Anggita Dewi Asmara setelah kehilangan kedua orang tuanya ,kini Anggita tinggal memiliki seorang adik bernama Anjas Dwi Bagaswara adik laki laki satu satunya yang ada di dunia ini .
Namun , satu tahun yang lalu , Anjas divonis menderita jantung koroner hingga di haruskan menjalani perawatan intensif yang membutuhkan biaya ratusan juta setiap bulannya . dan Anggita tidak memiliki uang sebanyak itu , setelah keluarganya hancur dan menjadikan dirinya dan adiknya harus menjalani kehidupan yang sangat sederhana .
dan suatu hari datang seorang pria datang mengulurkan tangan padanya . dia bernama Maxsim putra Samudra , seorang presdir BIRTH AND MEETING GROUP . Yang memang sedang membutuhkan seorang istri kontrak untuk menghindari perjodohan .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26 kelinci kecil
" Kami tidak menuduh Birdt And Meeting membuat kecurangan . Tapi mungkin ada individu atau kelompok yang sengaja melakukan kecurangan dan merugikan Birdt And Meeting ." pungkas Anggita yang membuat Direktur Joni semakin gelagapan .
"Kalian berkali kali membuat dugaan tanpa bukti . Tidak tahukah jika hal itu juga dapat di perkarakan di pengadilan ." seru Direktur Joni .
Maxsim memberinya tatapan dingin . Dirwktur Joni beringsut dan diam . Reymond yang melihat tanda dari Tuannya segera mengeluarkan map cokelat dari dalam tas yang di bawanya .
"Direktur Joni , kamu bisa membacanya dengan hati hati ." mendengar ucapan Reymond raut wajah Direktur Joni semakin rumit . Direktur Joni meraih dan membuka isi map coklat itu dengan hati hati .lalu secara bertahap tangannya membeku dan kertas kertas di tangannya berjatuhan ke lantai .
Bukti pemalsuan transaksi dan laporan rekening orang yang menunjukan aktivitas tidak wajar . Itu semua adalah bukti yang mengungkap apa yang telah di lakukan oleh Direktur Joni .
"Apa masih kurang ?." tanya Maxsim dengan nada dingin .
Direktur Johan langsung berdiri dari tempat duduknya dan meminta maaf sambil berlutut . Dia menangis sambil tersedu sedu berusaha mendapatkan pintu maaf , tapi Maxsim bukan orang yang mudah melepas orang yang mencari masalah dengannya .
"Kapan polisi datang .?" tanya Maxsim .
Pertanyaan itu membuat Direktur Joni terkejut membuat nafasnya sempat berhenti dua detik .
"Mungkin , sebentar lagi akan segera sam...." belum sempat Rey menyelesaikan ucapannya tiba tiba pintu terbuka dan memperlihatkan tiga orang berpakaian seragam biru memasuki ruangan .
"Maafkan saya Presdir . Tolong beri saya kesempatan sekali lagi . Saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama ." mohon Direktur Joni.
Namun demikian permohonan Direktur joni tidak akan merubah keputusan Maxsim . Ketiga anggota kepolisian segera membawa Direktur Joni dan sekretarisnya pergi dari ruangan itu .
Sekarang di dalam ruangan itu tinggal tersisa empat orang . Anggita ,Maxsim ,Sinta dan Reymond , tapi tidak ada yang bicara dari mereka sampai detik ini. Karena selain rasa terkejut yang ada di hati mereka dengan apa yang terjadi .
Jangankan Sinta , Anggita sendiri tidak pernah menyangka Maxsim telah memiliki bukti atas tindakan Direktur Joni .padahal dia tidak memberitahu siapapun kecuali Pak Narendra dan Sinta . Namun Maxsim telah melakukan sejauh ini .
"Untuk proses auditnya , apakah Moonlight masih bisa melakukannya dari awal ." tanya Reymond memecah kan kesunyian .
"Kami akan mengirim data datanya kembali sesuai yang di butuh kan , dalam beberapa hari kemudian ." tambah Reymond.
"Bokeh , dengan senang hati kami akan menerimanya .kami juga akan menunggu dengan sabar , tapi untuk sekarang kami akan pamit lebih dulu ." Anggita segera beranjak dari kursinya , sambil memegang tangan Sinta siap untuk meninggalkan ruangan itu.
"Tunggu , saya masih ingin bicara ."satu kalimat itu mampu menghentikan langkah Anggita . Perlahan tapi pasti dia mengangkat wajahnya menatap Maxsim.
"Saya ingin bicara empat mata dengan Nona Anggita ,apa boleh ?"
Seketika mata Anggita membulat dalam hati semakin cemas ." Apa yang di inginkan oleh pria ini ? Tidak bisakah bicara nanti saja setelah berada di rumah ?" keluh Anggita dalam hati.
Karena Anggita tidak kunjung menjawab , Maxsim menatap Sinta seakan minta bantuan darinya . Sinta yang menyadari itu segera melepaskan tangan Anggita dan berlalu pergi dari sana .
"Mbak Anggi , aku akan menunggumu di tempat parkir ." bisiknya sebelum benar benar pergi .
Reymond juga ikut pergi setelah Sinta pergi . Sekarang tinggal mereka berdua dalam ruangan .
"Dalam lima hari ke depan aku tidak akan pulang ke rumah ." Maxsim menatap Anggi setelah mengatakan hal itu . Tapi reaksi Anggita sungguh jauh dari harapannya . Tidak terkejut juga tidak protes .Dia menerima semua itu seolah tidak berkaitan sama sekali dengannya .
"Ok " jawab Anggita .
Maxsim mendengus pelan . Tangannya merogoh saku jasnya lalu mengeluarkan sesuatu yang terlihat seperti botol pil atau suplemen dan dia berikan pada Anggita .
"Apa ini ." tanya Anggita sambil menerima botol itu .
"Vitamin ." jawab Maxsim .
"Untukku ."?
Mendengar pertanyaan dari Anggita , Maxsim lamgsung menatap Anggita dengan tatapan dingin . Dia sudah membawa dan menyerahkan ke tempat itu secara langsung . Jadi jika bukan untuknya lantas untuk siapa lagi ? .
"Kata Bi Indah kamu selalu bergadang mengerjakan pekerjaan dari kantor . Apa kamu begitu menyukai pekerjaan hingga malam pun masih bekerja ."
"kenapa tidak berhenti saja , apa uang bulanan yang aku berikan masih kurang ?"
Anggita diam mendengar rentetan pertanyaan dari Maxsim . Dia tidak mungkin mengatakan apa yang sebenarnya dia alaminya . Uang bulananya selalu habis untuk biaya pengobatan dan perawatan untuk adiknya . Jadi untuk kebutuhannya sehari hari dia harus bekerja . Terlebih setelah habis masa kontrak pernikahan berakhir ,bukankah mereka akan menjalani hidup masing masing ?.Anggita merasa harus punya pegangan jika nantinya Maxskm sudah tidak lagi mengirim uang bulanan .
"...."
Maxsim menyipitkan mata melihat Anggita yang hanya diam . Dia berdecak , lalu beranjak dari tempat duduknya dan mendorong tubuh Anggita hingga terjerembab di bawahnya.
"Anggita , apa kamu begitu menyukai uang ? Aku bisa membelikan kamu apa pun , yang kamu inginkan . Bahkan kamu jika tidak bekerja , aku akan memenuhi kebutuhan kamu selamanya ."Maxsim terus mendekat hingga jarak wajah mereka hanya beberapa centimeter . Dari kecupan singkat menjadi lebih ber*****h.
Namun tidak lama kemudian Anggita tersadar dan mendorong tubuh Max ." tidak seharusnya kita melakukan ini ,di tempat seperti ini , tidak di sini ."
Setelah itu Anggita berlari dengan cepat meninggalkan ruangan . Lari seperti kelinci kecil yang baru saja lolos dari tangan serigala lapar .
Maxsim masih belum beranjak dari tempatnya , sedikit menarik sudut bibirnya hingga menciptakan lengkungan senyum yang samar .
"Aku lepaskan kamu kali ini , tapi tunggu saat aku kembali."
***
Anggita keluar dari restoran dan langsung menuju ke tempat parkir. Dia langsung masuk ke dalam mobil lalu mengenakan sabuk pengaman .
Sinta yang ada di kursi samping memandangnya dengan heran . Gadis itu mengerutkan dahinya lalu menelisik dengan bibir berkedut .
"Mbak Anggi , kamu seperti seorang istri yang ketahuan selingkuh oleh suaminya , bukankah kamu baru saja berbicara berdua dengan Presdir Maxsim . Tidak mungkinkan kakak ipar memergokimu . dan apa yang kalian bicarakan ."
Mode kepo sudah mengendalikan jiwa Sinta ,tidak akan puas sebelum mendapatkan jawaban yang di inginkan .
"Memangnya apa lagi yang dapat kami bicarakan ? Tentu saja masih berkaitan dengan proyek kerja sama kita ." Anggita berdehem kemudian membunyikan mobilnya .
Sinta menjapit dagunya sendiri , ada keraguan dari jawaban Anggita ." Benarkah ? Aku rasa tidak sesederhana itu ." ucap Sinta .
Keraguan dan prasangka Sinta membuat Anggita gugup , tanpa sadar dia menggaruk tengkuk nya sendiri sambil membenarkan rambutnya .
Pada saat itu Sinta tertuju pada bibir Anggita yang berdarah . Keningnya mengerut dan ia mencoba untuk menyentuhnya .
"Mbak Anggita ada apa dengan bibirmu ?