. Anda ada di Jepang, jadi menurut saya membuat jadwal lebih dulu," jawab tuan Park lagi.

"Bagaimana kalau sekarang? Apa dia bisa di hubungi?"

"Sebentar, sepertinya dia memberikan kartu nomor telepon di mana dia tinggal saat ini. Katanya dia satu bulan berada di Korea dan ingin menemui anda," jawab tuan Park.

Laki-laki bermata sipit dengan memakai baju jas lengkap abu-abu itu berjalan menuju meja kerjanya. Jiro memperhatikan gerak gerik tuan Park dari sofa, melihat seisi ruang kantor tersebut.

Kendo masuk ke dalam dengan membawa beberapa berkas di tangannya, berbisik pada bosnya dan Jiro hanya mengangguk saja. Tuan Park pun kembali dengan menyerahkan kartu nama di tangannya.

"Hubungi dia, suruh dia datang ke kantor agensi. Aku menunggunya," kata Jiro.

"Sekarang tuan?"

"Ya, waktuku tidak banyak. Cepat hubungi dia, satu jam lagi aku harus pergi ke Jepang lagi," ucap Jiro.

"Ah ya, akan saya hubungi nona itu."

Tuan Park pun menghubungi seseorang yang di maksud. Setelah berbicara sebentar di telepon, tuan Park memutusnya.

"Katanya dia akan datang sekarang tuan, tidak jauh tempatnya dari kantor ini," ucap tuan Park.

"Hmm."

"Anda ingin saya ambilkan sesuatu?" tanya tuan Park.

"Kopi saja."

"Baiklah, saya ambilkan kopi dia gelas untuk tuan Kendo."

Setelah berkata seperti itu, tuan Park pun keluar dari ruangan tersebut. Kendo pun membuka pembicaraan.

"Tuan, sepertinya memang kita harus kembali. Tuan Inezaki tadi menghubungi saya ingin bertemu dengan anda," ucap Kendo.

"Kamu katakan apa?"

"Saya belum mengatakan apa pun, anda belum pasti di Korea berapa hari," jawab Kendo.

"Baiklah. Besok malam saja bertemunya, katakan jangan membawa orang-orangnya karena tidak ada niat untuk berperang," ucap Jiro.

"Ya tuan."

Jiro melirik jam di tangannya, kopi yang dia minta sudah ada di meja. Setengah jam dia menunggu perempuan yang di maksud adalah Rania.

Karena memang dia sedang menunggu gadis itu, Jiro memang ingin bertemu dengan kakak dari kekasihnya. Dan tak lama, pintu terbuka. Masuk tuan Park dan Rania dengan penampilan yang cukup elegan.

Perempuan itu melangkah mendekati sofa, berdiri menatap sekeliling ruang kantor tuan Park lalu matanya beralih pada Jiro yang sedang duduk dengan tenang.

Kali ini pandangannya lekat karena penampilan Jiro tidak sama dengan dulu datang ke rumahnya yang mengacaukan acara pertunangan adiknya. Perempuan itu benar-benar takjub dengan Jiro, laki-laki tampan berwajah dingin serta memakai baju jas lengkap. Penampilan berbeda sekali dari apa yang pernah dia lihat sebelumnya.

Meski rambutnya sebahu di ikat sedikit, tapi ketampanan laki-laki itu membuat Rania terpesona sejenak. Jiro menatap Rania dan tersenyum tipis.

"Ehem!"

Suara deheman mengejutkan dari Kendo menyadarkan Rania.

"Silakan duduk nona," kata Kendo dengan sopan.

Rania pun duduk di depannya, sedikit menciut nyalinya melihat Jiro duduk tenang di hadapannya sambil menatapnya.

"Ada perlu apa anda datang menemui ku nona Rania?" tanya Jiro dengan bahasa Inggrisnya.

"Heh, apa benar anda Jiro yang telah membawa kabur adikku?" tanya Rania sedikit sinis pada laki-laki itu.

"Kenapa anda ingin tahu? Apa anda mengkhawatirkan adik anda?" tanya Jiro.

"Tentu saja, tapi sepertinya anda seorang model yang berbakat ya. Menyuruhku datang kesini, anda seorang bos?" tanya Rania seakan menyelidiki.

"Menurutmu?"

"Bos dari Jepang. Anda seorang pemilik agensi ini dan beberapa perusahaan di Jepang, waah ternyata anda bukan orang sembarangan. Tapi, kenapa anda menyukai adikku? Dia itu gadis yang bodoh, dia itu ..."

"Cukup. Nona tidak perlu menjelaskan apa pun tentang Namira, dia istriku. Jadi siapa pun yang menghina istriku itu orang yang sangat bodoh," ucap Jiro sedikit menajam tatapannya.

"Apa? Istri? Dari mana kamu menganggap istri? Bahkan kamu hanya membuat dia terpaksa menikah, lagi pula siapa yang percaya kalau adikku itu menikah denganmu? Tidak ada bukti lain kamu menikahi adikku, bodoh sekali menikahi dia. Bahkan dia tidak akan bisa menggantikanmu menjadi seorang bos. Hanya aku yang pandai berbisnis, dia hanya gadis bodoh yang tidak bisa apa-apa," ucap Rania dengan sinis.

Sungguh naif pikirnya jika Jiro menyukai adiknya, Namira adalah gadis yang polos dan tidak tahu apa pun. Dan dia tidak yakin papa dan mamanya menyayangi adiknya.

Dengan pikirannya itu, Rania pun berdiri dan mendekati Jiro. Berdiri di depannya, Kendo seakan mengerti dia pun pergi dari ruangan itu. Jiro sendiri diam saja dengan tenang, menatap Rania berdiri di depannya.

"Kamu mau apa?" tanya Jiro dengan mengangkat kakinya dan di tumpang di satu kakinya.

Rania tersenyum, dia duduk di samping Jiro. Seakan dia berani akan melakukan sesuatu, jarak duduknya tidak jauh. Bahkan kakinya menempel pada kaki Jiro dan laki-laki itu diam saja.

"Kamu tahu, aku ini lebih pintar dan cerdas dalam berbisnis. Kualitas diriku lebih baik dari adikku itu, apa kamu tidak tertarik padaku?" tanya Rania dengan tangan menempel di dada Rania.

"Hahah! Kamu sedang merayuku?" tanya Jiro tertawa keras.

"Ya, bukankah seorang bisnis yang handal dan memiliki banyak perusahaan lebih memerlukan pasangan yang cerdas dalam berbisnis?" tangan Rania merambah dagu Jiro.

Laki-laki itu terdiam dengan wajah datar, melihat tangan Rania membelai pipinya lalu menatap wajah Rania beberapa senti di wajahnya.

"Apa kamu mau jadi perempuan murahan? Bahkan jika kamu mau jadi pelacurku, aku tidak tertarik padamu."

Setelah bicara seperti, Jiro pun berdiri menepis tangan Rania dengan tatapan tajam pada gadis itu.

"Jika kamu mau jadi pelacur, akan aku tunjukan di mana tempat yang sangat berani mahal membayar tubuhmu itu. Tidak perlu repot merayu adik iparmu ini."

Setelah berkata seperti itu, Jiro pun pergi melangkah meninggalkan Rania yang terpaku mendengar ucapan Jiro tersebut. Wajahnya memerah menahan malu, dia pun berteriak marah.

"Aargh! Sialan! Dasar laki-laki brengsek!"

_

_

******