NovelToon NovelToon
DEVANNA

DEVANNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Selingkuh / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi / Office Romance
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Evrensya

Laki-laki asing bernama Devan Artyom, yang tak sengaja di temuinya malam itu ternyata adalah seorang anak konglomerat, yang baru saja kembali setelah di asingkan ke luar negeri oleh saudaranya sendiri akibat dari perebutan kekuasaan.
Dan wanita bernama Anna Isadora B itu, siap membersamai Devan untuk membalaskan dendamnya- mengembalikan keadilan pada tempat yang seharusnya.

Cinta yang tertanam sejak awal mula pertemuan mereka, menjadikan setiap moment kebersamaan mereka menjadi begitu menggetarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evrensya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

When He comes tonight

17:45 pm.

Diatas karpet woll bergambar Phoenix di dalam kamar pribadi milik Alia, Anna terlihat sedang sibuk membasuh kaki ibunya dengan air hangat, didalam sebuah baskom plastik bening berbentuk bundar. Wanita yang memiliki kecantikan wajah yang tak memudar, meski di makan usia itu sedang duduk santai dipinggiran ranjangnya, sambil memainkan layar ponsel dengan ibu jarinya.

Anna menyibak rambut gelombangnya ke belakang, rambut yang panjangnya hampir menyentuh lantai itu terurai begitu indahnya. Menutupi punggungnya yang hanya di lapisi oleh baju gantung tipis berwarna kuning, dengan corak bunga matahari. Serupa dengan raut wajahnya yang begitu cerah meronakan warna bahagia.

Alia melirik ke bawah sejenak, menangkap ekspresi wajah anaknya yang nampak berseri. Tak seperti biasanya, yang selalu terlihat suram dan muram ketika berhadapan dengannya.

Alia langsung bisa menduga, sesuatu yang berbeda telah merasuki jiwa Anna, yang tentunya berasal dari luar sana. Alia tentu tidak akan melewatkan satu rahasia pun dalam diri Anna, melainkan dia harus mengetahui nya.

"Hei! bukannya kakimu sedang sakit ya, tapi mengapa raut wajahmu itu menggambarkan yang sebaliknya. Apakah saat kau terjatuh di kantor, kepalamu juga terbentur keras sehingga menjadi error?" sewot wanita yang selalu menyematkan ketus dalam nada bicaranya.

Anna yang tertegun langsung menghapus senyum tipis yang sejak tadi menghiasi bibirnya, dan seketika berubah datar penuh tekanan seperti sebelum-sebelumnya. Sedang tangannya masih sibuk memberikan pijatan-pijatan lembut di atas kulit Alia yang basah oleh air hangat, untuk menenangkan otot-otot kakinya yang kaku.

"Anna! kau jangan coba-coba menyembunyikan rahasia apapun dariku ya. Katakan sejujurnya, apa ada suatu hal yang menyenangkan dirimu di luar sana? apa mungkin sebabnya adalah si Boss yang pernah datang bersamamu malam itu?" Alia memicingkan matanya ke arah Anna yang menunjukkan sedang menyelidiki sesuatu.

Entah mengapa dia begitu kesal melihat anaknya memiliki kesenangan sendiri, mana boleh anak perempuannya itu memiliki cerita bahagia tanpa dirinya. Di dunia ini, yang boleh membuat sedih atau bahagia Anna adalah dirinya seorang, seorang Ibu yang telah rela melahirkannya dan susah payah membesarkannya.

"Bukan begitu, Ibu. Begini, seseorang akan datang malam ini, bolehkah?" wanita muda dengan raut polos yang dia tampakkan di depan Ibunya itu berkata ragu. Anna tak berani mengangkat wajah menatap Ibunya saat bicara, sebagai tanda ketundukan yang terlihat jelas ia hidangkan kepada sosok wanita 40-an tahun, yang sedang duduk di depannya.

"Siapa yang tidak tau malu berkunjung ke rumah orang malam-malam. Dia pasti Boss kamu itu kan? siapa lagi kalau bukan dia." Tebakan Alia tak meleset sama sekali.

Anna mengangguk membenarkan.

Alia menghempaskan handphone nya keatas kasur empuk yang terhampar dibawahnya. Rasa kesal mulai merayapi emosinya. "Ohh, jadi aku benar ya. Seorang Boss besar melakukan kunjungan pribadi ke rumah karyawannya di luar jam kerja, itu terdengar tidak masuk akal."

"Alasannya karna— kami telah berhasil melewati beberapa masalah besar di kantor, dan hendak merayakannya malam ini," jawab Anna pelan, mencoba menyatakan alasan di balik kunjungan Boss ke rumahnya.

"Anna! apapun alasannya, jangan lupakan kesepakatan yang sudah kau sanggupi sebelumnya denganku. Kau tidak lupa itu kan?"

"Mana mungkin aku lupa, Bu. Tapi aku sudah terlanjur menyetujuinya."

Alia mendengus. "Huh! sialan. Bukannya menolak kunjungan orang itu demi janjimu padaku, kau malah dengan entengnya memintaku untuk bersedia menerimanya. Apa otakmu sudah sungsang?" emosi Alia meluap seketika dalam hitungan detik. Kedua tangannya meremas kuat seprai merah yang melapisi spring bed ditempat tidurnya.

"Maaf, Ibu." Anna buru-buru meminta maaf, ketika mulai menyadari, hardikan Ibunya itu sebagai sinyal tanda bahaya.

"Maaf?!" Alia terbahak. Ia lalu mencondongkan tubuhnya kepada anak perempuannya, sedang jari telunjuknya yang tajam—yang tak pernah luput dari hiasan nail art itu menyentuh dagu Anna, dan mendongakkan wajah oval itu kearah pandangan matanya yang tajam.

"Heh! ternyata kau memiliki bakat penggoda yang luar biasa ya. Ckck, aku tidak menyangka akan melahirkan seorang pelacur."

"Ibu..."

"Kau tau, alasan sebenarnya mengapa aku hanya mengizinkanmu bekerja sebagai cleaning service rendahan di luar sana? agar sayapmu yang sudah aku patahkan itu membuatmu tak berdaya, dan lebih memahami bahwa duniamu hanya dalam genggamanku saja. Tapi siapa sangka kalau dalam beberapa hari saja, seorang Boss langsung terpincut padamu. Dasar anak jadah!"

Kata-kata Ibu yang setajam pedang itu langsung menebas kuat dinding hati Anna yang tipis. Seketika, mampu membuat Anna berada di puncak kebosanan mengurai darah hitam yang meleleh dari luka jiwanya untuk di kemas kembali utuh dalam bingkai ketundukan seorang anak manusia yang tak merdeka.

"Memangnya kenapa kalau aku mencoba mengepakkan sayapku yang patah, di bantu oleh angin yang membawaku terbang melihat dunia dari sisi yang lebih indah. Apakah aku terlalu serakah? meskipun akhirnya aku mengkhianati kesepakatan dengan Ibu, walaupun aku sudah menahan diri untuk tidak melakukannya, tapi ada satu dorongan takdir yang seolah bergerak maju, menyeretku dalam situasi seperti ini. Lalu aku bisa apa? bukankah kata-kata Ibu selalu keterlaluan." Suara hati itu terdengar sangat pilu.

Anna menusuk bibirnya dalam-dalam dengan taring yang mulai mengilu. Ia hujamkan rasa sakit hatinya kepada segiris daging tipis yang kini mulai mengalirkan darah yang terhisap ke bawah lidah. Begitu enggan suaranya keluar untuk menjawab hinaan yang di cambukkan kepadanya seperti biasa.

"Kau terlihat kesal dengan fakta yang aku ucapkan barusan, apa kau mengakuinya? kau bilang tujuan si Boss itu datang kemari untuk sebuah perayaan, atau—itu hanya alasan klise yang kenyataannya dia datang untuk membawamu pergi lembur dengannya semalaman, kemudian meninggalkan setumpuk uang di dalam tasmu, seperti waktu itu, iya kan?" kalimat yang di ucapkan Alia kali ini tentu tengah menodong Anna dengan tuduhan menjual diri.

Alia mendengus kasar sekali lagi, melihat ekspresi Anna yang berubah memucat dalam sekejap, tatapan mata yang baru saja bersinar langsung meredup membekukan suasana. Sebenarnya ada sedikit kekhawatiran yang menetes di atas keras jiwanya.

"Nanti Ibu dengarlah sendiri jawaban darinya," jawab Anna serendah mungkin, namun datar tanpa ekspresi sama sekali. Ia tahu betul maksud Ibu yang lagi-lagi menghinakan nya sekelas pelacur murahan.

"Hey anak Jadah! kau meremehkan aku ya? apa aku terlihat terlalu berbesar hati memahami dirimu? katakan saja sekarang, mengapa berani sekali menyuruhku mendengar langsung darinya?" tukiknya, menoyor ubun-ubun Anna dengan jari telunjuknya yang tajam, hingga membuat kepala wanita malang di bawahnya ini menekuk kuat ke belakang.

"Hanya karna pertemuan yang kau anggap berharga dimasa lalu itu, membuat mu merasa seolah-olah dia adalah pangeran berkuda yang datang padamu di masa depan dengan segala dongeng indahnya. Aku beritahu kan padamu, berhentilah berkhayal, dan sadar dirilah, kau itu milikku, kau hidup karna aku mengizinkannya. Dan jika menurutku kau sudah mulai merepotkan, bolehkan aku mengambil hidupmu itu? bukankah kau sudah berjanji akan hidup dan mati untukku? jangan lupakan itu, Anna!" Lanjutnya sambil menendang dada Anna dengan telapak kakinya yang masih meneteskan air, hingga tubuh ringkih Anna terjungkal kebelakang.

Buru-buru Anna kembali bangkit dan menempatkan diri pada posisi semula, seolah rasa sakit yang di terimanya itu tidak berarti apa-apa. "Hubungan kami tidak sejauh itu, dia bahkan tidak mengingat pertemuannya denganku di masa lalu. Jadi Ibu, tolong jangan terlalu di khawatirkan." Jawab Anna dengan nada mengiba.

Bola matanya mulai menjalarkan rasa perih yang membuat aliran air yang menyeruak paksa terasa panas, seolah membakar mata. Anna mengerjap sekali dengan memberikan tekanan pada matanya yang terasa sakit, sebab ucapan beracun wanita bermulut sampah yang jauh di dalam pangkal hatinya merasa enggan di lahirkan dari rahim wanita kejam itu.

"Jika hubungan mu dengannya tidak ada tujuan yang jauh, apakah itu artinya kau yang telah dengan suka rela menjual diri padanya? Apa dia telah candu oleh manisnya keperawanan mu? apa dia akan datang kemari untuk meminta izinku membawamu keluar malam ini untuk menikmati tubuhmu pada hotel mewah milik pribadinya?"

"....."

"Sudah bagus kau bekerja sebagai cleaning service saja, kau malah semakin menghinakan diri, bekerja sebagai pelacur!" Sergah Alia yang tak henti-hentinya menebar duri-duri tajam untuk membuat sayatan luka.

Tenggorokan Anna seketika cekat di hajar salakan galak yang melompat dari mulut wanita yang amat sangat di sayangi sekaligus di bencinya itu.

"Ibu, itu tidak benar, meskipun aku hanyalah seonggok sampah, tapi tuan Devan adalah pria yang bermartabat tinggi, dia tidak akan melakukan perbuatan seperti itu." Entah mengapa, telinganya terasa panas mendengar Ibu merendahkan Devan. Anna merasa sangat tidak nyaman, dan tidak tahan jika tidak melakukan pembelaan.

Meski begitu, dengan tangan gemetar Anna masih tak menghentikan aktifitasnya memijat kaki ibu yang pegal karna gemar memakai heels yang tinggi. Meskipun tekanan yang di berikan oleh jemarinya menusuk lebih tajam ke dalam sela-sela tulang kaki yang sudah mulai ringkih itu.

"Anak setan! baru kemarin kau bersimpuh di kakiku memohon untuk kebaikan hidupmu, dan sekarang kau berani bersuara menentang Ibumu demi seorang pria. Heh! kau jangan naif. Berhati-hatilah dengan orang kaya. Pada awalnya mereka akan berusaha keras untuk mendapatkan apa yang di inginkan nya. Tapi ketika dia sudah mendapatkannya, dia akan mengendalikan wanita tersebut seperti budak atau akan membuangnya seperti sampah yang tidak berguna."

Nada bicara Alia yang penuh penekanan, sambil tangannya yang gemetar menjambak seprai yang sudah mengkerut itu mengisyaratkan sebuah rasa takut, perasaan yang paling di benci oleh manusia, yakni takut kehilangan. Meskipun itu hanya kehilangan barang mainan sekalipun, meskipun itu hanya benda yang di fungsikan untuk bahan pelampiasannya, Alia tidak bisa menerimanya.

Apalagi ini adalah seorang anak manusia yang telah ia lahirkan dan besarkan dengan susah payah. Walaupun hanya sedikit, sedikit saja, anak perempuan satu-satunya ini tidak boleh berpaling darinya. Apalagi alasannya hanya karna seorang laki-laki. Ini adalah musibah besar baginya.

"Ibu! aku bilang aku tidak terikat hubungan apapun dengannya!" timpal Anna dengan lebih berani meninggikan suaranya, untuk mencukupkan perdebatan ini. Ibu semakin menjadi-jadi, hingga bicaranya semakin menjalar kemana-mana, di sertai dugaan yang tidak jelas dasarnya.

"Sialan! berani sekali kau meninggikan suaramu, mulut mu itu minta di jahit ya?!" suara Alia menggelegar menusuk gendang telinga Anna. Mana mungkin Alia membiarkan dirinya kalah dalam pertikaian yang tiada akhir ini. Apapun caranya, anak bernama Anna itu harus menelan fakta buruk bahwa ia tidak boleh membantah apapun yang di katakan oleh Ibunya.

"Aku tidak yakin apa kau pantas di sebut Ibu." Ucapnya getir dengan suara lirihan kecil yang di tekan. Tapi menyelindap masuk terdengar begitu jelas di dalam gendang telinga Ibunya. "Rasanya inginku bunuh..."

Ah! Jika kau berpikir wanita malang ini mulai menimbun kebencian dalam hatinya pada sosok yang seharusnya dia sayangi selamanya, kau benar tapi tidak sepenuhnya benar. Wanita malang yang terlihat selalu tunduk pada Ibunya ini hanya sedang mencoba membentuk sebuah gembok yang terbuat dari amarah kecil untuk menyegel api kebencian Iblis yang besar, yang hendak mendobrak kemurnian jiwanya.

Dan jika kau tahu bahwa wanita malang ini hidup atas dasar belas kasih yang harus ia bayar dengan menyerahkan seluruh hidupnya, seperti yang berulang kali di jeritkan wanita kejam bermulut sampah itu, yang katanya begitu menyesal melahirkan dirinya yang sebenarnya tidak seharusnya hidup di muka bumi yang berdebu ini. Wanita malang ini tidak akan membantah meski terasa sesak untuk menerima kenyataan pahit itu. Jadi jangan berfikir bahwa kebencian yang ada padanya adalah bentuk durhaka. Dia hanya sedang bertahan hidup dengan sisi kemanusiaannya.

"Apa kau bilang?! Coba ulangi!!!" mata Alia melotot, membulat sempurna. Segerombolan kelelawar seolah berkelepak ribut di atas kepalanya yang mulai menggelap oleh imajinasi hitam yang mendorongnya untuk mencekik manusia peliharaannya yang kembali membangkang.

Alia mencengkram rahang Anna kuat-kuat, menusuk lapisan lemak tipis yang melapisi tengkorak kecil itu, menekannya hingga meninggalkan bekas kuku yang menancap perih pada kulit putih yang mulai memerah.

"Kau mau mati ya?" desisnya di depan wajah yang sama sekali tidak menggambarkan ketakutan meski tubuhnya mulai membuat getaran kecil.

Ini adalah hal yang paling Alia benci—perlawanan. Maka emosinya akan melonjak naik dari titik nol hingga ke puncak maksimal. Bagaimana bisa Anna berani mengeluarkan kalimat seperti itu padanya, sebuah ucapan yang belum pernah ia dengar dari mulut anaknya seumur hidupnya.

Terus terang, amarahnya kini sudah siap meledakkan lahar panas yang akan menghanguskan apapun yang di lewatinya, sebab anak perempuan pembawa sial ini telah mengingkari kesepakatan yang ada sebelumnya. Namun sepertinya, ia harus menahan diri sebab katanya seorang tamu akan datang berkunjung malam ini.

"Untuk sementara kau selamat, meskipun rasa ingin meremukkan seluruh tulangmu begitu kuat." Alia lalu melepaskan cengkramannya dengan kasar dan mencoba menelan emosinya mentah-mentah.

"Baiklah! Sepertinya aku memang harus menyambut kedatangan tamu itu. Aku akan menunggu pria itu di luar, dan jangan pernah muncul sampai aku mengizinkan nya!" Serunya sambil menenggak habis jus alpukat yang tersedia di dalam gelas di atas nampan dekat duduknya.

Alia lalu menarik kakinya dari dalam rendaman air yang sudah mulai dingin. Iapun bangkit sambil dengan sengaja menendang baskom air itu keras-keras hingga tumpah semua ke atas dress yang di pakai Anna, hingga meleleh jatuh di atas karpet.

"Bersihkan itu sampai tak ada kelembaban setetes pun dilantai kamarku" Sergahnya dengan rasa kesal yang sedikit terlampiaskan.

Alia kemudian melangkah pergi, setelah mengambil long outer rajut yang ada di stand hanger double stain yang terbuat dari besi dan segera mengenakan nya untuk menutupi tubuhnya yang di bungkus baju rumahan. Ia juga mengambil sebuah selendang untuk menutup kepalanya, dan segera bergegas keluar rumah.

Sedangkan Anna, si wanita malang itu selalu berakhir dengan emosi yang senyap, seperti percikan nyala api yang redup di bawah abu yang dapat di padamkan oleh setetes air kewarasan.

Anna tau alasan Ibu tidak memukulnya saat ini adalah karena Ibu tahu Devan akan datang. Setelah Ibu mengetahui background seorang Devan Artyom, Ibu terlihat lebih mengutamakan kewarasannya. Bisa jadi, karena Ibu juga sedikit takut dengan ancaman Devan tempo hari, yang akan melaporkan Ibu jika melakukan kekerasan terhadap Anna.

"Walaupun aku sangat khawatir sampai rasanya sesak di dada membayangkan hal buruk yang mungkin akan terjadi di luar sana, setelah kedatangan Devan. Namun melihat Ibu yang bisa menahan tangannya untukku meski amarahnya sudah kepalang menyala, itu artinya selanjutnya pun Ibu akan lebih tau bagaimana harus menahan diri dalam menghadapi seorang anak konglomerat."

"Dan hatiku juga membisikkan agar mempercayai pria itu, dia pasti bisa mengatasinya, seperti sebelumnya. Entah mengapa, rasanya ini bukan hal yang sederhana, bukan hanya soal mendapatkan izin untuk makan malam bersama, tapi lebih dari itu. Mungkin saja, ini akan membuka sedikit celah kebebasan untukku, atau benar-benar sebuah kehancuran."

...• • •...

Alia kini sudah duduk diatas pangkuan sebuah bangku panjang yang sudah usang, di dekat tembok pembatas halaman rumah yang sempit, kurang dari lima meter. Sunyi yang cukup mencekam dalam balutan warna hitam tanpa bintang, diatas sana awan bergumul dengan sengaja menutup langit dari benda-benda bercahaya, tanpa di temani bulan sabit yang seharusnya ada, semilir angin yang mendesau parau meniup tubuh Alia yang di lapisi pakaian hangat, terasa halus menyelipkan kesejukan.

Tep! Tep! Tep!

Tak berapa lama, suara langkah kaki yang menjejak tanah dengan kuat terdengar mendekat.

Alia menarik nafas dalam-dalam. Begitu menghujam. Ia sudah siap untuk menyingkirkan pria itu dari putri satu-satunya, miliknya.

Dari balik tembok setinggi satu meter lebih itu, muncullah seorang pria dengan pakaian yang sama sekali tidak mencerminkan dimana kedudukannya di dunia ini berada. Dengan hanya menggunakan t-shirt crew neck putih oversize dengan jogger sleeves straight abu yang terkesan sangat sederhana.

Meskipun begitu, ketampanan yang melekat padanya bersinar terang seolah memberitahukan pada seluruh dunia bahwa ia adalah putra yang di lahirkan dari keberuntungan surgawi.

Pria bertubuh tinggi jenjang itu menghentikan laju langkahnya ketika matanya menangkap begitu cengkeram sosok wanita dipojokan sana yang di terka adalah seorang Ibu dari wanita yang begitu lekat dihatinya, tampak sedang duduk sendiri sambil manggut dagu, menyandarkan sebelah bahunya pada sebuah papan kayu, sepertinya memang sudah menunggu kedatangannya.

Devan menyeret langkahnya mendekat, namun sebelumnya ia sudah menyempatkan diri menyematkan sebuah harapan ke langit untuk kelancaran niatnya, lalu memantapkan hati agar tak goyah meski sepahit apapun kata-kata yang mungkin akan di lontarkan wanita yang kini berada dihadapan matanya, yang berjarak cukup dekat.

Wanita paruh baya berselendang biru itu duduk menyamping pada ujung bangku. Ia nampak enggan berhadapan langsung dengan pria yang pasti akan meminta belas kasihnya untuk mengambil Anna darinya.

Selendang biru yang melingkari kepalanya itu berkibar di tiup angin yang berhembus dari segala penjuru. Suasana mendadak kosong, yang terdengar hanya detakan jantung yang ritmenya semakin memburu ditelinga.

"Jadi, anda benar-benar datang kemari, tuan muda Devan Artyom, sang bangsawan yang mulia," sambut Alia langsung, sambil menegakkan posisi duduknya.

________

Kira-kira akan seperti apa pertemuan antara calon mantu dan calon Ibu mertua ini? mengingat Alia bukan orang yang mudah luluh, dan juga Devan sosok pria yang tangguh pantang mundur. Apakah dinner kedua pasangan itu akan terwujud, ataukah....

Tunggu aja kelanjutan episodenya ya. Jangan lupa, beri dukungan buat author dengan like dan komen-komen juga. Eh jangan lupa subscribe bagi yang belum. Itung-itung biar author semangat updet tiap harinya. Hihi🤭

1
Filanina
Hahaha... hanya kalau ada ayang impotennya sembuh.

btw, ga diceritakan kalau dia selalu teringat 'Anna'?
Filanina
berbaring? Kursinya panjang? Kirain sambil duduk dan bersandar di sandaran kursi.
Evrensya: eh iya, harusnya blm terbaring sih, krna kursinya blm di miringkan sama si pemilik. tengkiyuu koreksinya.
total 1 replies
Filanina
Hari yang panjang... ditambah malam yang panjangkah?
Evrensya: malam yg panjang dgn kesedihan 🥺
total 1 replies
Filanina
Sang multitalenta.
Filanina
udah gede, kenapa nggak pakai baju sendiri?
Evrensya: Harusnya lohh...Pak boss emang banyak tingkah.
total 1 replies
Filanina
sebaper itu ya...
Evrensya: maklum anak poloshh🤭
total 1 replies
Filanina
Adegan seperti ini kayaknya begitu penting di novel wanita.
Evrensya: Kapan lagi ngehalu ngeliat abs cowo cakep klo bukan di novel, plg greget pas nonton Drakor. 🤭
Jadi adegan seperti ini, harus ada😁😁😁
total 1 replies
Cevineine
semangat
Evrensya: yups. makasii....
total 1 replies
Filanina
kalau mandi riasannya luntur dong
Evrensya: nggak mandi, ganti baju seragam cleaning service aja. coz di kritik sama pak Ali karna bajunya kotor abis bersihin taman, 😁
total 1 replies
Filanina
emang Anna bawa baju ganti? 25 menit itu cepat. Dipakai belanja aja habis. masaknya 1 menit apa?
Filanina: iya, baru ingat sempat ganti pakai seragam.
Evrensya: wait.... soal waktu.... aku mau chek2 dulu. emang agak membagongkan. wkwk
total 3 replies
Filanina
kasihan sekali. kerja rodi
Filanina
kebetulan yang masuk akal sih kalau sama suka masakan perancis kayak ibunya.
Filanina
memasak juga? emang OP FL kita. Kirain pilih menu doang.
Filanina
ga ada capeknya dia.
Filanina
Thor, ada sedikit koreksi dari saya tapi sebenarnya khawatir kena mental ngomonginnya. Karena kalau secara penulisan udah cukup oke, biasanya saya melirik unsur lain.

Saya tahu banget kalau kritik dan saran pembaca itu bisa menjatuhkan mental penulis.

kalau kamu cuma sekedar nulis buat hobi dan hiburan diri sendiri ya sudah tidak perlu saya bilang.

kalau kamu mau lebih baik lagi di karya berikutnya atau suka merevisi, saya mau bilang.

for your own good. pilihan di tanganmu.
Filanina: Baiklah saya katakan aja yang mengganjal di pikiran saya adalah kepribadian Anna. Anna terlalu kuat untuk seseorang yang tidak punya support system.

Kecerdasan sosial itu membutuhkan pengalaman interaksi sosial yang cukup dan support system yg bagus. Dan itu Anna tidak punya. Normalnya, sepintar apapun orang, sebanyak apapun buku yang dia baca, ketika dia bertahun-tahun tidak berinteraksi dengan orang lain, dia akan gagap dan gugup ketika bertemu orang secara real life.
Kecuali dia punya support system yang bagus banget, yang meninggikan kepercayaan dirinya, berupa keluarga. Ini justru keluarganya toxic, merendahkan dia.

Jadi dari mana Anna dapat kekuatan?

Sebenarnya kamu bisa siasati bagian plot hole seperti ini dengan menambahkan beberapa elemen atau karakter lain yang menjadi role model Anna.

Semoga bisa mencerahkan, bukan menyuramkan.
Filanina: Panduan nulis yang benar blm tentu laku. Zaman sekarang beda ya. Novel yang laku bukan novel yang bagus, tapi yang sesuai selera pembaca. Dan seperti itulah selera pembaca sekarang, yang kurang literasi.

Saya udah kadung prefesionis dalam hal tulis menulis atau bahkan cerita. Tapi ini blm tentu disukai. Dan sebagian orang menganggap itu tak penting. Toh ini cuma fiksi. Yang saya maksud adalah logika cerita. Bahkan novel fantasi pun ttp punya logika cerita.

Dulu saya nulis buat sinetron, dan logika itu ga laku. Ga seru. Ini cuma cerita, ga usah terlalu berlogika. Itu sih kata orang.
total 6 replies
Filanina
dapat alasan buat manggil Anna tuh.
Filanina
revy itu masih yang dulu atau beda ya
Evrensya: Masih tunangannya yg dlu.
total 1 replies
Filanina
diriku yang buta fashion hanya bisa melongo.
Filanina
/Shame/ Pak Ali, sangat pintar memuji.
Filanina
Hahaha... silau man.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!